JILBAB ITU JATI DIRIMU
Entah mengapa tiba-tiba muncul keinginanku untuk mematut diri di cermin. Aku mencoba amati diriku dari ujung kaki sampai ujung rambut dalam balutan hijab sempurna. Kulihat sesosok wanita disana. Wanita dengan jilbab yang menutup
seluruh bagian tubuhnya. Timbul sebuah pertanyaan dalam hati. “Siapa aku?
Dengan jilbabku ini apa yang bisa kulakukan, baik kini maupun di masa datang? apakah aku akan mendapat pekerjaan yang layak?.
Pertanyaan-pertanyaan itu muncul tiba-tiba. Tanya dalam keraguan ini mengingatkanku pada komentar seseorang dua minggu lalu.
Sore itu selepas pulang kuliah seperti biasa aku kembali ke kos-an dengan bersepeda. Memang jarak dari
kampus ke kos ku tidak terlalu jauh tidak sampai satu kilometer. Lagi pula naik
sepeda itu sehat dan aku menyukainya. Jadilah sepeda lipat berwarna putih ini
yang selalu menemaniku setiap pergi ke kampus. Dalam perjalanan pulang aku
mampir ke sebuah warung makan, membeli soto ayam kesukaanku untuk menu makan
malam nanti. Ketika menunggu soto ayam ku selesai dibuat, aku duduk di sebuah
kursi yang telah disediakan. Seorang bapak duduk di sebelahku. Bapak itu
tersenyum kepadaku. Usianya kutaksir sekitar limapuluh tahun. Terjadilah sebuah
percakapan antara aku dengan bapak itu.
“Baru pulang kuliah, Nak?”
tanya bapak itu memulai percakapan.
“Iya pak..” jawabku sambil membalas senyumnya.
“Kuliah fakultas apa?” kembali bapak itu bertanya.
“Saya kuliah di fakultas pendidikan, Pak.” jawabku.
“Oalaa… Kamu kuliah di fakultas pendidikan toh. Wah sepertinya kamu salah jurusan,
Nak. Coba deh kamu pikir nanti kamu bisa jadi apa? jadi guru, jilbab panjangmu
itu cocoknya jadi ibu rumah tangga yang mengurus suami dan mendidik anak.
Percuma deh kamu kuliah susah-susah.” kata Bapak itu membuatku terkejut.
Aku terdiam, tak dapat
berkata-kata. Rasanya aku ingin menyangkal semua perkataannya, tapi tak bisa.
Untunglah keadaan yang tidak mengenakkan ini segera berakhir karena pesanan
soto ayam ku telah selesai di buat. Aku pun segera membayar, tersenyum tipis
kepada bapak itu, lalu bergegas beranjak dari tempat itu.
Aku benar-benar tak menyangka
beliau akan mengatakan hal seperti itu. Rasanya aku ingin membantahnya.
Menjelaskan semuanya bahwa pandangannya itu salah. Aku dan para muslimah
lainnya juga bisa berprestasi sama seperti yang lainnya.
Jilbab kami bukanlah sebuah penghalang untuk mengukir prestasi. Justru dengan
jilbab ini salah satu bentuk taat terhadap perintah Allah. Kami dapat
menunjukkan kepada dunia bahwa muslimah juga bisa berkarya dan mereka tak boleh
memandang kami sebelah mata.
Setelah semuanya siap, aku pun
bergegas pergi ke kampus. Pagi cukup cerah. Sinar matahari terasa hangat
disertai udara sejuk yang menyegarkan. Menjadi sebuah harmoni indah di pagi
akhir bulan November. Ya, tapi sayangnya cuaca cerah pagi ini tak sanggup
mengubah suasana hatiku yang masih terusik dengan perkataan bapak itu kemarin
sore. “Coba deh kamu pikir nanti kamu bisa jadi apa? Kamu dengan jilbab
panjangmu itu cocoknya jadi ibu rumah tangga yang mengurus suami dan mendidik
anak. Percuma deh kamu kuliah teknik susah-susah.” kalimat itu terngiang-ngiang
selama perjalananku ke kampus.
“Bapak itu pasti salah kok. Aku yakin kami para muslimah bisa sukses sama
seperti yang lain.” Gumamku di dalam hati. Saat ini aku memang belum meraih
apa-apa, belum mengukir suatu prestasi. Tetapi aku sebagai mahasiswa baru akan
berusaha semaksimal mungkin untuk belajar dan terus belajar hingga satu persatu
harapan dan cita-citaku dapat tercapai.
Sesampainya di kampus aku
segera menghampiri Shyfa, teman sekelasku. Kebetulan Shyfa memang sudah tiba di
kampus dan sekarang sedang duduk di dalam kelas menunggu kuliah yang lima belas
menit lagi akan di mulai. Sudah tak sabar aku ingin menceritakan kejadian
kemarin sore kepadanya.
“Assalamualaikum, Shyfa. Udah
dateng?” sapaku menghampiri lalu duduk di sampingnya.
“Waalaikumsalam. Iya ini baru nyampe juga kok.” jawabnya tersenyum kepadaku.
“Fa, aku punya satu pertanyaan deh.” kataku serius.
“Pertanyaaan apa?” Shyfa mulai penasaran.
“Hmm menurutmu kita ini salah gak sih kuliah jurusan pendidikan?” tanyaku
kepadanya.
“Hah? Maksudmu apa, Ra?” jawab Shyfa bingung karena tiba-tiba aku melontarkan
pertanyaan aneh seperti itu.
“Iya, maksudku kita ini kan perempuan, pakai jilbab. Jelasku kepada Shyfa.
“Zahra, sekarang aku balik tanya sama kamu. Apakah kuliah itu pilihanmu sendiri?” Shyfa menatapku serius.
“Iya.” jawabku yakin.
“Apakah ada yang memaksamu?” Shyfa bertanya lagi.
Aku menggelengkan kepala.
“Lalu untuk apa kamu bertanya seperti itu. Ini sudah menjadi pilihanmu.
Harusnya kamu yakin atas pilihan yang telah kamu putuskan.” jawab Shyfa penuh
kebijaksanaan.
“Iya aku yakin kok dengan pilihanku ini. Tapi ada hal yang mengusikku. Kemarin
sore ada seorang bapak yang mengatakan bahwa aku yang berjilbab ini tidak
pantas kuliah di karena nantinya aku tidak dapat berkarier dan hanya
bisa mengurus suami serta mendidik anak. Tentu saja aku sangat tidak setuju.
Identitas kita sebagai wanita serta jilbab ini, bukan penghalang untuk
berprestasi dan sukses dalam berkarir kan, Fa?” tanyaku pada Shyfa.
“Iya betul sekali, Ra. Justru dengan identitas kita sebagai wanita harusnya
kita mampu membuktikan kepada orang-orang bahwa wanita juga dapat berprestasi
dan sukses dalam karir. Jilbab yang kita kenakan sebagai identitas
keislaman kita juga bisa menjadi sarana dakwah, yaitu memperkenalkan pada
masyarakat bahkan kepada dunia bahwa wanita muslim tidak hanya bisa menjadi
istri dan ibu yang baik, tetapi kita juga bisa memberi manfaat kepada banyak
orang dengan ilmu yang kita miliki. Tidak hanya di bidang kita, bidang apapun
yang kita geluti dapat kita kembangkan dan di amalkan di masyarakat.” Jawab
Shyfa meyakinkanku.
“Aku setuju, Fa. Nah, berarti sekarang kita harus berusaha keras untuk mencapai
itu semua sehingga dapat mengubah pandangan mereka tentang kita.” kataku penuh
keyakinan.
“Iya sip. Semangat!. Oya, Ra jangan lupa besok sore ada sharing sama Mbak
alumni seorang guru muda. Dia wanita berjilbab yang sukses dan mau berbagi
pengalamannya ke kita,” kata Shyfa mengingatkanku.
“Ah iya aku lupa.” aku memang lupa tentang agenda sharing besok sore.
“Hmm kok bisa lupa? Tapi besok kamu dateng kan, Ra?” tanya Shyfa kepadaku.
“Iya Insyaa Allah, Fa. Aku tidak ingin melewatkan kesempatan berharga untuk
mendengar cerita pengalaman dari orang sukses. Apalagi beliau yang berbagi
pengalaman adalah seorang muslimah yang berjilbab panjang. Hmmm sharing besok
sangat sesuai dengan apa yang kita bicarakan sekarang ini. Ya kan?”
“Iya, sharing besok pasti seru banget deh. Aku juga harus dateng.” jawab Shyfa
penuh semangat.
Di tengah perbincangan kami, Dosen pun masuk kelas. Dengan senyum ramahnya,
beliau berkata “Hari ini kita kuis ya..”
Aku dan Shyfa langsung bertatapan. Bergegas membuka catatan kemudian membacanya
secepat kilat. Ya, ini memang pagi yang luar biasa. Sebuah kuis ‘dadakan’
menyapa kami di pagi yang indah ini.
Hari ini aku bangun lebih
semangat. Salah satu alasannya karena hari ini ada mata kuliah kesukaanku dan
tentu saja alasan lainnya adalah agenda sharing dengan Mbak alumni ba’da Ashar
nanti. Oh ya, kemarin aku diberitahu bahwa Mbak alumni yang akan berbagi
pengalamannya di sharing nanti sore bernama Mbak Syahnaz. Hmm tak sabar bertemu dan mendengarnya
berbagi pengalaman. Dengan meluruskan niat demi meraih ridha-Nya, aku
langkahkan kaki menuju kampus, berharap banyak ilmu yang kudapat hari ini.
Bismillah…
Setelah keluar dari kelas mata
kuliah kesukaanku, aku dan Shyfa bergegas menuju Masjid untuk melaksanakan
Sholat Ashar. Usai melaksanakan sholat, kami langsung berkumpul dengan
akhwat-akhwat lainnya untuk menghadiri acara sharing bersama Mbak Syahnaz.
“Ra, liat deh. Itu ya yang namanya Mbak Syahnaz?” tanya Shyfa sambil menunjuk
kearah seorang wanita berjilbab merah muda.
“Iya itu Mbak Syahnaz. Cantik ya?” sahut Alya akhwat yang duduk di sebelahku.
Aku menoleh ke arah wanita yang mereka maksud. Dan benar saja, aku melihat
seorang wanita memakai gamis merah muda. Cantik sekali. Wajahnya cerah
bercahaya. Tatapan matanya meneduhkan dan senyumnya mendamaikan. Benar-benar
sosok wanita muslimah idaman.
Acara sharing pun dimulai. Kami
mengawali sharing ini dengan ucapan Basmalah. Mbak Hana adalah akhwat yang
bertugas menjadi moderator pada sharing kali ini.
“Teman-teman akhwat, hari ini kita kedatangan tamu spesial nih. Seorang
muslimah yang luar biasa hebat, cantik, sholehah, dan tentunya sangat cerdas.
Beliau ini baru saja dua bulan lalu melahirkan anak keduanya. Nah, penasaran
kan dengan cerita inspiratif dari beliau, langsung saja kepada Mbak Syahnaz
dipersilakan untuk berbagi pengalamannya.” kata Mbak Hana membuka sharing ini.
“Assalamualaikum warahmatullahiwabarakatuh.” Mbak Syahnaz mengucapkan salam
sambil tersenyum kepada kami.
“Waalaikumussalam warahmatullahiwabarakatuh.” kami menjawab salamnya dan
membalas senyum cantiknya itu.
“Alhamdulilllahirabbil a’lamin. Senang sekali rasanya bisa berada di
tengah-tengah wanita sholehah calon penghuni surga-Nya Allah. Aamiin. Hmm
sebenarnya saya merasa belum pantas untuk menjadi pembicara di forum ini karena
saya juga masih dalam tahap belajar sama seperti teman-teman semua. Nah, jadi
disini kita akan saling sharing saja ya agar ilmu kita sama-sama bertambah.
Aamiin.” Mbak Syahnaz mengucapkan kata demi kata dengan begitu lembut dan nada
yang teratur.
“Akhwat-akhwat cantik yang Insyaa Allah dimuliakan oleh Allah, dilahirkan menjadi
seorang wanita adalah sebuah takdir indah yang telah Allah gariskan untuk kita.
Sebagai seorang wanita sudah sepatutnya kita bersyukur karena Islam adalah
agama yang paling memuliakan wanita. Allah memerintahkan kita untuk menutup
aurat dengan jilbab sebagai bentuk perlindungan agar kita terlindung dari
kejahatan-kajahatan laki-laki yang berniat buruk.
Jilbab ini menempatkan wanita di posisi yang tinggi supaya keindahan-keindahan yang Allah anugerahkan kepada kita tidak dapat dinikmati oleh sembarang orang. Keistimewaan lainnya yang Allah berikan kepada wanita adalah dari rahim kita ini kelak akan lahir generasi-generasi calon pejuang Islam. Kita di amanahkan untuk mendidik anak kita nanti agar dapat menjadi seorang yang berguna bagi agama. Sebuah amanah yang mulia, bukan? Belum lagi kelak sebagai seorang istri kita akan menjadi wanita yang akan melayani suami dengan sepenuh hati, membuatnya tersenyum, memberinya motivasi, dan saling berbagi dengannya ketika senang maupun susah.”
“Dua amanah yang akan kita emban ketika berumahtangga kelak adalah kewajiban
yang harus kita tunaikan dengan baik. Muslimah harus bisa menjadi istri dan ibu
yang baik untuk suami dan anak-anaknya. Namun, apakah sebatas itu yang bisa
muslimah lakukan? Tidak. Tidak hanya menjadi istri dan ibu yang baik yang bisa
kita lakukan. Muslimah juga bisa menjadi apa yang ia cita-citakan, menjadi
dokter, dosen, penulis, tentu muslimah bisa
meraihnya. Usaha keras dan niat yang ikhlas karena Allah adalah kunci utamanya.
Namun, ingat dalam meraih semua itu kita akan menghadapi tantangan dan
rintangan, diantaranya tingkat persaingan yang tinggi dan pandangan masyarakat
tentang para muslimah. Mengapa saya bilang pandangan masyarakat tentang para
muslimah menjadi salah satu dari tantangan? Karena sebagian masyarakat masih
menganggap para muslimah hanya bisa menjadi ibu rumah tangga tanpa karier yang
cemerlang. Mereka masih menganggap muslimah tidak mampu untuk bersaing dengan
yang lain dalam hal karier. Oleh karena itu, tantangan kita adalah mengubah
pandangan masyarakat mengenai muslimah. Kita harus membuktikan bahwa kita mampu
menjadi dokter, dosen, dan penulis hebat.”
“Pengalaman saya ketika menempuh S2 di Jerman, dimana Islam menjadi agama
minoritas disana, dan wanita berjilbab menjadi suatu hal yang langka, menjadi
sebuah pengalaman yang berkesan untuk saya. Berada di lingkungan yang sama
sekali berbeda dengan kota tempat saya tinggal di Indonesia adalah sebuah
tantangan tersendiri. Namun, menjadi minoritas disana justru membuat saya
semakin bersemangat untuk mengukir prestasi-prestasi. Saya ingin mengubah
pandangan mereka, pandangan dunia tentang para muslimah. Dan jilbab yang saya
kenakan sebagai identitas keislaman saya ini, juga menjadi sarana dakwah Islam,
memperkenalkan lebih jauh tentang Islam kepada mereka.” Mbak Syahnaz memberikan
penjelasan bak menghipnotis kami dengan kata-katanya yang bijak dan cara
penyampainnya yang enak di dengar.
“Wah, luar biasa sekali ya
penjelasan dari Mbak Syahnaz. Hmm pasti banyak yang ingin bertanya kan? Ya kita
buka sesi pertanyaan ya..” kata Mbak Hana.
Aku pun segera mengangkat tangan untuk mengajukan pertanyaan kepada Mbak
Syahnaz.
“Iya silakan Zahra” Mbak Hana mempersilakanku menyampaikan pertanyaan.
“Perkenalkan nama saya Zahra. Mbak Syahnaz saya ingin bertanya, kan saat ini
berarti Mbak mengemban tiga tugas sekaligus, sebagai istri, ibu, dan wanita
karier. Nah, bagaimana Mbak bisa menjalankan tiga tugas itu dengan baik?” aku
menyampaikan pertanyaanku.
“Ya Zahra, pertama yang harus dilakukan adalah ikhlas dan niatkan semuanya
untuk Allah karena segala sesuatu yang diawali dengan niat yang ikhlas karena
Allah, yakinlah pasti Allah akan memberikan kemudahan di setiap langkah-langkah
kita. Mengenai tugas sebagai istri dan ibu bisa tetap bisa kita laksanakan kok,
asal kita bisa memanajemen waktu dengan baik dan menjadi wanita yang cekatan.
Insyaa Allah ketiganya dapat berjalan beringingan tanpa ada satu tugas yang
terbengkalai.” jawab Mbak Syahnaz dengan bijak.
Akhirnya setelah beberapa pertanyaan diajukan, sharing kali ini di tutup dengan sebuah kalimat kesimpulan dari Mbak Syahnaz.
“Jadi, sebagai muslimah kita tidak hanya bisa menjadi seorang ibu rumah tangga
yang baik, kita harus bisa menunjukkan kepada dunia bahwa muslimah juga
mempunyai sisi yang lain yakni prestasi dan sukses dalam berkarier. Dengan
demikian, dunia tidak hanya melihat muslimah sebagai wanita yang sukses di satu
sisi, melainkan sukses di berbagai sisi.” kata Mbak Syahnaz memberi kesimpulan.
Sharing kali ini benar-benar
membuka pikiranku, menambah pemahamanku mengenai muslimah yang sebenarnya.
Pandangan dunia mengenai muslimah yang hanya bisa menjadi seorang istri dan ibu
rumah tangga adalah salah. Muslimah juga mempunyai kesempatan yang sama untuk
dapat meraih cita-citanya. Dan ketika muslimah mampu berprestasi dan sukses
meraih yang ia cita-citakan ia akan menjadi sosok wanita yang hebat. Wanita
hebat yang sukses menjadi istri dan ibu yang baik, juga hebat karena dapat
meraih cita-citanya.