Rangkain bait syair mengungkapkan bahwa: Hidup
adalah panggung sandiwara. Para penulis cerita non-fiksi juga mengatakan
bahwa hidup adalah sebuah fiksi. Terurai dalam rangkaian cerita panjang, dijelaskan
dengan kalimat aktif atau pasif, memiliki alur, dan peran pemain yang beragam, baik
pemain yang baik (peran protagonis), pemain jahat (peran antagonis) maupun
pemain piguran. Peran tersebut berganti tergantung situasi, kondisi, kebutuhan, dan
tuntutan dan alur cerita itu sendiri. Semua peran tersebut mesti ada dalam
permainan, agar cerita yang dimainkan tidak terasa membosankan. Cerita terasa
seru jika ada pertentangan antara peran baik dan peran jahat, timbul dinamika,
ada perseteruan, dan akhirnya ada pemenang dan pihak yang kalah.
Hidup pun begitu, laksana
permainan, manusia memainkan peran sesuai dengan deskripsi tugas yang
diamanahkan kapadanya, setiap peran membutuhkan pemahaman, penguasaan, dan
penghayatan mendalam, sehingga peran yang
dimainkan dengan seprofesional mungkin, akan mendapatkan penghargaan atau apresiasi
tidak saja dari manusia tetapi juga dari
Allah SWT. Peran apapun yang dimainkan di panggung kehidupan, tidak ditentukan oleh tindakan pemain, tetapi
sangat ditentukan oleh cara membaca tindakan pemain dalam cerita itu. Cara
membaca tindakan pemain ditentukan oleh pengetahuan tentang peran dan alur
cerita, tanpa pengetahuan itu, kita hanya sekadar penonton pasif yang hanya sekadar
menonton, atau pemain hanya sekadar main. Akhirnya muncul ketidakjelasan peran
dan kekeliruan pemahaman terhadap cerita.
Selama ini, para pendidik selalu menasehati, agar anak
menyukai dan meniru pemain protagonis, sebaliknya anak di diminta membenci
dan menghindari perilaku pemain antagonis. Saya berpikir bahwa kedua peran itu memiliki alasan yang tak terbantahkan. Peran antagonis
sangat perlu untuk meniru cara sukses seseorang. Peran antagonis juga diperlukan
untuk kita belajar tentang penghalang menuju kesukssesan. Ada Penggangu yang selalu
berupaya mengahalangi setiap langkah kita menuju kebaikan, sehingga kita perlu
memikirkan strategi untuk menaklukkanya. Pemain antagonis sangat menghayati perannya, buktinya semuanya orang membenci tokoh
antagonis tanpa perlu berpikir atau merencanakannya lebih dahulu, kebencian pada
tokoh antagonis muncul spontanitas sebagai hasil dari dokrinasi bahwa kita wajib
mencontoh tokoh protagonis, baik di dunia nyata maupun dalam fiksi.
Di dunia ini kita adalah pemain dari peran
kita, kita benar-benar pemain, kita dintuntut untuk bermain sebaik-baiknya,
yaitu pemain yang menghayati peran dan berusaha menjadi pemain berkarakter,
artinya setiap dialog yang diungkapkan dari bahasa verbal dan nonverbal
benar-benar dikuasai cara dan maksudnya, tidak peduli kita pemain protagonis
atau pemain antagonis, dalam dunia film tidak ada peran kecil, yang ada hanya
aktor kecil. Dunia ini ada peran-peran itu, maka ketika telah mendapatkan
peran, maka terima dan bersyukurlah kepada Allah Swt yang telah mencasting peran
kita, bermainlah secara profesional, dan hayati peran yang didapatkan
dengan sempurna.
Iblis adalah pemain yang profesional, pemain
sangat berwatak, maka ada ungkapan berwatak iblis. Se-antaro jagat tidak ada
orang yang tidak kenal Iblis, sang pemain antagonis yang sangat berwatak, ini
suatu penghargaan terhadap iblis, karena kepiawaiannya memainkan perannya
sebagai Iblis. Kita mungkin berasumsi bahwa iblis adalah makhluk durhaka pada
Allah SWT, padahal mustahil sebagai makhluk durhaka kepada Tuhanya. Allah adalah
fungsi kekuasaan, Allah Yang Maha, tanpa kekuasaan yang tidak terbatas Dia
bukan Tuhan.Iblis adalah mahkluk yang sangat
patuh pada Allah, dia patuh untuk memainkan perannya sebagai tokoh antagonis, yang tanpaknya membangkang pada Tuhan,
padahal di hadapan Penguasa Tak Terbatas, sebagai makhluk tidak akan mampu
membangkang dalam arti sesungguhnya, kecuali dia casting untuk itu.
Iblis dicasting Allah untuk peran tersebut, karena Allah sebagai sebagai
sudradara Agung kehidupan, Maha Pengatur, iblis harus patuh pada Sang
Sudradara, untuk kepatuhanya itu, nanti di akhirat iblis mendapatkan hadiah,
yaitu kembali kerumahnya :NERAKA. Bukankah iblis diciptakan dari api, jadi ganjaran yang paling cocok bagi peran iblis
adalah neraka sebagai tempat tinggal yang nyaman dan menyenangkan untuk iblis.
Hidup
adalah panggung sandiwara, Al-qur’an mengatakan bahwa Hidup adalah
permainan dan senda gurau. Bermainlah secara profesional. Yakinlah
permainan baik akan dibalas oleh Allah dengan ganjaran kebaikan. Pemain protagonis
mendapatkan ganjaran sorga, dan pemain antagonis akan mendapatkan ganjaran
neraka. Kedua ganjaran tersebut sangat setimpal dengan peran yang dimainkan.
Bagi pemain protagonis ganjaran surga adalah ganjaran yang sangat diharapkan,
begitu pula ganjaran neraka bagi pemain antagonis. Seperti iblis, diberi
ganjaran neraka, justru jika diberi ganjaran surga dia merasa di neraka. Sebab
jika hati penuh kebencian apakah akan terasa nyaman di surga bersama
orang-orang yang penuh cinta, malah iblis akan merasa terasing dan dan tersisihkan. Memang penghuni surga tidak
mampu berbuat seperti itu, tapi iblis sendiri akan sadar diri bahwa dirinya
tidak pantas dan bergembira di sana. Buktinya, dulu ketika di surga iblis tidak
cukup gembira hidup bersama para malaikat, sehingga membujuk Adam dan Hawa
untuk keluar dari sana.
Bagi
iblis, neraka tempat yang nyaman, karena Allah Maha Mengetahui apa yang terbaik
bagi hamba-Nya, jadi kalau dijebloskan ke dalam neraka, jangan Shuuzdon kepada
Tuhan. Barbaiksangkalah, bahwa Dia ingin kita berada di tempat yang cocok,
jangan sibuk menghujat Tuhan karena kesalahan, tapi bersyukurlah,karena di sana
masih dapat terus melakukan apa yang selama ini biasa dilakukan terhadap hidup. Lagi pula tidak merubah keadaan,
apapun hujatan terhadap Tuhan, tidak akan merubah kenyataan bahwa Tuhan
tetaplah Tuhan.
Wallahu A'lam Bishawab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar