Follow Us @soratemplates

Kamis, 30 Juli 2020

BELAJAR ISTIQAMAH DARI ASIYAH BINTI MUZAHIM


Asiyah binti Muzahim, perempuan super hebat, cantik, taat, sangat sopan, santun, dan istiqamah. Keteguhan mempertahankan keimanan dan kebenaran, di tengah godaan harta dan kekuasaan imperium terbesar sejagat raya ketika itu.

Siapa yang tidak kenal dengan Fir'aun, seorang raja diraja, ternama. Mengendalikan kerajaan dengan kecanggihan teknologi di zamannya. Kira-kira perempuan mana yang tidak senang dan sejahtera bersuamikan seorang raja. Lengkap dengan kemilau kemewahan, kekayaan, gemerlap kehidupan kaum borjouis. 
.
Sebagai permaisuri raja diraja, Aisyah mampu menjaga iman, aqidah, dan ketaatannya pada Sang Pencipta. Ia tetap  sabar mendampingi suaminya, menjalankan kewajibannya sebagai istri, meskipun sang suami bertangan besi, dan mengklaim dirinya Tuhan, yang harus disembah seluruh rakyat.
.
Tidak tanggung-tanggung, ketaatannya Asiyah pada Allah Subhanahu Wata'ala. Ia besarkan seorang nabi di istana (Nabi Musa 'Alaihi Salam), meskipun harus menghadapi sikap paranoid suaminya. Membunuh setiap anak lelaki yang lahir, yang dikawatirkan kelak menghabisi hegemoni kekuasaannya sebagai Fir'aun.
.
Saking hebatnya Asiyah menghadapi sang suami yang dipanggil rakyat dengan “Yang Maha Mulia Tuhan Firaun.” Ia mampu memberikan argumentasi kuat dan meyakinkan sang raja, agar kehidupan Musa tetap berlanjut. Risalah tauhid tetap eksis di muka bumi. 

Dialah salah satu dari empat perempuan mulia dan terhebat sepanjang sejarah. Selain Maryam binti Imran, Khadijah binti Khuwailid, dan Fatimah binti Muhammad Shalallahu 'Alaihi Wasallam. Berharap cinta Allah semata. Tak ada yang lain.

Refleksi diriku, tidak terbayangkan, berada dalam posisi Asiyah. Hidup dalam gelimang kemewahan dan kekayaan, dan dikelilingi dayang-dayang. Semua keinginan  pasti terpenuhi. Bahkan berlibur ke negara lain mungkin jadi agenda rutin sang permaisuri. Belum lagi menikmati setiap pakaian, dan perhiasan mewah, demi prestise. Itu mungkin pemikiran wanita biasa seperti diriku.
.
Berbeda dengan Asiyah. Ia tetap mampu mempertahankan dan menjaga aqidah dan ketaatanya pada Allah Subhanahu Wata'ala. Meskipun dipaksa oleh Firaun, suaminya sendiri untuk mengakui Tuhan Fir'aun, dan menyembahnya sebagai Tuhan.

Mungkin bagi istri sepertiku, sangat dilematis. Terlalu sulit menentukan keberpihakkan, ikut suami sekaligus memyembahnya sebagai Tuhan, atau mengimani Allah sebagai Rabbnya dan mendukung ajaran Musa. Mendukung ajaran Tauhid yang diamanahkan Allah Subhanahu Wata'ala kepada Musa. Sungguh suatu pilihan yang sulit. Wanita lemah seperti aku, mungkin akan memilih suami, kekuasaan dan kemewahan dunia. 

"Ngapain capek-capek cari kekayaan dan kesenangan. Lagi pula raja diraja seperti Fir'aun, hanya satu-satunya sejagat raya ketika itu." 

Berbeda dengan Asiyah, ia tetap istiqamah, walaupun disiksa, diikat dengan besi kedua tangan dan kakinya, namun ia tetap mempertahankan aqidah yang diajarkan Musa  Alaihi Salam. 

Fir'aun tak henti-henti menganiaya dan menyiksa Asiyah karena aqidah atau keimanannya. Asiyah tetap sabar dan tabah. Dia tidak minta dilepaskan dan tunduk menyembah Fir’aun. Asiyah berdo’a pada Allah Subhanahu Wataala “ Ya Rabbku, bangunkan untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam syurga dan selamatkan aku dari Firaun dan perbuatannya, dan selamatkan aku dari kaum yang dzalim (QS. Surat At-Tahrim [66] ayat 11).
.
Asiyah tidak berpikiran pragmatis dan materialis seperti aku. Demi sedikit kesenangan kadang rela melepaskan prinsip kebenaran. Demi kenikmatan dunia yang setetes, aku rela meninggalkan aturan Allah Subhana Wata'ala. 
.
Kadang aku malu, banyak pengetahuanku, namun belum bisa sedikit mencontoh keistiqamahan Asiyah. Kadang aku gampang tergoda untuk melanggar hukum syariat demi meraih keinginanku. Aku kadang malas keluar dari zona nyaman,  mempertahan kuantitas dan kualitas ketaatanku yang apa adanya. Dengan argumentasi basi.

"Kelapa muda kupas-kupasin, kelapa tua tinggal batoknya. Ketika muda puas-puasin ketika tua tinggal taubatnya." 

Betapa bodohnya aku. Waktu berlalu, umurku hampir mendekati senja. Sedangkan aku masih menganggap remeh keberadaan iman, dan memandang remeh dosa.

Kadang, aqidah bagiku hanya orasi ilmiah di mimbar-mimbar keagamaan.
Padahal Aqidah itu sangat berharga dari dunia dan segala isinya. Iman itu mahal dari berlian dan permata. Istiqamah dalam iman, aqidah, dan ketaatan pada Pencipta itu adalah perjuangan penuh darah dan air mata.

Aku tidak mau keluar dari zona nyaman. Enggan sedikit berkorban untuk belajar Islam secara intensif, minimal dua jam seminggu. Mana tahu hatiku semakin tunduk dan khusyuk kepada Sang Khaliq.  

Aku sudah puas, jika aku sudah shalat, puasa, zakat, dan haji. Bahkan ibadah-ibadah itu aku cukupkan, dan anehnya aku sering lakukan secara terpaksa. Fatalnya, aku ingin setiap ibadah itu, aku siarkan ke semua orang. Agar orang di dunia ini tahu bahwa aku sudah melaksanakan ibadah. Bahkan aku merasa sudah sempurna menjalankan aturan Rabbku. 
.
Aku sering tidak peduli, Islam mengatur semua sisi kehidupan. Mulai dari urusan paling sepele sampai urusan paling kompleks dan fundamental dalam hidup.

Aku sering beranggapan orang berpakaian syar'i dan istiqamah dalam Islam, itu teroris, fundamentalis, ekstrimis, dan radikalis. Sebagaimana yang dipropagandakan orang lain kepadaku. 

Aku memiliki segudang impian semu. Aku ingin populer, top, terkenal, wanita karir, pangkat tinggi, memiliki seabrek gelar akademik, aktif di berbagai kegiatan, sehingga mendatangkan decak kagum orang lain. Aku sangat puas jika hal itu aku dapatkan.
.
Aku sedang belajar tentang pribadi Asiyah. Sosok perempuan agung tidak tergoda oleh kemewahan kerajaan Firaun. Ia tidak menjual aqidahnya dengan harga murah, dan menukar imannya dengan kesenangan kerajaan, dan tidak gentar membela kebenaran di hadapan Tirani Firaun yang dzalim. 

Inilah kisah wanita agung yang dijamin syurga oleh Allah. Darinya aku belajar istiqamah dengan aqidah dan iman, apapun yang terjadi. Darinya aku belajar bahwa raja bukan Tuhan, menentang kezaliman raja bukan berarti teroris, radikalis, fundamentalis, atau ekstrimis. Jika hal itu salah, Allah tidak akan  menjelaskannya dalam al-Qur'an. Terlalu besar instink survival dan insting mempertahankann diriku, di hadapan hawa nafsu.

Ya Rabb mudahkan aku mencontoh keistiqamahan Asiyah binti Muzahim. Hingga cara hidupku berubah dari hidup sekadar hidup lalu mati. Namun bagaimana hidupku mulia, dan matiku Husnul khatimah, aamiin. 

Ahad/ 5 Dzulhijjah 1441 H

Salam ukhuwah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar