Follow Us @soratemplates

Senin, 21 Agustus 2023

MEMUNGUT ASA

Senin, Agustus 21, 2023 0 Comments

Sahabat…

Hidup ini sesungguhnya hanyalah perjalanan panjang dari satu pertemuan menuju perpisahan, dari satu anugerah menuju ujian, dari satu cahaya menuju cahaya yang lebih tinggi. Maka ketika aku menoleh ke belakang, melihat fragmen-fragmen yang telah kulalui, aku menemukan betapa banyak alasan untuk bersyukur. Ada nikmat yang nyata, ada nikmat yang tersembunyi; ada momen yang terasa manis, ada pula yang getir namun justru melahirkan hikmah. Betapa sering aku tenggelam dalam khayalan tentang apa yang belum kumiliki, hingga lalai mensyukuri apa yang telah Allah limpahkan. Padahal setiap hembus napas, setiap detak jantung, setiap langkah kecil yang masih bisa kulakukan—semuanya adalah karunia yang lebih besar daripada seribu impian yang belum tergapai.

Sahabat…
Tujuan hidup itu sejatinya jelas: kembali kepada Allah dengan hati yang tenang. Namun seringkali aku terperangkap oleh bayangan dunia, sibuk mengejar yang fana, terikat oleh hal-hal remeh yang sebenarnya tak akan pernah mampu menambah nilai di hadapan-Nya. Semangatku pun tak selalu stabil kadang muncul sekejap seperti percikan api, lalu padam kembali tertiup angin keraguan. Dan aku merasa betapa rapuhnya aku; betapa mudah aku kehilangan arah, padahal arah itu sudah Allah tanamkan dalam fitrah.

Sahabat…
Dari sisa-sisa semangat yang hampir hilang, aku belajar untuk tidak menyerah. Walau hanya secuil, ia tetap mampu menjadi pelita kecil yang menuntun langkah. Tiga tahun rutinitas yang menguras energi seolah merenggut momentum hidupku, namun kini aku mengerti: waktu yang hilang bukanlah sia-sia, melainkan ruang kosong yang Allah ciptakan untuk diisi dengan kesadaran baru. Dari jeda itu, aku belajar bahwa kehilangan momentum sejatinya adalah undangan untuk menemukan arah yang lebih benar.

Sahabat…
Pekan lalu aku pulang kampung, pulang kepada pangkal doa. Aku bertemu ayahku, satu-satunya orang tua yang masih Allah titipkan di dunia. Di hadapannya aku merasa kecil kembali, merasa ditopang oleh cinta yang tak pernah habis. Aku memohon maaf padanya, sekaligus memohon doa agar di Multazam namaku ia titipkan pada Allah. Dalam pelukan ayahku, aku sadar: doa orang tua adalah jembatan ruhani yang menghubungkan bumi dengan langit. Dari wajahnya yang renta, aku belajar lagi arti semangat; semangat yang lahir bukan dari ambisi, melainkan dari restu dan ridha.

Sahabat…
Hari ini aku kembali melangkah, Senin 21 Agustus 2023, dari kampung halaman menuju perantauan. Setiap perjalanan selalu menghadirkan ujian kecil, seperti oleh-oleh ringan yang terpaksa masuk bagasi dengan biaya tak terduga. Mungkin itu sepele, tapi aku tahu, tiada yang sepele di mata Allah. Setiap peristiwa adalah isyarat, setiap kehilangan kecil adalah teguran lembut. Bukankah kesabaran itu justru teruji pada hal-hal yang tampak remeh? Bukankah hikmah itu sering bersembunyi dalam kejadian yang terlihat sederhana? Maka aku belajar menerimanya dengan ikhlas, karena pelajaran yang berharga memang kadang dibayar mahal.

Sahabat…
Demikianlah kisahku. Aku tak meminta banyak, hanya doa tulus darimu agar langkahku menuju Malang dimudahkan, urusanku diberkahi, dan perjuanganku disempurnakan. Sesungguhnya aku percaya, setiap langkah adalah titipan Allah, setiap keterlambatan adalah rencana-Nya, setiap kehilangan adalah cara-Nya membersihkan hatiku dari kelekatan dunia. Maka aku ingin terus berjalan, meski lambat, meski tertatih, dengan keyakinan bahwa ujung jalan ini hanyalah satu: kembali kepada-Nya dengan hati yang bersyukur.

Dan di titik inilah aku sadar, sahabatku: bahwa mengabadikan kenangan bukan berarti menggenggam masa lalu, melainkan menjadikannya cermin untuk mengenali diri. Bahwa semangat bukanlah api besar yang selalu menyala, melainkan bara kecil yang harus dijaga agar tak padam. Bahwa doa bukan sekadar kata yang melayang, melainkan jembatan menuju rahmat-Nya. Dan bahwa hidup, dengan segala fragmennya, sejatinya hanyalah madrasah agar kita mengerti: tiada yang lebih layak dirindu selain Allah, tiada yang lebih indah untuk disyukuri selain kasih sayang-Nya yang tak pernah berhenti.

Saudaramu

Darimis 


Jumat, 04 Agustus 2023

SPIRIT DAN MAKNA MERDEKA

Jumat, Agustus 04, 2023 0 Comments


Merdeka!
Merdeka!!
Merdeka!!!
Merdeka!!!!
Pekikan itu bukan sekadar gema yang bergema di udara. Ia adalah getaran jiwa, dentuman nurani, dan panggilan ruhani. Ia bukan sekadar kata, melainkan doa, janji, sekaligus sumpah.
Kemerdekaan yang sejati bukanlah sekadar bebas dari rantai penjajahan lahiriah. Ia lebih dalam dari itu, ia adalah kebebasan hati dari segala bentuk perbudakan selain kepada Allah. Sebab, betapa banyak manusia yang tampak merdeka tubuhnya, namun hatinya terbelenggu oleh dunia, hawa nafsu, dan ambisi yang mencekik jiwa.

Riwayat agung dari perang Qadisiyah menyinari kita. Ketika Rib’i bin Amir r.a. berdiri di hadapan Rustum, panglima Persia, ia tidak hanya membawa pedang, tetapi juga membawa risalah. Katanya: “Allah mengutus kami untuk memerdekakan manusia dari penghambaan manusia dengan manusia menuju penghambaan manusia kepada Rabb manusia, dari sempitnya dunia kepada kelapangannya, dari kezaliman agama-agama kepada keadilan Islam.”

Lihatlah, kemerdekaan yang sejati adalah ketika manusia kembali pada fitrah penciptaannya. Fitrah untuk menyembah hanya kepada Allah, untuk menundukkan diri hanya di hadapan-Nya, dan untuk merdeka dari segala yang berusaha menggantikan posisi-Nya dalam jiwa manusia.

Kemerdekaan bukan sekadar tercatat dalam naskah proklamasi. Ia harus hidup dalam diri, menyala dalam kesadaran, dan menjelma dalam amal. Bukan sekadar bendera yang dikibarkan, bukan pula seremonial tahunan, melainkan keadaan batin yang tegak dalam tauhid, iman, dan ihsan.

Merdeka adalah ketika engkau tidak lagi menjadi tawanan nafsumu sendiri. Merdeka adalah ketika engkau tidak lagi membelenggu sesama manusia dengan kuasa dan kepentingan. Merdeka adalah ketika engkau bisa menegakkan kebenaran meski harus melawan arus kebatilan.

Betapa banyak manusia terikat bukan oleh rantai besi, tetapi oleh cinta dunia yang berlebihan. Mereka tampak berjalan bebas, tetapi hakikatnya kaki mereka terkunci dalam jerat ambisi, tangan mereka terikat oleh syahwat, dan mata mereka tertutup oleh fatamorgana dunia. Maka, merdeka sejati adalah ketika engkau menjaga fitrahmu. Menjadi manusia yang merawat keaslian diri, menjadi hamba yang sadar akan penghambaannya. Sebab, hanya ketika engkau tunduk pada Allah, engkau akan lepas dari penghambaan terhadap selain-Nya.

Pemikiran merdeka, bukan berarti liar dalam liberalisme. Ekonomi merdeka, bukan berarti tunduk pada kapitalisme. Pemerintahan merdeka, bukan berarti tercerabut oleh sekularisme.
Penghambaan merdeka, bukan berarti tergelincir dalam politeisme.  Kemerdekaan itu bukanlah bebas sebebas-bebasnya tanpa arah. Tetapi bebas dengan kendali, bebas dengan makna, bebas untuk meniti jalan yang lurus. Inilah kebebasan yang membuat manusia mulia, bukan hina; tinggi, bukan rendah; lapang, bukan sempit.

Sebab hakikatnya, ketika engkau memilih jalan selain Allah, engkau kembali menjadi budak. Budak harta, budak jabatan, budak popularitas, budak nafsu. Padahal Allah telah  memuliakanmu untuk hanya menjadi hamba-Nya. Maka, apakah pantas seorang hamba Allah merendahkan diri di hadapan sesama makhluk?
Merdeka berarti berani melawan bukan hanya musuh lahir, tetapi juga musuh batin. Ia bukan hanya perjuangan di medan perang, tetapi juga jihad melawan hawa nafsu. Ia bukan hanya pekikan lantang di hadapan penjajah, tetapi juga bisikan sabar di dalam hati saat godaan syaitan mencoba menyesatkan. Merdeka adalah ketika engkau berdiri tegak di hadapan dunia, namun tetap sujud khusyuk di hadapan Allah. Merdeka adalah ketika engkau berani berkata “tidak” pada kebatilan, namun lembut berkata “ya” pada kebenaran. Merdeka adalah ketika engkau menolak perbudakan modern yang mengikat manusia dengan uang, jabatan, dan gengsi, lalu memilih jalan sederhana bersama ridha Allah.

Merdeka adalah jalan menuju kelapangan. Dari sempitnya dunia, menuju luasnya akhirat. Dari gelapnya kezaliman, menuju cahaya keadilan. Dari kerapuhan hidup yang sementara, menuju kekekalan hidup yang abadi. Inilah makna pekikan Merdeka! dalam pandangan seorang mukmin. Maka, pekikan Merdeka! bukanlah sekadar gema perjuangan masa lalu. Ia adalah doa abadi yang harus kita rawat hingga hari kiamat. Merdeka lahiriah dari penjajahan, merdeka batiniah dari perbudakan hawa nafsu. Sebab hanya dengan itu kita benar-benar merdeka menjadi hamba Allah yang sejati.