Follow Us @soratemplates

Minggu, 23 Februari 2020

PERPISAHAN SESUNGGUHNYA

Minggu, Februari 23, 2020 0 Comments
Kita tidak selalu bersama. Kadang pergi, kadang kembali. Kadang pergi namun tidak pernah kembali. Ada juga yang tidak pergi ke mana-mana. Kemana pun kita pergi, tidak ada jaminan apakah dalam waktu sebentar atau lama. Bisa jadi kita pergi untuk selama-lamanya. Logika kita sering mengatakan setiap kepergian atau tidak bersama diwaktu dan tempat yang sama adalah perpisahan. Baik perpisahan sebentar karena safar alasan menuntut ilmu atau ketaatan lainnya, atau perpisahan selamanya karena kematian.

Logika manusia cenderung mengartikan perpisahan selamanya, itulah kematian. Seolah kita tidak akan pernah bertemu lagi. Berbeda dengan hati yang disinari Ilahi, akan mempersepsi kematian bukanlah perpisahan mutlak. Kita berpisah hanya sebentar. Perpisahan sesungguhnya antara dua orang manusia terjadi ketika di akhirat nanti  jika satu masuk surga dan yang lainnya masuk neraka dan kekal di dalamnya.

Perpisahan sesungguhnya bisa disebabkan adanya  "kesepakatan" dan bekerjasama untuk menjadi penduduk neraka. Segala keindahan kebersamaan, keserasian, keharmonisan hubungan, saling mencintai, saling menyayangi akan sirna. Ketika sama-sama dimasukkan ke neraka. Di antara mereka akan saling menyalahkan, saling menuntut, saling menghujat, dan saling menuduh seperti musuh "Kenapa di dunia dahulu tidak saling mengajak ke jalan ketaqwaan dan amal shalih. Allah berfirman:

الْأَخِلَّاءُ يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلَّا الْمُتَّقِينَ

Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa.” (QS. Az Zukhruf: 67).

Lain halnya dengan orang-orang yang beriman. Kematian bukanlah perpisahan sesungguhnya. Kematian adalah lebih dahulunya seseorang dipanggil dalam nomor antrian panjang menghadap Allah Yang Maha Penyayang. Kemudian yang lain nomor antriannya masih lama dipanggil oleh Allah. Hakikinya mereka bukan berpisah, tetapi menunggu waktu untuk bertemu di tempat yang lain. Kelak mereka akan dikumpulkan Allah pada tempat yang lebih baik,  keabadian, kesenangan yang tidak berkesudahan.

Jika dikatakan perpisahan karena kematian adalah perpisahan sesungguhnya, maka itulah logika manusiawi. Bukan pengetahuan ma'rifah yang bersumber dari keimanan.  Tidak tepat mengatakan perpisahan karena salah satu di dunia, dan yang lainnya di alam barzakh suatu perpisahan sesungguhnya. Bahkan kurang tepat disebut perpisahan. Kehidupan dunia hanya ruang tunggu keberangkatan menuju keabadian hidup. Tidak ada lagi kehidupan setelahnya. Dua orang muttaqin akan dikumpulkan kembali oleh Allah di bawah naungan rahmat-Nya.

وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِإِيمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَا أَلَتْنَاهُمْ مِنْ عَمَلِهِمْ مِنْ شِيْءٍ

Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikit pun dari pahala amal mereka.”(QS. Al-Thûr: 21)

Imam Al-Qurthubi (w. 671 H) menukil perkataan Sa’id bin Jubair:

يَدْخُلُ الرَّجُلُ الْجَنَّةَ، فَيَقُولُ: يَا رَبِّ أَيْنَ أَبِي وَجَدِّي وَأُمِّي؟ وَأَيْنَ وَلَدِي وَوَلَدُ وَلَدِي؟ وَأَيْنَ زَوْجَاتِي؟ فَيُقَالُ إِنَّهُمْ لَمْ يَعْمَلُوا كَعَمَلِكَ، فَيَقُولُ: يَا رَبِّ كُنْتُ أَعْمَلُ لِي وَلَهُمْ، فَيُقَالُ أَدْخِلُوهُمُ الْجَنَّةَ

Seorang lelaki masuk surga, lalu dia berkata: ‘wahai Tuhan, mana ayahku, kakekku, dan ibuku? Mana anakku, mana istri-istriku?’ Lalu dikatakan kepadanya: ‘mereka tidak beramal seperti amalmu’. Maka lelaki tersebut berkata: ‘wahai Tuhan, aku beramal untukku dan untuk mereka’, maka dikatakan: ‘masukkan mereka semuanya ke dalam surga.” (Al-Jâmi’ Li Ahkâm Al-Qur’ân, Juz 15, hlm. 296) [1]

Dari Ibnu ‘Abbas diriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda:

إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ لَيَرْفَعُ ذُرِّيَّةَ الْمُؤْمِنِ مَعَهُ فِي دَرَجَتِهِ فِي الْجَنَّةِ وَإِنْ كَانَ لَمْ يَبْلُغْهَا بِعَمَلِهِ لِتَقَرَّ بِهِمْ عَيْنُهُ

Sesungguhnya Allah ‘Azza Wa Jalla betul-betul akan mengangkat dzuriyyat seorang mukmin sesuai dengan derajatnya di surga walaupun dzuriyat tadi tidak beramal seperti amalnya dalam rangka menyenangkan orang mukmin tersebut.” [2]

Tentu perolehan ini ada syaratnya, yaitu mereka semua keturunan itu meninggal dunia dalam keadaan beriman, sebagaimana ditegaskan Syaikh Isma’il Haqqi:

(أَلْحَقْنا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ) اى بشرط الايمان

“(Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka) yakni dengan syarat adanya iman.”(Rûh Al-Bayân, Juz 7, hlm. 10). [3]


Berdasarkan beberapa dalil di atas, dapat disimpulkan bahwa kematian orang beriman bukanlah suatu perpisahan, tetapi hanya mendahului yang lain dalam perjalanan panjang menuju Ilahi. Kelak akan berkumpul kembali di tempat kesenangan yang abadi, yaitu syurga. 

Untuk itu, jika kebersamaan hakiki yang dicari, maka keimanan menjadi syarat perjalan ke alam lain. Jadikan dunia tempat melipatgandakan ikhtiar untuk saling membahagiakan. Bahagiakan orang tua, istri, suami, anak dan semua cucu dengan amal shalih berkesinambungan. Saling mendukung dalam ketaqwaan.  Saling bergandengan tangan beramal shalih. Hingga reuni terindah di syurga tercapai dengan mudah. 

Mengapa kita hanya berusaha saling mensupport di dunia untuk meraih prestasi juara kelas, juara olimpiade, juara dunia di bidang tertentu. Bekerja keras untuk membangun rumah megah, membeli kenderaan mewah, mengusahakan liburan ke tempat wisata terindah.  Namun kita lalai saling mensupport dalam amal shalih dan ketaqwaan. Bahkan saling mendukung dalam mencapai derajat tertinggi dalam ketaqwaan. 

Sukses abadi adalah berprestasi di hadapan Allah. Semua sukses dunia akan sirna, sukses akhirat itu abadi selamanya. Jangan cukupkan diri dengan sukses-sukses dunia saja, tetapi ditingkatkan lagi sukses dunia untuk menuju sukses akhirat. 

Meraih sukses akhirat tidak mudah, seperti membalikan telapak tangan. Manusia punya nafsu yang gampang tergoda kenikmatan dunia. Hingga kita kadang menjadikan setiap sukses dunia sebuah perolehan, capaian atau prestasi yang harus dibanggakan, disiarkan, disampai pada semua manusia. Kita berharap semua manusia yang ada di jagad raya ini memuji, mengucapkan selamat. Kapan perlu dengan berkilometer karangan bunga. 


Daftar Pustaka:

[1] Al Qurthuby, Al-Jâmi’ Li Ahkâm Al-Qur’ân (Kairo: Dâr al-Kutub al-Mishriyah, 1964), Juz 15, hlm. 296; Ismail Haqqi al-Barousawi, Rûh Al-Bayân (Beirut: Dâr al-Fikr, tt), Juz 9, hlm.192.

[2] Al Qurthuby, Al-Jâmi’ Li Ahkâm Al-Qur’ân, Juz 17, hlm. 66.

[3] Ismail Haqqi al-Barousawi, Rûh Al-Bayân, Juz 7, hlm. 101.

https://mtaufiknt.wordpress.com/2019/06/27/kematian-bukanlah-perpisahan/