Siapa yang tidak kenal
dengan Fir'aun, seorang raja diraja, ternama. Mengendalikan kerajaan
dengan kecanggihan teknologi di zamannya. Kira-kira perempuan mana yang
tidak senang dan sejahtera bersuamikan seorang raja. Lengkap dengan
kemilau kemewahan, kekayaan, gemerlap kehidupan kaum borjouis.
.
Sebagai
permaisuri raja diraja, Aisyah mampu menjaga iman, aqidah, dan
ketaatannya pada Sang Pencipta. Ia tetap sabar mendampingi suaminya,
menjalankan kewajibannya sebagai istri, meskipun sang suami bertangan
besi, dan mengklaim dirinya Tuhan, yang harus disembah seluruh rakyat.
.
Tidak
tanggung-tanggung, ketaatannya Asiyah pada Allah Subhanahu Wata'ala. Ia
besarkan seorang nabi di istana (Nabi Musa 'Alaihi Salam), meskipun
harus menghadapi sikap paranoid suaminya. Membunuh setiap anak lelaki
yang lahir, yang dikawatirkan kelak menghabisi hegemoni kekuasaannya
sebagai Fir'aun.
.
Saking hebatnya Asiyah menghadapi
sang suami yang dipanggil rakyat dengan “Yang Maha Mulia Tuhan Firaun.”
Ia mampu memberikan argumentasi kuat dan meyakinkan sang raja, agar
kehidupan Musa tetap berlanjut. Risalah tauhid tetap eksis di muka
bumi.
Dialah salah satu dari empat perempuan
mulia dan terhebat sepanjang sejarah. Selain Maryam binti Imran,
Khadijah binti Khuwailid, dan Fatimah binti Muhammad Shalallahu 'Alaihi
Wasallam. Berharap cinta Allah semata. Tak ada yang lain.
Refleksi
diriku, tidak terbayangkan, berada dalam posisi Asiyah. Hidup dalam
gelimang kemewahan dan kekayaan, dan dikelilingi dayang-dayang. Semua
keinginan pasti terpenuhi. Bahkan berlibur ke negara lain mungkin jadi
agenda rutin sang permaisuri. Belum lagi menikmati setiap pakaian, dan
perhiasan mewah, demi prestise. Itu mungkin pemikiran wanita biasa
seperti diriku.
.
Berbeda dengan Asiyah. Ia tetap
mampu mempertahankan dan menjaga aqidah dan ketaatanya pada Allah
Subhanahu Wata'ala. Meskipun dipaksa oleh Firaun, suaminya sendiri untuk
mengakui Tuhan Fir'aun, dan menyembahnya sebagai Tuhan.
Mungkin
bagi istri sepertiku, sangat dilematis. Terlalu sulit menentukan
keberpihakkan, ikut suami sekaligus memyembahnya sebagai Tuhan, atau
mengimani Allah sebagai Rabbnya dan mendukung ajaran Musa. Mendukung
ajaran Tauhid yang diamanahkan Allah Subhanahu Wata'ala kepada Musa.
Sungguh suatu pilihan yang sulit. Wanita lemah seperti aku, mungkin akan
memilih suami, kekuasaan dan kemewahan dunia.
"Ngapain
capek-capek cari kekayaan dan kesenangan. Lagi pula raja diraja seperti
Fir'aun, hanya satu-satunya sejagat raya ketika itu."
Berbeda
dengan Asiyah, ia tetap istiqamah, walaupun disiksa, diikat dengan besi
kedua tangan dan kakinya, namun ia tetap mempertahankan aqidah yang
diajarkan Musa Alaihi Salam.
Fir'aun tak
henti-henti menganiaya dan menyiksa Asiyah karena aqidah atau
keimanannya. Asiyah tetap sabar dan tabah. Dia tidak minta dilepaskan
dan tunduk menyembah Fir’aun. Asiyah berdo’a pada Allah Subhanahu
Wataala “ Ya Rabbku, bangunkan untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam
syurga dan selamatkan aku dari Firaun dan perbuatannya, dan selamatkan
aku dari kaum yang dzalim (QS. Surat At-Tahrim [66] ayat 11).
.
Asiyah
tidak berpikiran pragmatis dan materialis seperti aku. Demi sedikit
kesenangan kadang rela melepaskan prinsip kebenaran. Demi kenikmatan
dunia yang setetes, aku rela meninggalkan aturan Allah Subhana
Wata'ala.
.
Kadang aku malu, banyak pengetahuanku,
namun belum bisa sedikit mencontoh keistiqamahan Asiyah. Kadang aku
gampang tergoda untuk melanggar hukum syariat demi meraih keinginanku.
Aku kadang malas keluar dari zona nyaman, mempertahan kuantitas dan
kualitas ketaatanku yang apa adanya. Dengan argumentasi basi.
"Kelapa muda kupas-kupasin, kelapa tua tinggal batoknya. Ketika muda puas-puasin ketika tua tinggal taubatnya."
Betapa
bodohnya aku. Waktu berlalu, umurku hampir mendekati senja. Sedangkan
aku masih menganggap remeh keberadaan iman, dan memandang remeh dosa.
Kadang, aqidah bagiku hanya orasi ilmiah di mimbar-mimbar keagamaan.
Padahal
Aqidah itu sangat berharga dari dunia dan segala isinya. Iman itu mahal
dari berlian dan permata. Istiqamah dalam iman, aqidah, dan ketaatan
pada Pencipta itu adalah perjuangan penuh darah dan air mata.
Aku
tidak mau keluar dari zona nyaman. Enggan sedikit berkorban untuk
belajar Islam secara intensif, minimal dua jam seminggu. Mana tahu
hatiku semakin tunduk dan khusyuk kepada Sang Khaliq.
Aku
sudah puas, jika aku sudah shalat, puasa, zakat, dan haji. Bahkan
ibadah-ibadah itu aku cukupkan, dan anehnya aku sering lakukan secara
terpaksa. Fatalnya, aku ingin setiap ibadah itu, aku siarkan ke semua
orang. Agar orang di dunia ini tahu bahwa aku sudah melaksanakan ibadah.
Bahkan aku merasa sudah sempurna menjalankan aturan Rabbku.
.
Aku
sering tidak peduli, Islam mengatur semua sisi kehidupan. Mulai dari
urusan paling sepele sampai urusan paling kompleks dan fundamental dalam
hidup.
Aku sering beranggapan orang berpakaian
syar'i dan istiqamah dalam Islam, itu teroris, fundamentalis,
ekstrimis, dan radikalis. Sebagaimana yang dipropagandakan orang lain
kepadaku.
Aku memiliki segudang impian semu.
Aku ingin populer, top, terkenal, wanita karir, pangkat tinggi, memiliki
seabrek gelar akademik, aktif di berbagai kegiatan, sehingga
mendatangkan decak kagum orang lain. Aku sangat puas jika hal itu aku
dapatkan.
.
Aku sedang belajar tentang pribadi
Asiyah. Sosok perempuan agung tidak tergoda oleh kemewahan kerajaan
Firaun. Ia tidak menjual aqidahnya dengan harga murah, dan menukar
imannya dengan kesenangan kerajaan, dan tidak gentar membela kebenaran
di hadapan Tirani Firaun yang dzalim.
Inilah
kisah wanita agung yang dijamin syurga oleh Allah. Darinya aku belajar
istiqamah dengan aqidah dan iman, apapun yang terjadi. Darinya aku
belajar bahwa raja bukan Tuhan, menentang kezaliman raja bukan berarti
teroris, radikalis, fundamentalis, atau ekstrimis. Jika hal itu salah,
Allah tidak akan menjelaskannya dalam al-Qur'an. Terlalu besar instink
survival dan insting mempertahankann diriku, di hadapan hawa nafsu.
Ya
Rabb mudahkan aku mencontoh keistiqamahan Asiyah binti Muzahim. Hingga
cara hidupku berubah dari hidup sekadar hidup lalu mati. Namun bagaimana
hidupku mulia, dan matiku Husnul khatimah, aamiin.
Ahad/ 5 Dzulhijjah 1441 H
Salam ukhuwah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar