MERDEKA BELAJAR
Darimis
Sabtu, Maret 07, 2020
0 Comments
Sebuah buku menarik tentang merdeka belajar terdapat dalam
buku yang berjudul “Totto-chan: Gadis Cilik di Jendela. Penulis. Ditulis oleh
Tetsuko Kuroyanagi, Alih Bahasa Widya Kirana. Buku ini diterbitkan oleh PT. Gramedia Pustaka Utama, di Jakarta, tahun
2017, cetakan ke-24, dengan ketebalan buku 272 halaman.
Menurutku buku ini mendeskripsikan tentang merdeka belajar.
Ada beberapa catatan menarik, menggugah, dan bermakna terdapat dalam buku
tersebut. Misalnya ungkapan "Kau adalah anak yang sangat baik. Kau tahu
itu kan?" Ucapan Mr Kobayashi selalu terngiang-ngiang dan tertancap kuat
dalam benak Totto-chan. Gadis cilik itu tak pernah merasa dirinya bermasalah.
Ia selalu tampil penuh percaya diri.
Bentuk didikan positif yang dideskripsikan buku ini sangat
bagus dan menggugah para pendidik, termasuk aku yang faqir ilmu ini. Pantas
saja buku ini memperoleh banyak pujian. Sebuah buku yang diangkat dari kisah
nyata. Berisi pengalaman seorang gadis cilik di saat dia masih Sekolah Dasar.
Buku ini sangat menginspirasiku dan makin menguatkan keyakinanku tentang
urgensi menulis buku diary. Tatkala orang lain tidak ada waktu mendengarkan
curhatan, ada buku yang bisa menampung keluh kesah kita tanpa protes, tanpa
interupsi. Hanya saja kita yang kadang lelah menuliskan segunung peristwa di
dalamnya.
Pengalaman seorang anak ketika dia masih SD, ternyata begitu
berkesan, membekas, dan tersimpan kuat di alam ketidaksadaran seseorang hingga
dewasa. Pengalaman tersebut jika ditulis dengan detail, sistematis, atau runut
mampu menghipnotis pembaca hingga dapat mengubah paradigma jutaan orang,
terutama tentang konsep pendidikan. Tatkala seorang guru membuat suasana
pembelajaran yang menyenangkan tanpa harus membatasi kreativitas peserta didik
mereka.
Deskripsi detail susana, metode, dan semua proses
pembelajaran yang dikemukakan penulis buku ini, sepertinya yang menginspirasi
lahirnya sekolah-sekolah alam, sekolah terpadu, dan sekolah-sekolah berbasis
pengembangan karakter, sebagai ikon sekaligus orientasi pendidikan
Indonesia saat ini. Meskipun tidak
seeksplisit itu dituangkan oleh
pengarang dalam buku tersebut.
Buku itu menggambarkan secara gamblang pengalaman sang
penulis ketika bersekolah di Tomoe Gakuen. Sebuah gerbang pendidikan yang out
the box dalam memperlakukan secara positif dan menyenangkan setiap keunikan
setiap peserta didiknya.
Pada bagian suasana kelas penulis menceritakan suasana yang
amat berbeda. Dengan setting zaman perang dunia kedua menambah penasaran
peserta didik tentang pentingnya sejarah dalam timbulnya-tenggelamnya peradaban
manusia. Tidak sama dengan sekolah konvensional lainnya berbentuk tembok gedung
parmanen. Namun kreativitas para pendiri sekolah menyulap bekas gerbong
kereta menjadi ruangan belajar yang
menyasikkan dan menyenangkan.
Peserta didik tidak diharuskan duduk di satu kursi tetap
setiap hari. Peserta didik boleh memilih tempat duduk sesuai dengan mood dan
keinginannya yang memang cenderung berubah setiap saat. Bahkan peserta didik
tidak terlalu larut dalam duka ketika ada temannya meninggal dunia, sebab
peserta didik tidak dihadapkan dengan bangku yang tiba-tiba kosong.
Peserta didik dibebaskan oleh kepala sekolah untuk memulai
pelajaran apa hari itu. Kadang peserta didik belajar menggambar. Peserta didik
dibolehkan mencoret-coret lantai aula sampai mereka puas. Setelah puas mereka
harus menghapusnya sampai bersih. Kadang rasa lelah yang muncul ketika
membersihkan lantai tidak menyurutkan minat mencoret lantas. Pelajaran ini
sekaligus mendidik peserta didik untuk tidak mencoret sembarang tempat.
Di sekolah ini sista tidak diharuskan mengenakan pakaian
seragam.Hal yang membuat penulis terkesan, mereka diharuskan mengenakan pakaian
terjeleknya. Agar peserta didik bebas mengeksplorasi berbagai hal, tanpa kawatir dimarahi ketika
baju yang digunakan ke sekolah menjadi sobek, rusak, kotot, kena cat. Penulis
sering pulang ke rumah dalam kondisi baju sobek, bahkan hingga dalaman. Namun
mamanya tidak pernah marah.
Totto-chan merupakan salah satu siswa yang beruntung sekolah
di Tomoe. Dia tidak pernah tahu mengapa sekolah itu yang dipilihkan mamanya,
ketika dia di DO dulu. Mamanya hanya menyarankan sekolah kamu pindah ya? Tanpa
perlu penjelasan “bahwa dia dikeluarkan dari sekolah dulu karena nakal. Cap
nakal pada anak akan membuat anak depresi,
rendah diri, tidak percaya diri, kurang mau berprestasi. Meskipun
kemampuannya hebat. Dia mengakui, mamanya memang hebat. Jauh sebelum
berkembang.
Padahal anak seusia dia, di sekolah dasar belum tahu menahu
tentang konsep nakal. Meskipun sebagian guru memberi label ‘nakal’ terhadap
anak yang sedikit kreatif, senang mengeksplorasi alam, dan terkesan memilih
cara berbeda dari teman-temannya. Pernah suatu hari, ketika pelajaran sedang
berlangsung dia sengaja mendekati jendela, memandang ke luar, berbicara dengan
burung-burung, “Engkau sedang apa?” hanya untuk memuaskan rasa ingin tahunya
tentang burung-burung. Namun guru tidak pernah menghardik, membentak, dan
memarahi di hadapan teman-temannya.
Pernah juga suatu hari, ketika sedang belajar dia memanggil
pemusik jalanan,sing agar memperdengarkan lagunya. Hal ini membuat kelas
menjadi gaduh dan bising. Namun guru membiarkan. Kemudian dia duduk, membuat
suara berisik dengan membuka dan menutup laci meja ratusan kali, untuk
memasukkan dan mengeluarkan alat-alat tulis. Sang guru tidak bisa menyalahkan,
karena sebelumnya semua guru mengatakan “Kalian semua hanya boleh membuka dan
menutup laci saat mengeluarkan atau memasukkan peralatan belajar.”Dia hanya
melakukan itu. Padahal di sekolah lain, tatkala dia melakukan hal yang sama,
peserta didik yang lain gaduh, guru pun tidak tahan, ibunya di panggil, dan
Totto-chan harus mencari sekolah lain.
Dia sangat beruntung dimasukkan ibunya ke Tomoe Gakuen.
Sekolah yang didirikan oleh seorang pakar pendidikan Jepang, Mr. Sosaku
Kobayasi yang menerapkan konsep “Merdeka Belajar” Istilah yang dipakai Bapak
Nadiem Makarim. Seorang kepala sekolah yang sangat disayangi dan dikagumi
Totto-chan. Ucapan kepala sekolah yang selalu membesarkan hati semua peserta
didiknya adalah “Kau adalah anak yang sangat baik. Kau tahu itu khan?”
Ucapan membesarkan hati itu memberi rasa percaya diri pada
semua peserta didiknya. Totto-chan tidak merasa dia nakal, bahkan berbagai
kelakuan yang tidak lazim yang dilakukan peserta didik, tidak sedikitpun
dicela. Misalnya suatu hari dia menjatuhkan dompet kesayangannya ke penampungan
kotoran. Totto-chan mengaduk tumpukan
kotoran itu hingga berantakkkan. Kepala sekolah tidak memarahinya, hanya
bilang, “Kau akan mengambalikan semuanya seperti semula, kan? Dan itu yang
akhirnya dilakukan Totto-chan, mengembalikan dompet seperti semula. Walau untuk
hal itu dia harus berjuang keras.
Untuk melatih rasa percaya diri peserta didik di sekolah
ini. Peserta didik harus membawa bekal dua jenis makanan yang disebut kepala
sekolah. Satu makanan yang berasal dari laut, dan satu makanan yang berasal
dari gunung. Di sela-sela acara makan bersama di aula, akan ada anak yang
dipergilirkan setiap hari untuk meaju dan bercerita tentang apa saja di depan
kelas. Hal ini sangat seru, anak-anak boleh cerita semampunya, peserta didik
yang lain sangat menghargai, bertepuk tangan.
Sekolah ini semacam sekolah alam. Peserta didik belajar
langsung praktik di alam. Misalnya peserta didik di ajak ke makam pahlawan.
Walau jauh berjalan, Totto-chan dan teman-temannya amat senang dan bersemangat.
Mereka diajarkan menghargai setiap perjuangan, dan perjuangan orang lain.
Suatu ketika kepala sekolah memanggil petani. Dia menjadi
guru pertanian mengajarkan peserta didik cara bercocok tanam. Mereka juga
diajarkan menghargai makanan. Menghargai jasa dan usaha para petani. Menjelang
liburan datang mereka diajak menginap bersama di tempat-tempat terindah di
alam, sehingga setiap peserta didik merasakan kedekatan dan keakraban dengan
teman-temanya dan tahu bagaimana memperlakukan orang lain.
Totto-chan sangat menikmati suasana pembelajaran bersama
teman-temanya di Tomuo-Gakuen. Temannya banyak, di antaranya Yasuaki Yamamoto,
Akira Takahashi, Miyo Kaneko, Sakko Matsuyama, Taiji Yamanouchi, Kunio Oe,
Kazuo Amadera, Aiko Saisho, Keiko Aoki, Yoichi Migita, dan Miyazaki. Kelak,
mereka menjadi orang sukses semua.
Sayang sekali, sekolah alam Tomoe Gakuen yang dibangun tahun
1937 tersebut tidak berumur panjang. Sekolah hebat tersebut hancur akibat bom
Amerika pada Perang Pasifik 1945, karena dibangun atas biaya sendiri, tidak
mudah bagi Mr. Kobayashi untuk membangun kembai. Buku ini terbit pertama kali
tahun 1981. Sebuah novel yang terdiri 63 bab pendek. Buku ini sudah
diterjemahkan dalam puluhan bahasa di
dunia dan dibaca puluhan juta orang, karena sangat inspiratif.
Dari sekian bab buku tersebut, satu bab yang kurang pas
untuk konteks budaya Indonesia, apalagi masyarakat Islam. Yakni ketika
anak-anak kelas 1 Tomoe dibiarkan berenang dengan bugil. Dengan argumentasi
kepala sekolah agar peserta didik dapat
menghilangkan rasa minder, dan meyakinkan peserta didik, mereka sama saja,
bahka anak yang kekurangan fisik tidak lagi merasa malu dan rendah diri dengan
terbiasa mandi telanjang dengan teman-temannya.
Batusangkar, 07 Maret 2020