Follow Us @soratemplates

Kamis, 28 Januari 2021

JILBAB ITU JATI DIRIMU


 

Entah mengapa tiba-tiba muncul keinginanku untuk mematut diri di cermin. Aku mencoba amati diriku dari ujung kaki sampai ujung rambut dalam balutan hijab sempurna. Kulihat sesosok wanita disana. Wanita dengan jilbab yang menutup seluruh bagian tubuhnya. Timbul sebuah pertanyaan dalam hati. “Siapa aku? Dengan jilbabku ini apa yang bisa kulakukan, baik kini maupun di masa datang? apakah aku akan mendapat pekerjaan yang layak?. Pertanyaan-pertanyaan itu muncul tiba-tiba. Tanya dalam keraguan ini mengingatkanku pada komentar seseorang dua minggu lalu.


Sore itu selepas pulang kuliah seperti biasa aku kembali ke kos-an dengan bersepeda. Memang jarak dari kampus ke kos ku tidak terlalu jauh tidak sampai satu kilometer. Lagi pula naik sepeda itu sehat dan aku menyukainya. Jadilah sepeda lipat berwarna putih ini yang selalu menemaniku setiap pergi ke kampus. Dalam perjalanan pulang aku mampir ke sebuah warung makan, membeli soto ayam kesukaanku untuk menu makan malam nanti. Ketika menunggu soto ayam ku selesai dibuat, aku duduk di sebuah kursi yang telah disediakan. Seorang bapak duduk di sebelahku. Bapak itu tersenyum kepadaku. Usianya kutaksir sekitar limapuluh tahun. Terjadilah sebuah percakapan antara aku dengan bapak itu.


“Baru pulang kuliah, Nak?” tanya bapak itu memulai percakapan.
“Iya pak..” jawabku sambil membalas senyumnya.
“Kuliah fakultas apa?” kembali bapak itu bertanya.
“Saya kuliah di fakultas pendidikan, Pak.” jawabku.
“Oalaa… Kamu kuliah di fakultas pendidikan toh. Wah sepertinya kamu salah jurusan, Nak. Coba deh kamu pikir nanti kamu bisa jadi apa? jadi guru, jilbab panjangmu itu cocoknya jadi ibu rumah tangga yang mengurus suami dan mendidik anak. Percuma deh kamu kuliah  susah-susah.” kata Bapak itu membuatku terkejut.


Aku terdiam, tak dapat berkata-kata. Rasanya aku ingin menyangkal semua perkataannya, tapi tak bisa. Untunglah keadaan yang tidak mengenakkan ini segera berakhir karena pesanan soto ayam ku telah selesai di buat. Aku pun segera membayar, tersenyum tipis kepada bapak itu, lalu bergegas beranjak dari tempat itu.


Aku benar-benar tak menyangka beliau akan mengatakan hal seperti itu. Rasanya aku ingin membantahnya. Menjelaskan semuanya bahwa pandangannya itu salah. Aku dan para muslimah lainnya  juga bisa berprestasi sama seperti yang lainnya. Jilbab kami bukanlah sebuah penghalang untuk mengukir prestasi. Justru dengan jilbab ini salah satu bentuk taat terhadap perintah Allah. Kami dapat menunjukkan kepada dunia bahwa muslimah juga bisa berkarya dan mereka tak boleh memandang kami sebelah mata.


Setelah semuanya siap, aku pun bergegas pergi ke kampus. Pagi cukup cerah. Sinar matahari terasa hangat disertai udara sejuk yang menyegarkan. Menjadi sebuah harmoni indah di pagi akhir bulan November. Ya, tapi sayangnya cuaca cerah pagi ini tak sanggup mengubah suasana hatiku yang masih terusik dengan perkataan bapak itu kemarin sore. “Coba deh kamu pikir nanti kamu bisa jadi apa? Kamu dengan jilbab panjangmu itu cocoknya jadi ibu rumah tangga yang mengurus suami dan mendidik anak. Percuma deh kamu kuliah teknik susah-susah.” kalimat itu terngiang-ngiang selama perjalananku ke kampus.
“Bapak itu pasti salah kok. Aku yakin kami para muslimah bisa sukses sama seperti yang lain.” Gumamku di dalam hati. Saat ini aku memang belum meraih apa-apa, belum mengukir suatu prestasi. Tetapi aku sebagai mahasiswa baru akan berusaha semaksimal mungkin untuk belajar dan terus belajar hingga satu persatu harapan dan cita-citaku dapat tercapai.


Sesampainya di kampus aku segera menghampiri Shyfa, teman sekelasku. Kebetulan Shyfa memang sudah tiba di kampus dan sekarang sedang duduk di dalam kelas menunggu kuliah yang lima belas menit lagi akan di mulai. Sudah tak sabar aku ingin menceritakan kejadian kemarin sore kepadanya.


“Assalamualaikum, Shyfa. Udah dateng?” sapaku menghampiri lalu duduk di sampingnya.
“Waalaikumsalam. Iya ini baru nyampe juga kok.” jawabnya tersenyum kepadaku.
“Fa, aku punya satu pertanyaan deh.” kataku serius.
“Pertanyaaan apa?” Shyfa mulai penasaran.
“Hmm menurutmu kita ini salah gak sih kuliah jurusan pendidikan?” tanyaku kepadanya.
“Hah? Maksudmu apa, Ra?” jawab Shyfa bingung karena tiba-tiba aku melontarkan pertanyaan aneh seperti itu.



“Iya, maksudku kita ini kan perempuan, pakai jilbab. Jelasku kepada Shyfa.
“Zahra, sekarang aku balik tanya sama kamu. Apakah kuliah itu pilihanmu sendiri?” Shyfa menatapku serius.
“Iya.” jawabku yakin.
“Apakah ada yang memaksamu?” Shyfa bertanya lagi.
Aku menggelengkan kepala.
“Lalu untuk apa kamu bertanya seperti itu. Ini sudah menjadi pilihanmu. Harusnya kamu yakin atas pilihan yang telah kamu putuskan.” jawab Shyfa penuh kebijaksanaan.



“Iya aku yakin kok dengan pilihanku ini. Tapi ada hal yang mengusikku. Kemarin sore ada seorang bapak yang mengatakan bahwa aku yang berjilbab ini tidak pantas kuliah di karena nantinya aku tidak dapat berkarier dan hanya bisa mengurus suami serta mendidik anak. Tentu saja aku sangat tidak setuju. Identitas kita sebagai wanita serta jilbab ini, bukan penghalang untuk berprestasi dan sukses dalam berkarir kan, Fa?” tanyaku pada Shyfa.
“Iya betul sekali, Ra. Justru dengan identitas kita sebagai wanita harusnya kita mampu membuktikan kepada orang-orang bahwa wanita juga dapat berprestasi dan sukses dalam karir. Jilbab yang kita kenakan sebagai identitas keislaman kita juga bisa menjadi sarana dakwah, yaitu memperkenalkan pada masyarakat bahkan kepada dunia bahwa wanita muslim tidak hanya bisa menjadi istri dan ibu yang baik, tetapi kita juga bisa memberi manfaat kepada banyak orang dengan ilmu yang kita miliki. Tidak hanya di bidang kita, bidang apapun yang kita geluti dapat kita kembangkan dan di amalkan di masyarakat.” Jawab Shyfa meyakinkanku.


“Aku setuju, Fa. Nah, berarti sekarang kita harus berusaha keras untuk mencapai itu semua sehingga dapat mengubah pandangan mereka tentang kita.” kataku penuh keyakinan.
“Iya sip. Semangat!. Oya, Ra jangan lupa besok sore ada sharing sama Mbak alumni seorang guru muda. Dia wanita berjilbab yang sukses dan mau berbagi pengalamannya ke kita,” kata Shyfa mengingatkanku.



“Ah iya aku lupa.” aku memang lupa tentang agenda sharing besok sore.
“Hmm kok bisa lupa? Tapi besok kamu dateng kan, Ra?” tanya Shyfa kepadaku.
“Iya Insyaa Allah, Fa. Aku tidak ingin melewatkan kesempatan berharga untuk mendengar cerita pengalaman dari orang sukses. Apalagi beliau yang berbagi pengalaman adalah seorang muslimah yang berjilbab panjang. Hmmm sharing besok sangat sesuai dengan apa yang kita bicarakan sekarang ini. Ya kan?”
“Iya, sharing besok pasti seru banget deh. Aku juga harus dateng.” jawab Shyfa penuh semangat.



Di tengah perbincangan kami, Dosen pun masuk kelas. Dengan senyum ramahnya, beliau berkata “Hari ini kita kuis ya..”
Aku dan Shyfa langsung bertatapan. Bergegas membuka catatan kemudian membacanya secepat kilat. Ya, ini memang pagi yang luar biasa. Sebuah kuis ‘dadakan’ menyapa kami di pagi yang indah ini.


Hari ini aku bangun lebih semangat. Salah satu alasannya karena hari ini ada mata kuliah kesukaanku dan tentu saja alasan lainnya adalah agenda sharing dengan Mbak alumni ba’da Ashar nanti. Oh ya, kemarin aku diberitahu bahwa Mbak alumni yang akan berbagi pengalamannya di sharing nanti sore bernama Mbak Syahnaz. Hmm tak sabar bertemu dan mendengarnya berbagi pengalaman. Dengan meluruskan niat demi meraih ridha-Nya, aku langkahkan kaki menuju kampus, berharap banyak ilmu yang kudapat hari ini. Bismillah…


Setelah keluar dari kelas mata kuliah kesukaanku, aku dan Shyfa bergegas menuju Masjid untuk melaksanakan Sholat Ashar. Usai melaksanakan sholat, kami langsung berkumpul dengan akhwat-akhwat lainnya untuk menghadiri acara sharing bersama Mbak Syahnaz.
“Ra, liat deh. Itu ya yang namanya Mbak Syahnaz?” tanya Shyfa sambil menunjuk kearah seorang wanita berjilbab merah muda.



“Iya itu Mbak Syahnaz. Cantik ya?” sahut Alya akhwat yang duduk di sebelahku.
Aku menoleh ke arah wanita yang mereka maksud. Dan benar saja, aku melihat seorang wanita memakai gamis merah muda. Cantik sekali. Wajahnya cerah bercahaya. Tatapan matanya meneduhkan dan senyumnya mendamaikan. Benar-benar sosok wanita muslimah idaman.


Acara sharing pun dimulai. Kami mengawali sharing ini dengan ucapan Basmalah. Mbak Hana adalah akhwat yang bertugas menjadi moderator pada sharing kali ini.
“Teman-teman akhwat, hari ini kita kedatangan tamu spesial nih. Seorang muslimah yang luar biasa hebat, cantik, sholehah, dan tentunya sangat cerdas. Beliau ini baru saja dua bulan lalu melahirkan anak keduanya. Nah, penasaran kan dengan cerita inspiratif dari beliau, langsung saja kepada Mbak Syahnaz dipersilakan untuk berbagi pengalamannya.” kata Mbak Hana membuka sharing ini.



“Assalamualaikum warahmatullahiwabarakatuh.” Mbak Syahnaz mengucapkan salam sambil tersenyum kepada kami.
“Waalaikumussalam warahmatullahiwabarakatuh.” kami menjawab salamnya dan membalas senyum cantiknya itu.
“Alhamdulilllahirabbil a’lamin. Senang sekali rasanya bisa berada di tengah-tengah wanita sholehah calon penghuni surga-Nya Allah. Aamiin. Hmm sebenarnya saya merasa belum pantas untuk menjadi pembicara di forum ini karena saya juga masih dalam tahap belajar sama seperti teman-teman semua. Nah, jadi disini kita akan saling sharing saja ya agar ilmu kita sama-sama bertambah. Aamiin.” Mbak Syahnaz mengucapkan kata demi kata dengan begitu lembut dan nada yang teratur.


“Akhwat-akhwat cantik yang Insyaa Allah dimuliakan oleh Allah, dilahirkan menjadi seorang wanita adalah sebuah takdir indah yang telah Allah gariskan untuk kita. Sebagai seorang wanita sudah sepatutnya kita bersyukur karena Islam adalah agama yang paling memuliakan wanita. Allah memerintahkan kita untuk menutup aurat dengan jilbab sebagai bentuk perlindungan agar kita terlindung dari kejahatan-kajahatan laki-laki yang berniat buruk. 


Jilbab ini menempatkan wanita di posisi yang tinggi supaya keindahan-keindahan yang Allah anugerahkan kepada kita tidak dapat dinikmati oleh sembarang orang. Keistimewaan lainnya yang Allah berikan kepada wanita adalah dari rahim kita ini kelak akan lahir generasi-generasi calon pejuang Islam. Kita di amanahkan untuk mendidik anak kita nanti agar dapat menjadi seorang yang berguna bagi agama. Sebuah amanah yang mulia, bukan? Belum lagi kelak sebagai seorang istri kita akan menjadi wanita yang akan melayani suami dengan sepenuh hati, membuatnya tersenyum, memberinya motivasi, dan saling berbagi dengannya ketika senang maupun susah.”



“Dua amanah yang akan kita emban ketika berumahtangga kelak adalah kewajiban yang harus kita tunaikan dengan baik. Muslimah harus bisa menjadi istri dan ibu yang baik untuk suami dan anak-anaknya. Namun, apakah sebatas itu yang bisa muslimah lakukan? Tidak. Tidak hanya menjadi istri dan ibu yang baik yang bisa kita lakukan. Muslimah juga bisa menjadi apa yang ia cita-citakan, menjadi dokter, dosen, penulis,  tentu muslimah bisa meraihnya. Usaha keras dan niat yang ikhlas karena Allah adalah kunci utamanya. Namun, ingat dalam meraih semua itu kita akan menghadapi tantangan dan rintangan, diantaranya tingkat persaingan yang tinggi dan pandangan masyarakat tentang para muslimah. Mengapa saya bilang pandangan masyarakat tentang para muslimah menjadi salah satu dari tantangan? Karena sebagian masyarakat masih menganggap para muslimah hanya bisa menjadi ibu rumah tangga tanpa karier yang cemerlang. Mereka masih menganggap muslimah tidak mampu untuk bersaing dengan yang lain dalam hal karier. Oleh karena itu, tantangan kita adalah mengubah pandangan masyarakat mengenai muslimah. Kita harus membuktikan bahwa kita mampu menjadi dokter, dosen, dan penulis hebat.”



“Pengalaman saya ketika menempuh S2 di Jerman, dimana Islam menjadi agama minoritas disana, dan wanita berjilbab menjadi suatu hal yang langka, menjadi sebuah pengalaman yang berkesan untuk saya. Berada di lingkungan yang sama sekali berbeda dengan kota tempat saya tinggal di Indonesia adalah sebuah tantangan tersendiri. Namun, menjadi minoritas disana justru membuat saya semakin bersemangat untuk mengukir prestasi-prestasi. Saya ingin mengubah pandangan mereka, pandangan dunia tentang para muslimah. Dan jilbab yang saya kenakan sebagai identitas keislaman saya ini, juga menjadi sarana dakwah Islam, memperkenalkan lebih jauh tentang Islam kepada mereka.” Mbak Syahnaz memberikan penjelasan bak menghipnotis kami dengan kata-katanya yang bijak dan cara penyampainnya yang enak di dengar.


“Wah, luar biasa sekali ya penjelasan dari Mbak Syahnaz. Hmm pasti banyak yang ingin bertanya kan? Ya kita buka sesi pertanyaan ya..” kata Mbak Hana.
Aku pun segera mengangkat tangan untuk mengajukan pertanyaan kepada Mbak Syahnaz.
“Iya silakan Zahra” Mbak Hana mempersilakanku menyampaikan pertanyaan.
“Perkenalkan nama saya Zahra. Mbak Syahnaz saya ingin bertanya, kan saat ini berarti Mbak mengemban tiga tugas sekaligus, sebagai istri, ibu, dan wanita karier. Nah, bagaimana Mbak bisa menjalankan tiga tugas itu dengan baik?” aku menyampaikan pertanyaanku.



“Ya Zahra, pertama yang harus dilakukan adalah ikhlas dan niatkan semuanya untuk Allah karena segala sesuatu yang diawali dengan niat yang ikhlas karena Allah, yakinlah pasti Allah akan memberikan kemudahan di setiap langkah-langkah kita. Mengenai tugas sebagai istri dan ibu bisa tetap bisa kita laksanakan kok, asal kita bisa memanajemen waktu dengan baik dan menjadi wanita yang cekatan. Insyaa Allah ketiganya dapat berjalan beringingan tanpa ada satu tugas yang terbengkalai.” jawab Mbak Syahnaz dengan bijak.


Akhirnya setelah beberapa pertanyaan diajukan, sharing kali ini di tutup dengan sebuah kalimat kesimpulan dari Mbak Syahnaz.



“Jadi, sebagai muslimah kita tidak hanya bisa menjadi seorang ibu rumah tangga yang baik, kita harus bisa menunjukkan kepada dunia bahwa muslimah juga mempunyai sisi yang lain yakni prestasi dan sukses dalam berkarier. Dengan demikian, dunia tidak hanya melihat muslimah sebagai wanita yang sukses di satu sisi, melainkan sukses di berbagai sisi.” kata Mbak Syahnaz memberi kesimpulan.


Sharing kali ini benar-benar membuka pikiranku, menambah pemahamanku mengenai muslimah yang sebenarnya. Pandangan dunia mengenai muslimah yang hanya bisa menjadi seorang istri dan ibu rumah tangga adalah salah. Muslimah juga mempunyai kesempatan yang sama untuk dapat meraih cita-citanya. Dan ketika muslimah mampu berprestasi dan sukses meraih yang ia cita-citakan ia akan menjadi sosok wanita yang hebat. Wanita hebat yang sukses menjadi istri dan ibu yang baik, juga hebat karena dapat meraih cita-citanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar