Follow Us @soratemplates

Minggu, 17 Maret 2013

HIDUP ADALAH PERMAINAN DAN SENDA GURAU

Minggu, Maret 17, 2013 0 Comments


Rangkain bait syair mengungkapkan bahwa: Hidup adalah panggung sandiwara. Para penulis cerita non-fiksi juga mengatakan bahwa hidup adalah sebuah fiksi. Terurai dalam rangkaian cerita panjang, dijelaskan dengan kalimat aktif atau pasif, memiliki alur, dan peran pemain yang beragam, baik pemain yang baik (peran protagonis), pemain jahat (peran antagonis) maupun pemain piguran. Peran tersebut berganti  tergantung situasi, kondisi, kebutuhan, dan tuntutan dan alur cerita itu sendiri. Semua peran tersebut mesti ada dalam permainan, agar cerita yang dimainkan tidak terasa membosankan. Cerita terasa seru jika ada pertentangan antara peran baik dan peran jahat, timbul dinamika, ada perseteruan, dan akhirnya ada pemenang dan pihak yang kalah.

Hidup pun begitu, laksana permainan, manusia memainkan peran sesuai dengan deskripsi tugas yang diamanahkan kapadanya, setiap peran membutuhkan pemahaman, penguasaan, dan penghayatan mendalam, sehingga peran yang dimainkan dengan seprofesional  mungkin,  akan mendapatkan penghargaan atau apresiasi tidak saja dari manusia tetapi juga  dari Allah SWT. Peran apapun yang dimainkan di panggung kehidupan,  tidak ditentukan oleh tindakan pemain, tetapi sangat ditentukan oleh cara membaca tindakan pemain dalam cerita itu. Cara membaca tindakan pemain ditentukan oleh pengetahuan tentang peran dan alur cerita, tanpa pengetahuan itu, kita hanya sekadar penonton pasif yang hanya sekadar menonton, atau pemain hanya sekadar main. Akhirnya muncul ketidakjelasan peran dan kekeliruan pemahaman terhadap cerita.

Selama ini, para pendidik selalu menasehati,  agar anak  menyukai dan meniru pemain protagonis, sebaliknya anak di diminta membenci dan menghindari perilaku pemain  antagonis. Saya berpikir bahwa kedua peran  itu memiliki  alasan yang tak terbantahkan. Peran antagonis sangat perlu untuk meniru cara sukses seseorang. Peran antagonis juga diperlukan untuk kita belajar tentang penghalang  menuju kesukssesan. Ada Penggangu yang selalu berupaya mengahalangi setiap langkah kita menuju kebaikan, sehingga kita perlu memikirkan strategi untuk menaklukkanya. Pemain antagonis sangat menghayati perannya, buktinya semuanya orang membenci tokoh antagonis tanpa perlu berpikir atau merencanakannya lebih dahulu, kebencian pada tokoh  antagonis muncul spontanitas  sebagai hasil dari dokrinasi bahwa kita wajib mencontoh tokoh protagonis, baik di dunia nyata maupun dalam fiksi.

Di dunia ini kita adalah pemain dari peran kita, kita benar-benar pemain, kita dintuntut untuk bermain sebaik-baiknya, yaitu pemain yang menghayati peran dan berusaha menjadi pemain berkarakter, artinya setiap dialog yang diungkapkan dari bahasa verbal dan nonverbal benar-benar dikuasai cara dan maksudnya, tidak peduli kita pemain protagonis atau pemain antagonis, dalam dunia film tidak ada peran kecil, yang ada hanya aktor kecil. Dunia ini ada peran-peran itu, maka ketika telah mendapatkan peran, maka terima dan bersyukurlah kepada Allah Swt yang telah mencasting peran kita, bermainlah secara profesional, dan hayati peran yang didapatkan dengan sempurna.

Iblis adalah pemain yang profesional, pemain sangat berwatak, maka ada ungkapan berwatak iblis. Se-antaro jagat tidak ada orang yang tidak kenal Iblis, sang pemain antagonis yang sangat berwatak, ini suatu penghargaan terhadap iblis, karena kepiawaiannya memainkan perannya sebagai Iblis. Kita mungkin berasumsi bahwa iblis adalah makhluk durhaka pada Allah SWT, padahal mustahil sebagai makhluk durhaka kepada Tuhanya. Allah adalah fungsi kekuasaan, Allah Yang Maha, tanpa kekuasaan yang tidak terbatas Dia bukan Tuhan.Iblis adalah mahkluk yang sangat patuh pada Allah, dia patuh untuk memainkan perannya  sebagai tokoh antagonis,  yang tanpaknya membangkang pada Tuhan, padahal di hadapan Penguasa Tak Terbatas, sebagai makhluk tidak akan mampu membangkang dalam arti sesungguhnya, kecuali dia casting untuk itu. Iblis dicasting Allah untuk peran tersebut, karena Allah sebagai sebagai sudradara Agung kehidupan, Maha Pengatur, iblis harus patuh pada Sang Sudradara, untuk kepatuhanya itu, nanti di akhirat iblis mendapatkan hadiah, yaitu kembali kerumahnya :NERAKA. Bukankah iblis diciptakan dari api, jadi  ganjaran yang paling cocok bagi peran iblis adalah neraka sebagai tempat tinggal yang nyaman dan menyenangkan untuk iblis.

Hidup adalah panggung sandiwara, Al-qur’an mengatakan bahwa Hidup adalah permainan dan senda gurau. Bermainlah secara profesional. Yakinlah permainan baik akan dibalas oleh Allah dengan ganjaran kebaikan. Pemain protagonis mendapatkan ganjaran sorga, dan pemain antagonis akan mendapatkan ganjaran neraka. Kedua ganjaran tersebut sangat setimpal dengan peran yang dimainkan. Bagi pemain protagonis ganjaran surga adalah ganjaran yang sangat diharapkan, begitu pula ganjaran neraka bagi pemain antagonis. Seperti iblis, diberi ganjaran neraka, justru jika diberi ganjaran surga dia merasa di neraka. Sebab jika hati penuh kebencian apakah akan terasa nyaman di surga bersama orang-orang yang penuh cinta, malah iblis akan merasa terasing dan  dan tersisihkan. Memang penghuni surga tidak mampu berbuat seperti itu, tapi iblis sendiri akan sadar diri bahwa dirinya tidak pantas dan bergembira di sana. Buktinya, dulu ketika di surga iblis tidak cukup gembira hidup bersama para malaikat, sehingga membujuk Adam dan Hawa untuk keluar dari sana.

Bagi iblis, neraka tempat yang nyaman, karena Allah Maha Mengetahui apa yang terbaik bagi hamba-Nya, jadi kalau dijebloskan ke dalam neraka, jangan Shuuzdon kepada Tuhan. Barbaiksangkalah, bahwa Dia ingin kita berada di tempat yang cocok, jangan sibuk menghujat Tuhan karena kesalahan, tapi bersyukurlah,karena di sana masih dapat terus melakukan apa yang selama ini biasa dilakukan terhadap  hidup. Lagi pula tidak merubah keadaan, apapun hujatan terhadap Tuhan, tidak akan merubah kenyataan bahwa Tuhan tetaplah Tuhan.  

Wallahu A'lam Bishawab

Selasa, 12 Maret 2013

OPTIMISME DALAM PERSPEKTIF SUFISTIK

Selasa, Maret 12, 2013 7 Comments



         Keberhasilan menyelesaikan kegiatan ditentukan optimisme dalam merencanakan, dan melaksanaka suatu kegiatan. Boleh jadi dua berbeda memiliki rencana sama. Sama-sama berencana posting tulisan minimal sekali seminggu, namu min hasilnya bisa berbeda. Sahabat A optimis bisa menulis, istiqamah menulis, dan posting, sementara sahabat B kurang optimis, karena kesibukkan padat merayap. Maka hasilnya tidak sama antara sahabat A dan B. 

Sikap optimis, dikenal dengan kata optimisme, berasal dari bahasa Latin "Optimal" berarti terbaik. Sikap optimis menurut Mbah Shapiro adalah mengharapkan hasil terbaik dari situasi tertentu.  Ini tentu tidak mudah, namu juga tidak sulit. Ketika kita mau berpikir positif, berharap hasilnya terbaik tentang sesuatu. Maka sesuatu itu, insyaa Allah hasilnya baik. Bukankah "Aku mengikuti prasangka hamba-Ku." Kata Rabb kita dalam suatu hadit Qudsi.

Sikap optimis laksana api semangat yang mesti dijaga, agar tetap menyala dalam pikiran positif, dan hati yang selalu husnusdzon dalam menatap situasi kehidupan. Optimisme bukan otomatis pada diri seseorang, namun kebiasaan berpikir positif yang dilatih tidak dalam waktu sebentar. Sebab kecenderungan melihat semua hal dari perspektif baik, memiliki harapan baik, ekspektasi positif, dan menyenangkan, bukan menyangkut sisi emosi semata. Lebih jauh berkaitan dengan paradigma berpikir positif dalam setiap situasi. Sesulit apapun situasi tersebut. Orang optimis selalu yakin ada sukses dalam semua kesempatan.

Setangkai bunga Mawar, jika  dilihat orang optimis dan orang pesimis hasilnya berbeda. Orang optimis melihat bunga mawar dari sisi indah bunganya. Sementara orang pesimis memandang bunga mawar dari sisi tajam durinya. 

Demikian juga dalam memandang suatu tantangan. Orang optimis mengartikan masalah sebagai peluang. Sedangkan orang pesimis mengartikan tantangan sebagainmasalah. Perbedaan ini dilatarbelakangi oleh perbedaan dalam pola pikir, respon emosi, ekspresi perilaku menghadapi berbagai pengalaman hidup. 

Menurut perspektif Islam, optimis merupakan harapan yang sesungguhnya. Hal ini disinyalir oleh Imam Al-Ghazali  “Jika seorang hamba menaburkan benih iman, lalu menyiramnya dengan air ibadah, membersihkan hati, maka memiliki harapan tidaklah sulit." Tidaklah hal yang sulit bagi seorang shalih memelihara nyala api optimis dalam semua situasi. Dalam situasi itu, ada sinyal-sinyal hikmah yang dapat ditangkap oleh basyirah orang-orang bertaqwa. 

Senada dengan Ibnu Qudamah al-Muqadasi, mengartikan optimis (raja')  sebagai “Sesuatu yang terlintas di dalam hati, yang merupakan harapan pada masa yang akan datang. Rasa lapang dada karena menantikan yang diharapkan di mana hal yang diharapkan itu memang mungkin terjadi”.

Imam Qusyairi mencoba memberikan arti optimis adalah terpikat hati kepada sesuatu yang diharapkan yang akan terjadi pada masa yang akan datang. Ada keterpikatan hati secara realistis pada suatu yang bakal terjadi.  Sesuatu yang belum terjadi haqqul yakin diatur, dikontrol  oleh Allah Subhanahu Wata'ala. 

Pengertian optimis 


Jadi, optimisme tidak bermanfaat sebagai tempat bergantung, namun merupakan suatu metode untuk mengeluarkan energi positif perjuangan, sehingga individu dapat mengatasi masalah secara positif sepositif

Ciri-ciri Optimisme


Sekilas telah disinggung sebelumnya karakteristik individu optimis dan pesimis dalam rumusan definis optimisme. Mennurut Ginnis (dalam Shofia F, 2009) orang optimis memiliki ciri-ciri khas sebagai berikut: 1) jarang terkejut oleh kesulitan; 2) mencari pemecahan sebagian permasalahan; 3) merasa yakin bahwa ia mampu mengendalikan masa depan mereka; 5) memungkinkan terjadinya pembaharuan secara teratur; 6) menghentikan pemikiran yang negatif; 7) meningkatkan kekuatan ekspekstasi; 8) menggunakan imajinasi untuk maraih sukses; 9) selalu gembira bahkan ketika tidak bisa merasa bahagia; 10) merasa yakin dengan kemampuan yang hampir tidak terbatas untuk diukur; 11) suka bertukar berita baik; 12) membina cinta dalam kehidupan; dan 13) menerima.

Sebanyak 13 karakteristik orang yang dengan sikap optimis  menggambarkan, bahwa optimisme begitu dahsyat pengaruhnya terhadap pola pikir, perasaan dan perilaku individu dalam meraih sukses. Selanjutnya Alwisol (2004: 116) mengemukakan enam ciri-ciri orang optimis, yaitu: 1) memiliki visi pribadi; 2) bertindak kongkrit; 3) berpikir realistik; 4) menjalindan hubungan sosial.  

Berdasarkan ciri-ciri orang optimis di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa orang optimis memiliki cara berpikir yang rasional, dengan adanya kemampuan untuk meningkatkan ekspektasi, berimajiasi untuk sukses, menghentikan pikiran negatif. Kemudian juga memiliki perasaan positif yang ditunjukkan dengan perasan jarang terkejut oleh kesulitan, merasa yakin bahwa mereka mampu mengendalikan masa depan, merasa yakin dengan kemampuan, selalu gembira dalam kondisi sulit, suka dengan berita baik, mampu membina cinta, dan menerima apa yang tidak bisa diubah. Di samping itu orang optimis juga dapat dilihat dari perilakunya.

Manfaat Optimisme


Sikap optimis memberikan bantak manfaat dalam kehidupan. Banyak keutungan yang diperoleh dari sikap optimis, seperti pendapat Ahmad Farid, optimis  (2007:171) memiliki tiga bagian, yaitu sebagai: 1) energi positif (dorongan); 2) perlawanan; dan 3) sistem pendukung. Sebagai energi positif maksudnya optimisme dibutuhkan untuk kekuatan diri individu, agar mau berusaha dan terdorong untuk bekerja demik kehidupan esok hari yang bahagia atau sukses. Perlawanan maksudnya individu optimis melakukan perlawanan untuk menyatasi masalah, rintangan, tidak gampang menyerah, dan berjuang sekuat tenaga. 

Terakhir sistem pendukung artinya individu optimis menginginkan keberhasilan, punya kemauan untuk berhasil, lalu berpikir berhasil, punya punya sikap yang diperlukan untuk berhasil, dan melakukan hal-hal yang dibutuhkan untuk berhasil.

Seligman dalam Shapiro (2001:101) mengemukakan bahwa “Lebih dari 1000 penelitian yang melibatkan lebih dari setengah juta anak-anak dan orang dewasa, orang optimis jarang menderita depresi, lebih sukses di sekolah dan pekerjaan, dan yang mengejutkan.

Menurut Imam Al-Ghazali dalam Acmad Sunarto (1995:7) amal berdasarkan optimis lebih utama, karena ada cinta mengandung optimisme. Terkait dengan bidang akademik mahasiswa yang akan atau sedang menjalani proses bimbingan skripsi, optimisme mampu meningkatkan daya juang mencari bahan atau di lapangan, kebiasaan belajar yang positif, kebal terhadap kriktik dan masukan dosen pembimbing, serta dapat mengurangi stres ketika dimarahi dosen pembimbing, lebih percaya diri mengemukakan argumentasi pengetahuan kepada dosen, membuat mahasiswa lebih dapat menyesuaikan diri dengan kritikan yang konstruktif dari dosen, teman sesama mahasiswa, dan lebih mampu menikmati usaha penyelesaian skripsi yang dibuat, dan lebih tenang dan bahagia ketika menghadapi kesulitan. Lebih lanjut Goleman (2002:43) mengatakan bahwa optimisme dalam jangka panjang bermanfaat bagi kesejahteraan dan kesehatan fisik dan mental, karena membuat individu lebih dapat menyesuaikan diri dalam kehidupan sosial, mengurangi masalah psikologis dan lebih dapat menikmati kepuasan hidup dan merasa lebih bahagia.

Di samping itu, sikap optimisme akan membuat mahasiswa lebih sukses di perguruan tinggi, baik ketika menjalani kuliah, membuat tugas, meyelesaikan skripsi, maupun dalam mengatasi berbagai masalah, rintangan dan resiko dalam penyelesaian skripsi, bahkan sikap ini tidak saja diperlukan oleh mahasiswa saja, tetapi diperlukan semua orang untuk meraih sukses dalam seluruh sisi kehidupan, baik siswa di sekolah, mahasiswa di perguruan tinggi, pekerja, karyawan di kantor, maupun bidang usaha kecil sekalipun. Sikap ini lebih memberikan kesiapan diri setiap orang dalam menyesuaikan diri di bidang sosial, belajar, karir dan pekerjaan, kehidupan bekeluarga, dan kehidupan beragama.

Luhak Nan Tuo, Senin /12 Maret 2013