Hidayah itu harus diikhtiarkan,
Bukan ditunggu dalam ketermanguan.
Kebaikan itu diusahakan, bukan dimimpikan dalam tidur panjang semalaman.
Hidayah dan kebaikan laksana rumah di perbukitan hijau. Untuk mencapai rumah itu kita mesti manaiki batu cadas, jurang terjal dan lembah yang begitu dalam.
Kita lihat di kejauahan ada lentera menyinari ruangan. Kita yakin cahaya lentera itu takkan pernah padam, meski ada badai datang menghantam. Kita pun percaya setiap penjelajah belantara atau pecinta alam akan menemukan rumah mungil itu untuk berteduh dari hujan dan panas kehidupan.
Sahabat..
Jika kita yakini cahaya itu mampu menyinari sisi gelap hidup kita. Penyelamat diri kita dari keterpurukan dalam lumpur nista. Menyinari hidup kita tentang jalan Mustaqim menuju Rabb kita yang Maha Penyayang. Maka tidak berlebihan jika kita sama-sama melangkah, beriringan menuju cahaya itu. Walaupun aku sadari, kakiku tak kuat melangkah, tanganku pun lemah dalam bergantung. Saat itu juga, aku akan minta pertolonganmu.
Jika hal yang sama kamu alami. Kamu bosan dengan rutinitas hidup yang tak pernah habis. Hingga kakimu lemah, dan tidak kuat melangkah. Aku bersedia menjadi andalanmu dalam melanjutkan langkah yang sama-sama tertatih ini.
Sahabat...
Aku heran setiap aku mengajakmu melangkah menuju cahaya itu. Kamu menatapku dengan rasa curiga. Seakan ada rencana lain yang aku susun. Dengan setengah menolak kau tepis jari jemariku yang mengajakmu menuju cahaya itu Sembari berkata:
"Biar aku sendiri berjalan menuju cahaya itu, selamatkan saja hidupmu. Aku lebih senang hidup seperti air mengalir jangan pernah ikut campur dalam hidupku."
Sahabat...
Aku terkejut mendengar jawabanmu. Pengetahuan yang kupunya tak cukup mampu menerjemahkan hidup seperti air mengalir. Jika hidup selaksa air. Air itu amat sangat berguna. Sebagian besar hidup kita terdiri dari air. Sifat air itu jernih, bening, suci dan mampu menyucikan.
Air akan berubah sesuai wadah, dan ia patuh dengan proses perubahan. Jika dimasak, atau diproses jadi minuman, dan diminum akan menghilangkan dahaga dan menyegarkan. Jika kamu konsisten dengan hidup laksana air maka hidupmu bisa tenang dan pikiranmu jernih. Makrifat mendekatimu, dahaga dunia terpenuhi, dan hidayah mudah menyapamu. Lantas mengapa kamu masih sakit hati dengan orang-orang dimudahkan rezkinya oleh Allah, orang sukses dalam pendidika, dan berprestasi di segala bidang. Berarti pikiran bodohku mengatakan kamu belum konsisten dengan filosofi air.
Sahabat....
Jika hidupmu mengalir seperti air. Mengalir menurut terjemahan bodohku adalah berjalan terus-menerus tiada henti, melewati banyak halangan dan rintangan menuju muara, bertemu samudera luas. Seperti perjuangan air, mengalir dari hulu ke hilir sesuai sunatullah. Tak pernah berhenti. Jika ia digunakan manusia. Maka ia berdaptasi dengan bentuk wadah yang ditempatinya. Secara kasat mata kita lihat air tak pernah lelah memberi manfaat pada manusia.
Jika selesai tugasnya ia akan terus mengalir lagi menjalani sunatullah. Mencari tempat yang rendah, menjalani sungai, menumbuhkan tanaman, menguatkan akar, masuk ke dalam bumi, dan mengalir hingga ke laut. Ketika Allah titahkan air dia akan menguap ke udara diserap awan, kemudian tersublimasi dalam awan hitam, yang siap menurunkan hujan. Kemudian hujan turuan membawa Rahmat menyirami bumi, menyuburkan tanaman. Air terus berproses dan terus memberi manfaat. Lantas jika kamu memakai filosofi air mengalir, apakah kamu sudah berproses seperti air hingga memberikan manfaat bagi banyak orang?
Sahabat...
Jika kamu pakai filosofi air mengalir. Bisakah kamu kendalikan mengalirmu ke mana saja. Air sangat patuh dengan perintah Allah. Air yang menyelamatkan umat nabi Nuh. Air yang menyelamatkan Nabi Musa as dan umatnya dari kejaran Pasukan Fir'aun. Lantas kamu sudah sepatuh air dalam taat dan patuh pada Allah? Jika kamu hidup laksana air mengalir. Bisakah kamu kendalikan mengalirmu ke tempat-tempat tak terpuji, seperti comberan, got, menjadi minuman khamar dan lainnya. Jika jawabannya tidak, maka filosofi air yang digunakan hanya argumentasi basi yang kau gunakan untuk menghindarkan diri dari ajakanku mengejar cahaya. Kau lebih memilih merawat zona nyamanmu, tak mau terikat dengan hukum syarak.
Sahabat...!
Hidup kita ibarat perjalanan panjang. Dari ruh yang ditiupkan Allah ke dalam rahim ibu kita ketika berumur 120 hari. Lahir ke bumi untuk beribadah semata, kemudian wafat menemui Allah kembali. Kita tidak bisa hidup tanpa cahaya. Baik cahaya Islam atau cahaya ilmu yang sejalan dengan Islam. Ilmu tidak datang sendiri. Tapi harus dicari. Memang perjuangan menuntut ilmu itu berat, tatapi Allah janjikan kita mudah jalan ke syurga.
Sahabat...
Amanah menjadi hamba Allah itu berat. Tidak cukup hanya belajar di sekolah saja. Godaan hidup juga banyak. Ditambah lagi setan tak pernah lelah membisikkan godaan agar kita tergelincir dari cahaya. Kemudian menjauhkan kita dari jalan yang lurus. Lantas engkau mengikuti orang-orang yang mengatakan bahwa Islam hanya sekadar shalat, zakat, puasa dan haji. Dengan semua itu kamu sudah merasa shalih, dengan hanya membaca al-Qur'an dan bersedekah. Namun tak terpikir bahwa Islam tak sebatas hablumminallah. Lantas bagaimana dengan ayat-ayat hablumminannas?
Sahabat...!
Menuntut ilmu dunia, ilmu umum, ilmu pengetahuan dan teknologi itu hukumnya fardhu kifayah. Jika sudah ada di antara umat yang mendalami ilmu itu, maka kewajiban kita sudah ditunaikan. Lain halnya dengan ilmu akhirat, ilmu Islam maka hukum mempelajarinya fardhu a'in. Kewajiban setiap orang. Dengan ilmu aqidah, ilmu fiqih, ilmu al-Qur'an dan lainnya. Dengan itu menentukan batal dan diterimanya amalan, berpahala dan berdosanya, terpuji dan tercelanya perbuatan, dan menentukan masuk syurga atau nerakanya dirimu.
Kini niat baikku membawamu mengenal dan mengejar cahaya kau tepis dengan alasan dunia. Namun aku tetap ingatkan dirimu. Karena itu kewajibanku. Aku tidak perlu tahu betapa kayanya dirimu. Aku juga tidak perlu kepo sebanyak apapun deretan mobil dan jet pribadimu. Aku juga tidak perlu paham sebanyak apapun prestasi anakmu. Aku hanya peduli bahwa keselamatan akhiratmu adalah kewajibanku.
Sahabat...!
Sahutilah ajakanku ini. Kita sama-sama melangkah menyusuri Cahaya itu. Hingga akan hidup di rumah kecil itu. Untuk selanjutnya kita akan bawa cahaya lentera itu untuk menyinari gelapnya dunia.
Insyaa Allah...
Batusangkar, 13 Mei 2020
Tidak ada komentar:
Posting Komentar