Follow Us @soratemplates

Senin, 27 Januari 2020

MENYIKAPI UJIAN DAN MUSIBAH

Ujian, musibah, dan azab merupakan tiga istilah yang sering didengar dan dikatakan banyak orang. Ketiganya memiliki persamaan dan perbedaan. Kesamaanya, menjadi titik balik kepada  Allah bagi orang-rang yang diselamatkan. Perbedaan  ujian, musibah, dan azab adalah ujian dan musibah hampir sama, sama-sama diberikan kepada orang yang beriman, taat kepada Allah, paling banyak diberikan kepada Nabi dan Rasul, dan orang-orang yang mengikuti jalan para Nabi dan Rasul.

Ujian dan musibah memiliki sedikit perbedaan, yaitu ujian diberikan Allah dalam bentuk menyenangkan (berupa nikmat, kelebihan harta, kecantikan, pangkat, dan kesuksesan) dan tidak menyenangkan. QS.Muhammad:31 "

Musibah adalah kesusahan, kesulitan, dan kesedihan yang tidak diinginkan, dan dibenci oleh jiwa, bertujuan mengampuni dosa hamba-hamba-Nya. QS. As-Shuro:30 "

Hadis Riwayat Muslim

Azab adalah siksaan yang diterima  manusia akibat kesalahan, dosa, dn maksiat. Termasuk siksaan yang diberikan kepada orang yang tidak beriman. QS. As-Sajdah:21 "

Menyikapi ujian dan musibah, atau pun azab sebaiknya disikapi dengan penuh keimanan (hati), bukan disikapi logika (otak) semata, apalagi perasaan (su'ur) negatif. Keimanan seseorang akan membimbing persepsi dan sikapnya bahwa ujian, musibah, atau azab (kejadian/peristiwa) apapun di muka bumi merupakan

Keimanan akan mengarahkan penilaian seseorang  bahwa setiap ujian, musibah, atau azab yang memilukan dan menyayat hati tidak pernah keluar dari Rahmat, Kasih sayang, dan Maha Adilnya Allah. 

Jika suatu kejadian pilu dipahami sebatas akibat dosa dan maksiat, maka orang akan memandang negatif (

Keimanan menentukan pemahaman seseorang bahwa tidak semua dosa dan maksiat yang dilakukan manusia diazab Allah di dunia. Hal ini penting untuk mematahkan argumentasi kaum sekuler liberalis  "Jika dosa dan maksiat mengundang azab, mengapa negara yang melegalkan dosa dan maksiat makin berkembang, maju, modern dan canggih,  atau mengapa orang yang banyak maksiat dan dosa makin kaya, makin sukses, atau makin senang? Keraguan ini dijawab Allah dalam QS. Al-An'am ayat 44 dan hadis nabi tentang istidraj.

Orang beriman akan menjadikan ujian dan musibah sebagai titik balik atau kembali kepada Allah, lebih dekat, lebih taat kepada Allah. Analogi kisah:

 

Sang mandor terus berusaha agar si pekerja mau menoleh ke atas, dilemparnya uang seribu, jatuh tepat di sebelah si pekerja. Si pekerja hanya memungut uang tersebut dan melanjutkan pekerjaannya. 

Sang mandor melemparkan uang seratus ribu  berharap si pekerja mau menengadah "sebentar saja" ke atas, tetapi si pekerja hanya lompat kegirangan dan kembali asyik bekerja. 

Pada akhirnya sang mandor melemparkan batu kecil tepat mengenai kepala si pekerja. Merasa kesakitan akhirnya si pekerja baru mau menoleh ke atas dan dapat berkomunikasi dengan sang mandor. 

Cerita tersebut sama dengan kehidupan kita, Allah selalu menyapa, merindukan, mencintai, ingin mendengar cerita dan keluh kesah, Allah sangat peduli pada hamba-Nya, tetapi kita selalu sibuk mengurusi "dunia" kita. Kita diberi rejeki sedikit atau banyak, sering lupa menengadah, bersyukur kepada-Nya. Kadang lupa rezki itu dari Allah. Kadang juga takabur dan ujub dengan semua pinjaman Allah.

Orang beriman menyikapi ujian dan musibah dengan totalitas aqidahnya. Muhasabah dan bertaubat adalah dua perbuatan yang mesti dilakukan dengan segera. Muhasabah digunakan untuk mengevaluasi secara menyeluruh terhadap kondisi keimanan, ibadah, dan akhlaknya selama ini. Jika belum optimal, masih ada aturan Allah yang masih dilanggar, baik dengan sengaja atau tidak. Hasil evaluasi digunakan  untuk bertaubat, dan berbenah, berubah ke arah lebih baik,  lebih shalih, lebih taat, dan lebih dekat kepada  Allah. Allahu A'lam Bissawab


Tidak ada komentar:

Posting Komentar