Follow Us @soratemplates

Senin, 27 Januari 2020

PERBEDAAN ZONA WAKTU


Setiap tempat di muka bumi memiliki waktu  shalat berbeda. Waktu shalat Subuh di Malang jam 04.00 WIB. Di Padang masuk waktu Subuh jam 05.00 WIB. Tidak berarti waktu Subuh di Padang lambat, dan waktu Subuh di Malang cepat. Bukan pula bermakna Malang lebih hebat dibanding Padang. Pada kedua kota ini waktu bekerja sesuai zona atau waktu masing-masing.

Demikian juga orang. Ada orang  yang wisuda lebih dahulu, lebih cepat, dan pas waktu yang ditargetkan. Ada pula yang wisuda kemudian, agak lambat, dan molor dari waktu yang ditargetkan. Ada yang cepat naik pangkat, dua tahun sekali, dan biasa-biasa saja, tidak menonjol dan seheboh orang-orang. Namun ada juga orang yang tidak naik-naik pangkat, padahal produktif, orator ulung, dan dikenal hebat. Apakah yang dahulu naik pangkat lebih hebat dari yang tidak naik-naik pangkat. Kenyataanya tidak.

Setiap orang memiliki zona waktu. Intinya setiap orang memiliki qadha dan qadar, episode hidup, dan momentum masing-masing. Setiap orang mendapatkan sesuatu sejalan dengan kecepatannya sendiri-sendiri. Cara kerja masing-masing, itulah kekhassan dan kesejatian diri setiap orang. Setiap orang juga memiliki ukuran baju masing-masing yang hanya sesuai dan pas dengan badannya. Akan longgar atau kekecilan jika dipakaikan pada orang lain. 

Hal terpenting adalah  menyelaraslan cara mencapai keberhasilan tersebut dengan standar dan ketentuan Pencipta. Maka itulah momentum terbaiknya, sebab keberhasilan bukan sekedar hasil di dunia, tetapi harus bermakna di sisi Rabb dan kebahagiaan akhirat.  Setiap pencapaian  adalah  momentum terbaik seseorang  menurut Pencipta untuknya. Tidak masalah kapan kita mencapai, namun bermasalah ketika mencapai sesuatu dengan merendahkan orang lain.

Setiap orang berjalan dan berlari dalam garis perlombaan, jalur, pintasan atau garis waktunya sendiri. Kapan sampai di garis finish tergantung kecepatannya sendiri. Kecepatan itu tidak dapat disamakan dengan orang lain, apalagi dipaksa sama dengan orang yang lebih dahulu sampai. Itu artinya setiap orang hanya boleh membandingkan dirinya yang dulu dengan dirinya yang sekarang. Dirinya yang kemarin dengan dirinya hari ini. Apakah aku yang hari ini sama dengan aku yang kemarin, atau aku yang sekarang berbeda dengan aku yang dulu dalam hal positif.

Jika membandingkan diri dengan orang lain. Menurut perspektif zona waktu tidak relevan, karena alat pembandingnya berbeda, jika dipaksa menggunakan pembanding orang lain, menimbulkan stress, sakit hati, kecewa, putus asa, dan tidak bersyukur atas semua pencapaian. Orang lain bisa saja mungkin "kelihatan" lebih maju, lebih unggul, lebih hebat dari diri sendiri, karena ukuran, standard, episode hidup, rencana, qadha dan qadar Allah berbeda atasnya. Dengan alasan apapun tidak akan pernah bisa membandingkan diri dengan orang lain. Anda pun punya zona waktu tersendiri. Kita tidak cepat, dan tidak pula lambat atas waktu kita sendiri. Bahkan kita sangat tepat waktu dengan waktu kita sendiri. Setiap orang ada waktunya, setiap momentum pas pada waktunya.

Untuk itu, tidak pada tempatnya seseorang iri, dengki, hasat, dan sakit hati dengan pencapaian orang lain. Apalagi pencapaian itu berkaitan dengan aspek dunia yang fana, akan hancur, dan tidak dibawa mati. Iri yang dibolehkan syariat hanya iri melihat pencapaian ukhrawi seseorang. Kita boleh iri dengan ketaqwaan, keshalihan, kedermawanan, kejujuran, keistiqamahan dalam prinsip kebenaran dan idealisme diri, daya juang untuk meninggikan diennya, dan seabrek amalan akhirat lainnya. Iri terhadap aspek akhirat seseorang di samping dibolehkan syariat, juga dapat memotivasi diri untuk lebih baik, dan lebih baik lagi di sisi Pencipta. Maka perjuangan untuk meraih keberkahan Ilahi adalah upaya sungguh-sungguh tak pernah kenal lelah dan kata berhenti. Wallahu A'lam Bisshawab.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar