MENGABADIKAN KENANGAN
Mengabadikan kenangan merupakan ikhtiar melipat dan
menyimpan kisah dan waktu dalam lembaran hati, agar yang pernah singgah tidak
larut dalam debu fana. Ia bukan sekadar mengikat gambar pada kertas, bukan pula
sekadar melafalkan kisah dalam ingatan, melainkan menyimpan rapi setiap detik
sebagai mutiara yang berkilau di samudera jiwa.
Setiap kenangan adalah pesan Pencipta yang ditulis dengan
tinta rahasia. Ada yang ditorehkan lewat tawa, ada yang disembunyikan dalam
luka, ada pula yang dikirimkan melalui pertemuan dan perpisahan. Kadang warna
dan rasanya bisa manis atau pahit, indah atau getir, sejatinya hanyalah bahasa Rabb
untuk menuntun manusia mengenali dirinya sendiri untuk selanjutnya wahana
mengenal Pencipta.
Mengabadikan kenangan bukanlah keterikatan, melainkan
penyerahan. Bukan menggenggam masa lalu dengan cengkeram yang kaku, tetapi
merelakannya berjalan di sungai waktu, seraya tetap menjaga kilaunya dalam
bening kesadaran. Sebab yang terindah dari kenangan bukanlah bentuknya,
melainkan hikmah yang ditinggalkannya. Yang kita abadikan sejatinya bukan
peristiwa, tetapi cahaya makna yang menyertai peristiwa itu.
Kenangan ibarat cermin, di mana jiwa dapat menatap dirinya
dari masa yang telah berlalu. Dalam cermin itu kita melihat betapa segala yang
kita cintai hanyalah titipan, betapa yang kita miliki hanyalah pinjaman. Lalu
hati berbisik pelan: tiada yang abadi, kecuali Dia Yang Maha Abadi. Maka
mengabadikan kenangan adalah zikir yang tersembunyi, sebuah doa dalam diam,
agar yang pernah ada tetap menjadi cahaya yang menuntun langkah kembali kepada
Sang Pemilik Waktu.
Adakalanya, mengabadikan kenangan membuat kita menangis;
bukan karena ia hilang, melainkan karena ia terlalu indah untuk dilepas. Namun
air mata itu pun adalah bentuk syukur: bahwa Allah pernah menghadirkan momen
yang begitu berharga dalam perjalanan hidup. Syukur bahwa kita pernah mencicipi
kasih sayang, pernah merasakan kehilangan, pernah belajar tentang arti sabar.
Dan sesungguhnya, kenangan adalah taman ruhani. Di dalamnya
bunga-bunga doa mekar, meski musim telah berganti. Setiap pertemuan yang kita
abadikan menjadi pengingat tentang kasih-Nya, setiap perpisahan yang kita rawat
menjadi jalan pulang untuk menambatkan hati kepada-Nya.
Mengabadikan kenangan, pada akhirnya, adalah perjalanan ruh
menuju pemahaman terdalam: bahwa segala sesuatu di dunia hanyalah bayang-bayang
yang berlalu, dan hanya Allah yang tetap Ada tanpa pernah tiada. Maka, siapa
yang mengabadikan kenangan dengan kesadaran ilahi, sesungguhnya ia sedang
mengabadikan dirinya sendiri di sisi Allah dalam doa, dalam rindu, dalam cahaya
yang tak pernah padam.
Batusangkar, 14 Agustus 2024
