Follow Us @soratemplates

Rabu, 30 September 2020

POTENSI KEHIDUPAN

Rabu, September 30, 2020 0 Comments


Setiap manusia lahir ke dunia, dilengkapi berbagai potensi hidup yang amat  berharga.   Agar hidup menjadi hidup dan bermakna. Potensi hidup tersebut  membuat manusia mampu menjalani dan mengelola kegiatan. Dengan potensi itu pula manusia melakukan semua perbuatan dan aktivitasnya. Tentu saja aktivitas tersebut senantiasa menggunakan standar aturan Allah Subhanahu Wata'ala yang paripurna. 


Manusia memilikil potensi yang sama dengan makhluk hidup di lainnya. Potensi tersebut mendorong manusia melakukan berbagai aktivitas dalam rangka memenuhi kebutuhan jasmani dan mengelola naluri berbasiskan aturan Allah Subhanahu Wata'ala.


Manusia adalah hamba Allah ('abdullah), bukan hamba harta, bukan pula hamba tahta dan hamba dunia. Penghayatan tentang status sebagai hamba Allah akan memunculkan kesadaran,  bahwa hidup untuk menyembah Allah semata. 


Manusia ada bukan sekadar ada. Tapi ada untuk mengabdi pada Yang Kuasa. Berikhtiar sekuat tenaga, menjadi hamba taat dan bertaqwa. Mengumpulkan pahala sebanyak-banyaknya, untuk bahagia di akhirat sana. 


Hidup manusia bukan acak tak terencana. Lahir ke dunia, bukan untuk berbuat sekehendaknya.  Bukan pula hidup suka-suka. Kemudian meninggal dunia. Habis semua perkara. Tetapi hidup untuk beribadah, mengabdi seutuhnya. Bermanfaat untuk agama dan umat manusia. Kemudian kembali kepada Allah Subhanahu Wata'ala, mempertanggungjawabkan semua perbuatan kepada Pencipta. 


Kategori Potensi Manusia

Pencapaian visi hidup tidak semudah membalikkan telapak tangan. Perlu perencanaan,  keras keras dan perjuangan. Untuk itu, Allah Subhanahu Wata'ala menganugerahkan potensi hidup, yaitu  potensi bawaan, dan potensi bentukkan. 


A. Potensi Bawaan


Potensi bawaan, artinya potensi hidup yang dibawa semenjak lahir. Diciptakan Allah Subhanahu Wata'ala dengan sedemikian rupa sebelum manusia dilahirkan. Potensi ini dianugerahkan Allah  satau paket dengan ketentuan rezeki, umur, ajal dan pertemuan. 


Macam-macam Potensi Bawaan


1. Kebutuhan Jasmani (Hajatul 'Udhawiyah)


Setiap manusia memiliki kebutuhan jasmani (hajatul 'udhawiyah). Menusia memiliki kebutuhan fisik, agar bisa berdiri, tumbuh, berkembang, menjadi besar, dan mampu berdikari dan mandiri. 


Kebutuhan jasmani adalah segala sesuatu yang dibutuhkan oleh tubuh manusia, karena manusia terdiri dari sel-sel yang butuh pasokan nutrisi, oksigen, dan istirahat.  Jadi, kebutuhan jasmani adalah kebutuhan yang lahir dari kerja struktur organ tubuh manusia. 


Organ tersebut butuh keadaaan tidur, istirahat, suhu, dan kondisi tertentu. Organ itu juga butuh benda, seperti makan, minum, dan udara atau oksigen. Organ juga butuh aktivitas seperti makan, bernafas, dan membuang kotoran. Jika kebutuhan jasmani tidak terpenuhi menyebabkan kerusakan diri dan kematian. 


Secara fisik manusia memiliki berbagai sel, bentuk, warna dan tugas berbeda. Menurut para ahli neurologi manusia memiliki lebih dari 200 juta sel. Setiap sel terdiri dari membran (dinding sel) dan nukleus (inti sel) yang dikelilingi sitoplasma. Sitoplasma mengelilingi inti sel terdiri dari beberapa kromosom. Terdapat 46 kromosom dalam sel sperma laki-laki dan sel telur perempuan. 


Kebutuhan jasmani dimanifestasikan dalam bentuk makan, minum, berkeringat, buang air kecil dan besar, tidur, istirahat, dan bernafas setiap saat. Jasmani manusia tumbuh menjadi besar dan berkembang baik kuantitas dan kualitasnya. Jasmani juga mengalami perubahan baik peningkatan atau penurunan. Saat tertentu jasmani letih, lelah, mengantuk, lapar, dan haus. Bahkan pada saatnya tiba kinerja jasmani akan berhenti, ketika nyawa (sirrul hayah) diambil oleh Allah Subhanahu Wata'ala. 


Jasmani menghendaki pemenuhan kebutuhan, ketika ada rangsangan dari dalam diri, berupa sinyal-sinyal yang dikirim otak ke seluruh tubuh dalam bentuk reaksi emosi (perasaan). Seperti rasa lapar, haus, lelah, mengantuk dan ingin mengeluarkan sesuatu dari dalam diri. Jika kebutuhan jasmani tidak dipenuhi mengakibatkan kerusakan diri dan bisa menimbulkan kematian, atau sirna di permukaan bumi.


2. Naluri (Gharizah)


Di samping kebutuhan jasmani, manusia memiliki gharizah atau naluri (instink). Terdapat tiga naluri pada diri manusia, yaitu (a) naluri beragama (gharizah tadayun), (b) naluri melanjutkan keturunan (gharizah na'u) dan (c) naluri untuk mempertahankan diri (gharizah baqo'). 


Gharizah muncul akibat rangsangan dari luar, berupa fakta, realita, dan pemikiran tentang sesuatu terkait dengan salah satu gharizah. Gharizah ini perlu dikelola dengan seksama, menggunakan akal dan agama (syarak). Jika gharizah ini tidak terpenuhi tidak akan menimbulkan kerusakan diri dan kematian, tetapi hanya mendatangkan kegelisahan dan penderitaan.


2.1. Naluri Beragama (Gharizah Tadayun)


Naluri beragama adalah naluri untuk mengagungkan, mensucikan, dan memuliakan sesuatu di luar diri. Ada perasaan diri lemah, tidak berdaya, terbatas, kurang, kosong , dan tidak berarti. Perasaan tidak berdaya ini membutuhkan suatu kekuatan di luar dirinya. Itulah Pencipta dan Pengatur Kehidupan.


Naluri beragama perlu dikelola, dengan cara terbaik dan benar menurut syarak. Oleh karenanya, seorang mukmin memenuhi tuntutan naluri ini dengan mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu Wata'ala, mengagungkan Allah, melakukan shalat, berpuasa,membayar zakat, melaksanakan amalan-amalan sunnah, seperti shalat tahajjud, dhuha, membaca al-Qur'an dan lain-lain. Naluri beragama ini dikemukakan Allah dalam QS. Az-Zumar ayat 8:


"Dan apabila manusia ditimpa kesusahan, maka ia memohon kepada Rabbnya dengan kembali kepada-Nya."


Kembali kepada Allah, artinya memohon perlindungan dan keselamatan dari segala kesusahan dan penderitaan.Seorang mukmin mengungkapkan semua kisah, suka-duka, kesulitan dan deritanya kepada Sang pencipta. Menumpahkan seluruh rasa, curhat, dan mengadu kepada Allah Subhanahu Wata'ala. Hal ini adalah fakta kongkrit bahwa manusia memiliki naluri beragama.


Tidak hanya manusia yang memiliki gharizah tadayun, binatang pun memiliki gharizah ini, dengan cara mensucikan atau bertasbih kepada Allah Subhanahu wata'ala sesuai dengan kapasitas, cara, dan tabiatnya binatang.  


Binatang saja bertasbih kepada Allah dengan caranya sendiri. Lantas, alasan apa sebenarnya yang membuat diri ini enggan mendekatkan diri kepada Allah (bertaqarrub ilallah)?. Bahkan orang yang mengklaim dirinya tidak beragama  (Atheis) sekalipun, pada waktu tertentu,misalnya dalam kondiri kritis, goncang dan menakutkan, secara otomatis akan memanggil sesuatu yang ditaqdiskan, dengan kata "Oh My God


Jika ditelusuri secara mendalam. Orang-orang yang tidak mengakui adanya Pencipta atau 'Tuhan" sebenarnya tidak benar-benar mengakui tidak adanya Pencipta, tetapi ego mereka terlalu tinggi dan terlihat terlalu sombong untuk mengakui Pencipta. Padahal faktanya mereka sedang mengalihkan pengagungan kepada selain yang mereka sbut Tuhan. Misalnya orang-orang berpengaruh, atau mengagungkan akal mereka sendiri, tanpa mereka sadari. Bagaimanapun naluri beragama akan tetap menghendaki pemenuhan kebutuhan. Manusia tidak kuasa menolak kebutuhan tersebut.


2.2. Naluri Melestarikan Jenis (Gharizah Na'u)


Gharizah Na'u adalah keinginan untuk merasa dekat dan akrab dengan manusia lain, baik orang tua, anak, suami atau istri, sahabat ataupun teman. Manifestasi naluri ini adalah adanya rasa cinta, kasih sayang, dekat, peduli pada lawan jenis, pada suami atau istri, anak, dan orang tua. Hal ini terdapat dalam al-Qur'an Surat al-Baqarah ayat 124:


"Dan ingatlah apabila Ibrahim  diuji Rabbnya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan) lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman Sesungguhnya Aku aku akan menjadikan kamu imam bagi seluruh manusia. Ibrahim berkata dan saya mohon juga keturunan saya. Allah berfirman janji-Ku tidak akan mengenai orang-orang yang dzalim."


Selanjutnya dalam surat Yusuf ayat 24:


"Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu dengan Yusuf dan Yusuf pun bermaksud melakukannya) dengan wanita itu, seandainya dia tidak melihat tanda-tanda (dari) Rabbnya."


Begitu juga kecintaan terhadap keturunan, anak, suami, istri, orang tua, kerabat, dan teman, menjadi bukti adanya naluri melestarikan jenis. Begitu juga adanya syahwat  kepada lawan jenis membuktikan adanya naluri seksual ini.


2.3. Naluri Mempertahankan Diri (Gharizah Baqo')

 

Gharizah Baqo' adalah keinginan untuk mempertahankan diri, bertahan hidup, dan eksis di tengah-tengah masyarakat. Manifestasi dari naluri ini adalah adanya perasaan tidak percaya diri jika diri ada kekurangan diri, dan adanya ungkapan  suasana hati seperti menangis, galau, dan marah, kecewa, dan sebagainya. 


Di samping itu, manusia memiliki keinginan untuk eksis dan narsis. Seperti obsesi seseorang mengikuti berbagai life style, fashion, trend kekinian, ingin tampil cantik menarik, dan menawan. Berbagai upaya dilakukan, mulai dari skin care, senam, erobik, salon dan perawatan kecantikan. Kadang menghabiskan uang yang tidak sedikit. Naluri mempertahankan diri terdapat juga pada makhluk lain, seperti ayam marah anaknya diganggu, kucing mengeong ketika lapar, atau monyet ribut ketika mengambil buah-buahan di kebun manusia, lebah atau binatang lain membuat sarang di pohon kayu untuk berlindung. Dalam QS. An-Nahl ayat 68 dikemukakan:


"Dan Rabbmu mengilhamkan kepada lebah. Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pokok-pokok kayu dan tempat-tempat  yang dibuat manusia."


Ayat ini menjelaskan bahwa manusia dan binatang seperti lebah diberi potensi oleh Allah Subhanahu Wata'ala untuk membangun tempat tinggal agar dapat melindungi dari serangan makhluk lain, udara buruk, iklim, dan gangguan lainnya.


Perbedaan Kebutuhan Jasmani dan Gharizah


a. Aspek Rangsangan: 

Kebutuhan jasmani berasal dari dalam diri manusia, sementara gharizah berasal dari luar diri manusia, yaitu datang dari realitas, rangsangan dan pemikiran.


b. Aspek pemenuhan:

Kebutuhan jasmani menghendaki segera dipenuhi, sedangkan gharizah bisa ditunda. 


c. Jika tidak dipenuhi:

Kebutuhan jasmani jika tidak dipenuhi menimbulkan kerusakan jasmani, membahayakan jiwa, bahkan kematian. Sedangkan gharizah jika tidak dipenuhi hanya menimbulkan kegelisahan saja.


Semua perbuatan yang dilakukan manusia di dunia ini, tidak terlepas dari cara manusia memenuhi kebutuhan jasmani, dan memenuhi rangsangan naluri. Sebut saja semua kegiatan, aktivitas atau perbuatan, maka semua kegiatan tersebut dikategorikan untuk memenuhi kebutuhan jasmani, atau memenuhi naluri. 


Naluri tidak dibunuh atau dihancurkan tetapi dapat ditekan dan dialihkan. Perlu ada kompensasi dengan cara menjauhkan, atau mengalihkan realitas, fakta, kejadian atau pemikiran, yang bisa menstimuli atau membangkitkan naluri tersebut.


Mengalihkan naluri harus sesuai syariat. Seperti hadist Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam

"Wahai pemuda, siapa di antara kalian yang telah mampu berumah tangga, maka menikahlah. Sebab menikah itu dapat menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan. Namun siapa yang tidak mampu maka hendaklah berpuasa, sebab puasa itu dapat melindungi (benteng)" (HR. Bukhari). 


B. POTENSI BENTUKKAN (AKAL)


Potensi bentukan artinya potensi kehidupan yang diperoleh melalui proses belajar atau pendidikan. Bersifat eksternal, didapatkan dari luar diri, berdinamika, sejalan dengan perkembangan  informasi, berpikir, dan kebenaran informasi yang didapatkan. Manusia harus jeli dan teliti mencari dan menerima informasi yang benar. Potensi  bentukkan ini adalah akal.


Akal adalah potensi dan keistimewaan yang diberikan Allah pada manusia. Akal memiliki kemampuan mengaitkan fakta dengan informasi sebelumnya, sehingga lahir penafsiran, kesimpulan, keputusan dan sebagainya. 


Akal berbeda dengan otak. Makna hakiki dari akal ialah berpikir. Meski hewan memiliki otak, tapi ia tidak berakal atau berpikir.  Keberadaan otak saja tidak cukup mewujudkan aktivitas atau proses berpikir, tapi diperlukan komponen lain. Makanya terdapat empat komponen dalam berpikir: (1) fakta atau realitas, (2) indera, (3) otak, dan (4) informasi sebelumnya yang tersimpan di otak.


Akal adalah potensi khas manusia. Akal yang membuat manusia mampu mengerti dan memahami hukum syara’ dan mengikatkan diri pada hukum syark tersebut. Akal berfungsi sebagai pengontrol bagi manusia ketika memenuhi kebutuhan jasmani dan naluri. Sebagai alat kontrol, akal harus tunduk dan patuh pada wahyu Ilahi. Jangan terbalik, akal digunakan untuk mengotak-atik wahyu Ilahi, sehingga mencari cara agar wahyu harus sesuai dengan akal. 


Manusia adalah makhluk paling utama, bahkan lebih utama dari malaikat. Keutamaan manusia terletak pada akalnya. Akal yang telah mengangkat kedudukan manusia lebih tinggi dari malaikat, yang menyebabkan para malaikat tunduk kepada Nabi Adam 'Alaihi Salam, dengan kemampuan akalnya dia mampu menghafal nama-nama atas kehendak Allah Subhanahu Wata'ala.


Definisi Akal


Akal ('aql), pemikiran (fikr), dan kesadaran (al-idrak) adalah sama, yaitu proses pemindahan penginderaan terhadap fakta melalui panca indera ke dalam otak, yang disertai adanya informasi terdahulu, yang akan digunakan untuk menafsirkan fakta tersebut. 


Pemikiran atau akal tidak akan terbentuk tanpa ada fakta. Pengetahuan yang tidak ada faktanya hanyalah kayalan atau ilusi, atau imajinasi. Artinya fakta adalah asas pemikiran, sedang pemikiran adalah pengungkapan atau penilaian terhadap fakta. Tanpa ada fakta tidak ada proses pemikiran. 


Kecepatan berpikir terletak pada kecepatan pemindahan fakta ke dalam otak, dan kecepatan dalam mengaitkan fakta tersebut dengan informasi sebelumnya (ma’lumat sabiqoh), yang tersimpan di dalam otak. Kemudian informasi sebelumnya digunakan untuk menjustifikasi fakta tersebut, hingga menghasilkan respon berupa kesimpulan, keputusan, dan tindakan.


Berpikir merupakan perkara alamiah dalam diri manusia. Hanya saja aktivitasnya membutuhkan penyengajaan. Berpikir membutuhkan pengamatan cermat terhadap fakta. Pencermatan ini sangat diperlukan di awal berpikir, agar mampu menghasilkan kesimpulan yang cermat pula. Ketidakcermatan pengamatan maka akan melahirkan kesimpulan keliru. Maka dibutuhkan pengamatan berulang kali terhadap fakta, butuh banyak informasi tentang fakta, fakta harus valid bukan hoax, sehingga menghasilkan analisis yang memadai.


Ada tiga macam berpikir, yaitu (1) berpikir dangkal, (2) berpikir mendalam, dan (3) berpikir cemerlang (ini tidak diuraikan sahabat, kawatir terlalu panjang artikelnya). Pada kasus tertentu kita perlu berpikir cepat. Berpikir cepat tidak berarti menafikan berpikir mendalam  dan berpikir cemerlang. Ia hanya menafikan berpikir lambat. Sebab, dalam aktivitas berpikir cepat sering kali disertai dengan berpikir mendalam dan cemerlang. Berpikir cepat pada sebagian orang adalah proses alami, yang sudah melalui pembiasaan dalam berpikir mendalam dan cemerlang.


Aktivitas yang membutuhkan berpikir mendalam dan cemerlang contohnya berpikir tentang keberadaan (eksistensi Allah) dan sifat-sifat Allah Subhanahu Wata'ala. Dalam hal ini berpikir mendalam dan cemerlang diperlukan agar aktivitas berpikir mendatangkan manfaat dunia akhirat, menyelamatkan aqidah dari pengaruh tahayul, bid'ah, dan khurafat (TBC), sekaligus dapat menghemat waktu untuk taat totalitas kepada Allah Subhanahu Wata'ala. 


Soalnya ada manusia yang malas berpikir tentang eksistensi dan sifat-sifat Allah, enggan keluar dari zona nyaman, tidak mau keluar dari kondisi aman, sehingga dari hari kehari cara beragamanya tidak berubah. Misalnya nyaman tidak mengkaji ayat-ayat Allah, nyaman shalat terlambat, nyaman dengan besarnya dosa riba, nyaman mengghibah saudara seiman, dan merasa lega membicarakan keburukan orang lain. 


Akan berbeda ketika berpikir dan mengamati segala yang ada di dunia in. Kita senang berpikir tentang hakikat hidup, hakikat alam semesta, dan segala sesuatu yang ada di dunia ini. Hasil pemikiran itu, insyaa Allah akan mengantarkan kita pada kesimpulan bahwa di balik alam semesta, manusia dan hidup, terdapat Sang Pencipta. Allah Subhanahu Wata'ala menciptakan akal agar manusia mau mempergunakannya untuk menemukan dan memperkuat keimanan kepada-Nya.


Pemikiran mendalam dan cemerlang mengantarkan kita pada pemahaman, bahwa  segala sesuatu yang dapat dijangkau oleh akal, hanyalah manusia, alam semesta dan kehidupan. Sementara segala sesuatu yang gaib tidak dapat dijangkau akal, walaupun dipaksakan sekuat tenaga, akal manusia tidak akan mampu menjangkaunya. Sebab akal manusia amat terbatas. Untuk beriman kepada yang tidak terjangkau akal (gaib) maka kita harus mempergunakan nash dari al-Qur'an dan hadits Nabi. 


Berpikir tentang manusia berarti kita berpikir tentang wujud fisik, organ tubuh, sel-sel, sifat, kepribadian, potensi, dan perilaku manusia. Berpikir tentang alam semesta berarti berpikir tentang segala hal yang ada di sekitar manusia, baik berupa wujud fisik seperti hewan, tumbuhan, benda-benda mati seperti batu, laut, gunung, matahari, bulan, angin, planet-planet serta kegunaan (khasiat) yang dimiliki benda-benda tersebut.  Seperti pisau berkhasiat memotong, api berkhasiat membakar, atau berkhasiat membasahi. Berpikir tentang kehidupan berarti berpikir tentang segala sesuatu yang bernyawa, kemudian mengalami kematian.


Aktivitas berpikir adalah aktivitas penyengajaan, juga aktivitas alamiah pada diri manusia tentang segala sesuatu yang dapat dijangkau oleh akal. Sebab akal manusia manusia bersifat terbatas, lemah, serba kurang, dan saling membutuhkan satu sama lain. Jika ada orang yang menjustifikasi, bahwa manusia memiliki sifat yang lemah, terbatas, serba kurang dan saling membutuhkan, adalah benar dan faktual. 


Tidak ada fakta satu orangpun, semenjak nabi Adam hingga sekarang yang memiliki sifat tak terbatas. Ia pasti melalui tahapan pertumbuhan dan perkembangan, mulai kelahiran, tumbuh berkembang, hingga akhirnya mati. Tidak ada manusia pun mampu menahan rasa kantuk, tidak tidur, tidak makan, tidak minum berhari-hari. Ini menandakan bahwa manusia memiliki sifat terbatas, lemah dan serba kurang. 


Demikian juga halnya dengan kehidupan dan alam semesta. Kehidupan berakhir pada setiap diri individu. Tidak ada individu hidup sepanjang masa. Alam semesta merupakan kumpulan benda-benda angkasa juga memiliki sifat terbatas. Himpunan dari segala sesuatu yang terbatas,  pasti terbatas pula sifatnya. Kesimpulannya segala sesuatu yang bersifat terbatas pasti ada batasnya. Ia pasti memiliki awal dan akhir. Ia pasti tidak kekal. Segala sesuatu yang berawal dan berakhir, pasti diciptakan oleh sesuatu yang lain. Dia Allah Subhanahu Wata'ala.


Allah bersifat Azzali, tidak berawal dan tidak berakhir. Dia kekal, tidak diciptakan oleh sesuatu yang lain, juga tidak menciptakan diri-Nya sendiri. Jika dia diciptakan oleh yang lain maka dia pasti bukan Tuhan. Dia tidak serupa dengan ciptaan-Nya, jika serupa berarti Dia bukan Pencipta. Dia tidak beranak dan tidak diperanakkan, jika beranak dan diperanakkan berarti dia bukan Tuhan. 


Demikian akal manusia, jika ia digunakan untuk berpikir secara mendalam ia akan menemukan keberadaan Penciptanya, yaitu, Allah Subhanahu Wata'ala. Manusia, alam semesta dan kehidupan tidak layak, bahkan sangat hina jika dijadikan sebagai Rabb.  


Jika kita menemukan ada manusia menyembah manusia, batu, bulan, bintang, matahari, bahkan Iblis. Berarti manusia itu belum atau tidak mau mempergunakan akalnya untuk berpikir secara mendalam dan cemerlang, untuk menemukan Pencipta sesungguhnya. Sebab jika ia mau mempergunakan akalnya secara mendalam dan cemerlang insyaa Allah akan menemukannya. Orang Arab Badwi (pedalaman dan tradisional) saja mampu memberikan jawaban yang tepat, ketika ditanya bagaimana ia mengenal Rabbnya:

"Bagaimana kamu mengenal Rabbmu? Ia menjawab: "Tahi unta menandakan adanya unta, dan jejak kaki menandakan ada orang yang berjalan."


Akal Mampu Membuktikan Islam Agama Shahih


Berpikir mendalam dan cemerlang membuat manusia mampu membuktikan bahwa Islam adalah agama paling benar. Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam adalah utusan Allah, dan Al-Qur’an adalah benar-benar firman Allah. Sebab berpikir, meski ada secara alamiah pada diri manusia, namun prosesnya memerlukan penyengajaan, yaitu proses pencermatan terhadap fakta yang ada. Inilah yang disebut dengan istilah penggunaan kecerdasan. Seorang muslim, penggunaan kecerdasan mulai muncul saat ia beranjak baliqh. Bagi laki-laki ditandai oleh mimpi basah, dan perempuan ditandai dengan haid.  Pada saat inilah segala kewajiban hukum syara’ (taklif) mulai berlaku pada dirinya. Karena pada usia tersebut, penggunaan kecerdasan atau akal telah sempurna. Oleh karena itu, Islam mewajibkan setiap orang baliqh (mukhallaf) untuk mencapai keimanan melalui  proses berpikir.


Setiap mukallaf wajib mempergunakan akalnya untuk  membuktikan adanya Sang Pencipta, yaitu Allah Subhanahu Wata'la di balik setiap penciptaan alam semesta, manusia dan kehidupan. Optimalisasi kemampuan akal akan mengantarkan pada keimanan, sebaliknya tidak mau menggunakan akal akan mendatangkan pengingkaran terhadap Pencipta. Penyebab manusia tidak mau menggunakan akal, boleh jadi karena malas, bisa juga karena kedudukan.


Penggunaan akal menjadikan pembeda antara mukmin dan non mukmin. Akal membedakan manusia beriman dan tidak beriman. Keimanan menjadi pembeda  manusia yang beruntung dan manusia yang celaka. Orang beriman akan mendapat syurga-Nya, sementara yang tidak beriman ditempatkan di neraka. Akal menjadi penentu manusia selamat dan celaka di akhirat.  Hadit Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam:

"Pena diangkat (dibebaskan) dari tiga golongan: (1) orang yang tertidur sampai dia bangun, (2) anak kecil sampai mimpi basah (baligh), dan (3) orang gila sampai ia kembali sadar (berakal)." (HR. Abu Daud).

Jadi akal adalah potensi kehidupan sangat istimewa diberikan Allah Subhanahu Wata'ala pada manusia. Keselamatan dunia dan akhirat berawal dari penggunaan akal. manusia dihisab di yaumul hisab juga karena akal. Untuk itu bertapa banyak perintah Allah agar manusia menggunakan akal. Allah mengajak manusia untuk memikirkan Penciptaan langir dan bumi beserta isinya, semua dijadikan berpasang-pasangan. Ajakan berpikir bagaimana langit ditinggikan, bumi di hamparkan, hujan diturunkan dari langit, dan bagaimana kapal berlayar di lautan. Tujuannya hanya satu agar manusia mempergunakan akal untuk mendekatkan diri, tunduk dan patuh pada-Nya. Wallahu A'lam Bisshawab.

 

Bumi Allah, 30 September 2020.



Kamis, 03 September 2020

BERSAHABAT DENGAN MASALAH

Kamis, September 03, 2020 0 Comments


Mentari tak selamanya bersinar, begitu juga malam tidak selamanya gulita. Justru dengan redup sinar mentari kita bisa menikmati semilir angin. Dengan pekatnya malam pertanda fajar akan menyingsing. 


Justru pergantian siang dan malam, benar-benar tanda bagi orang-orang yang berpikir. Menyadarkan orang yang berakal, tentangnya urgensi pergantian waktu. Pada akhirnya berkontribusi meningkatkan ketaatan pada Sang Pemilik Waktu.


Jangan pernah menolak gelap, disebabkan ketidakpahaman terhadap gulita.  Jangan pernah mengutuk panas, karena tidak mengerti manfaat sinar mentari. Jangan menolak sesuatu lantaran tidak suka. Sementara suka dan tidak suka bukan ukuran kebenaran.  


Terus Melangkah


Ibarat berjalan kita bisa terjatuh berkal-kali, untuk kemudian menemukan cara yang tepat dalam melangkah. Kita bisa saja gagal berulang-ulang, untuk selanjutnya menemukan strategi sukses dalam suatu bidang. Terus berjalan walau kaki sulit melangkah, sebab ayunan langkah mengantarkan kita ke tujuan. Kita tidak akan pernah sampai, ketika kita berhenti, apalagi tidak memulai dan tidak mau melangkah. 

  

Nikmati Proses


Hidup adalah perjuangan. Setiap perjuangan membutuhkan kerja keras, konsentrasi, dan kesungguhan. Bukan seberapa banyak keberhasilan kita, tetapi seberapa sabar dan istiqamah kita menjalani proses. Sebab pelajaran berharga bukan terletak pada hasil, tapi pada tahapan aktivitas mewujudkan hasil. Akan selalu ada pelajaran berharga pada setiap proses yang dilalui. 

Berani

Jangan paksa diri berlari bersama mentari, ketika kaki lelah melangkah. Cukup arahkan wajah ke depan. Tatap target dengan mata hati.  Revisi rencana sesuai kemampuan. Hadapi semua masalah dengan gagah berani. Katakan "Hai masalah tidak ada masalah besar, yang ada hanya Rabbku Yang Maha Besar." Kita tidak harus menjadi sempurna di mata orang-orang, sebab kita punya jadi diri, bakat, dan potensi berbeda  dari orang lain. Setiap kita punya pijar di antara gulita malam.

Mengukur Kesungguhan

Setiap  rintangan perjalanan adalah cara terbaik mengukur kekuatan tekad, kesungguhan, dan keseriusan. Kadang kita tidak sungguh-sungguh melakukan sesuatu.  Kadang tekad kita lemah didistorsi keraguan. Kehadiran masalah membuat kita sadar bahwa kita harus sungguh-sungguh memperjuangkan tujuan. Kendala bisa saja batu loncatan agar kita bisa melompat lebih tinggi. 

Tetap Optimis

Tetap optimis menatap masa depan. Sebab hidup tidak bergerak ke belakang. Jika lelah kita boleh istirahat, sembari menghitung kekuatan diri, dan bekal perjalanan. Hirup udara segar hembuskan berlahan. Hindari polusi yang membuat nafas sesak. Jika tenaga pulih lanjutkan perjalanan, sebab di sana sukses menanti. 

Rencana Rabbmu Terbaik

Hadirnya masalah, tak lantas membuat kita terpuruk. Meratapi nasib. Jika tujuan kita tercapai itu memang rencana kita, namun ketika tujuan kita tidak tercapai itulah rencana Allah. Allah mengabulkan kebutuhan kita. Namun tidak mengabulkan setiap keinginan kita. Dan itulah yang terbaik. Ketika satu pintu tertutup, maka pintu-pintu lain dibuka oleh Allah. Kita tidak tahu alasan ditutupnya suatu pintu. Mana tahu di belakang pintu ada jurang kerusakan. Kita hanya perlu berusaha  menemukan pintu yang lain.


Kesimpulan


Jangan ditolak gulita malam, lantaran kita tidak paham cahaya. Tapi pelajari, pahami, dan kuasai materi cahaya kita bisa membedakan mana cahaya mentari dan mana cahaya lilin. Jangan samakan setiap cahaya. Sebab sumber dan hakikatnya berbeda. Syukurilah kegelapan, sebab kegelapan itu menyingkap tekad untuk lebih memahami dan memperjuangkan cahaya.


Wallahu A'lam Bisshawab.