Merdeka!
Merdeka!!
Merdeka!!!
Merdeka!!!!
Pekikan itu bukan sekadar gema yang bergema di udara. Ia adalah getaran jiwa,
dentuman nurani, dan panggilan ruhani. Ia bukan sekadar kata, melainkan doa,
janji, sekaligus sumpah.
Kemerdekaan yang sejati bukanlah sekadar bebas dari rantai penjajahan lahiriah.
Ia lebih dalam dari itu, ia adalah kebebasan hati dari segala bentuk perbudakan
selain kepada Allah. Sebab, betapa banyak manusia yang tampak merdeka tubuhnya,
namun hatinya terbelenggu oleh dunia, hawa nafsu, dan ambisi yang mencekik
jiwa.
Riwayat agung dari perang Qadisiyah menyinari kita. Ketika
Rib’i bin Amir r.a. berdiri di hadapan Rustum, panglima Persia, ia tidak hanya
membawa pedang, tetapi juga membawa risalah. Katanya: “Allah mengutus kami
untuk memerdekakan manusia dari penghambaan manusia dengan manusia menuju
penghambaan manusia kepada Rabb manusia, dari sempitnya dunia kepada
kelapangannya, dari kezaliman agama-agama kepada keadilan Islam.”
Lihatlah, kemerdekaan yang sejati adalah ketika manusia
kembali pada fitrah penciptaannya. Fitrah untuk menyembah hanya kepada Allah,
untuk menundukkan diri hanya di hadapan-Nya, dan untuk merdeka dari segala yang
berusaha menggantikan posisi-Nya dalam jiwa manusia.
Kemerdekaan bukan sekadar tercatat dalam naskah proklamasi.
Ia harus hidup dalam diri, menyala dalam kesadaran, dan menjelma dalam amal.
Bukan sekadar bendera yang dikibarkan, bukan pula seremonial tahunan, melainkan
keadaan batin yang tegak dalam tauhid, iman, dan ihsan.
Merdeka adalah ketika engkau tidak lagi menjadi tawanan
nafsumu sendiri. Merdeka adalah ketika engkau tidak lagi membelenggu sesama
manusia dengan kuasa dan kepentingan. Merdeka adalah ketika engkau bisa
menegakkan kebenaran meski harus melawan arus kebatilan.
Betapa banyak manusia terikat bukan oleh rantai besi, tetapi
oleh cinta dunia yang berlebihan. Mereka tampak berjalan bebas, tetapi
hakikatnya kaki mereka terkunci dalam jerat ambisi, tangan mereka terikat oleh
syahwat, dan mata mereka tertutup oleh fatamorgana dunia. Maka, merdeka sejati
adalah ketika engkau menjaga fitrahmu. Menjadi manusia yang merawat keaslian
diri, menjadi hamba yang sadar akan penghambaannya. Sebab, hanya ketika engkau
tunduk pada Allah, engkau akan lepas dari penghambaan terhadap selain-Nya.
Pemikiran merdeka, bukan berarti liar dalam liberalisme. Ekonomi
merdeka, bukan berarti tunduk pada kapitalisme. Pemerintahan merdeka, bukan
berarti tercerabut oleh sekularisme.
Penghambaan merdeka, bukan berarti tergelincir dalam politeisme. Kemerdekaan itu bukanlah bebas
sebebas-bebasnya tanpa arah. Tetapi bebas dengan kendali, bebas dengan makna,
bebas untuk meniti jalan yang lurus. Inilah kebebasan yang membuat manusia
mulia, bukan hina; tinggi, bukan rendah; lapang, bukan sempit.
Sebab hakikatnya, ketika engkau memilih jalan selain Allah,
engkau kembali menjadi budak. Budak harta, budak jabatan, budak popularitas,
budak nafsu. Padahal Allah telah memuliakanmu
untuk hanya menjadi hamba-Nya. Maka, apakah pantas seorang hamba Allah
merendahkan diri di hadapan sesama makhluk?
Merdeka berarti berani melawan bukan hanya musuh lahir, tetapi juga musuh
batin. Ia bukan hanya perjuangan di medan perang, tetapi juga jihad melawan
hawa nafsu. Ia bukan hanya pekikan lantang di hadapan penjajah, tetapi juga
bisikan sabar di dalam hati saat godaan syaitan mencoba menyesatkan. Merdeka
adalah ketika engkau berdiri tegak di hadapan dunia, namun tetap sujud khusyuk
di hadapan Allah. Merdeka adalah ketika engkau berani berkata “tidak” pada
kebatilan, namun lembut berkata “ya” pada kebenaran. Merdeka adalah ketika
engkau menolak perbudakan modern yang mengikat manusia dengan uang, jabatan,
dan gengsi, lalu memilih jalan sederhana bersama ridha Allah.
Merdeka adalah jalan menuju kelapangan. Dari sempitnya
dunia, menuju luasnya akhirat. Dari gelapnya kezaliman, menuju cahaya keadilan.
Dari kerapuhan hidup yang sementara, menuju kekekalan hidup yang abadi. Inilah
makna pekikan Merdeka! dalam pandangan seorang mukmin. Maka, pekikan Merdeka!
bukanlah sekadar gema perjuangan masa lalu. Ia adalah doa abadi yang harus kita
rawat hingga hari kiamat. Merdeka lahiriah dari penjajahan, merdeka batiniah
dari perbudakan hawa nafsu. Sebab hanya dengan itu kita benar-benar merdeka menjadi
hamba Allah yang sejati.


Tidak ada komentar:
Posting Komentar