Follow Us @soratemplates

Selasa, 23 Maret 2021

KETIKA 'AAMIIN' HANYA HITUNGAN JARI

Selasa, Maret 23, 2021 0 Comments


Notifikasi smartphone Nida berbunyi, membuatnya tersadar dari lamunan. Nida buka, seketika netranya fokus membaca pesan masuk di inbox dari nomor tidak dikenal.


[Kasihan, sudah banyak posting doa, mengaminkan hanya hitungan jari]


Nida menarik nafas, mencoba biarkan dan endapkan pesan itu sejenak. Ia memilih tidak langsung menanggapi pesan-pesan dari orang yang tidak ada di daftar kontak smartphonenya.


Nida melangkah ke luar rumah, menikmati semerbak bunga mawar di halaman. Kadang menikmati sesuatu mampu meningkatkan hormon serotonin dan membuat otaknya tetap dalam gelombang alpha. Itu lebih baik dari pada memikirkan sesuatu unfaedah. 


"Bu, ikannya diungkap dulu atau langsung digoreng? tanya anak sulungnya yang lagi belajar memasak. 


"Kebiasaan di sini, ikan tidak diungkap Say. Dibersihkan, diberi beberapa tetes perasan jeruk nipis dan sedikit garam, lalu biarkan sebentar, kemudian digoreng. Tujuannya, agar ikannya tetap manis alias tidak hambar. Begitu, pahimtum?."


"Pahimna, Baik Mi." 


Nida melanjutkan menikmati bunga mawar dan tetesan embun di daun keladi. Ia ingin agar waktu selalu pagi. Sebab pagi merupakan waktu paling indah. Ketika setiap harapan baru muncul seiring tetesan-tetesan embun menggelayut di ujung dedaunan. Ketika asanya merekah bersama kabut yang mengambang di kali gunung Singgalang. Pagi baginya adalah jalinan doa terangkai bersama munculnya mentari pagi.


Beberapa menit  dia gunakan menikmati bunga, membersihkan dan menyiramnya. Ada rasa syukur menyeruak di antara rasa  dan bunga bugenvil. Masyaa Allah Indahnya dan agungnya ciptaan-Mu ya Rabb. 


Setelah membersihkan kedua tangan, kembali ia buka benda tipis 29 inchi di meja laptopnya. Ditatapnya kembali pesan manis dari orang tidak dikenal itu. Hatinya berbisik lirih "Doa-doa yang kutulis setiap pagi semoga tidak terkontaminasi oleh motif-motif duniawi Ya Rabb.


Belakangan ini, Nida sengaja posting do'a setiap hari. Sejak tanggal 26 Januari 2021 sampai hari ini. Di samping untuk menyelesaikan tugas menulis dari mentor, juga untuk membiasakan diri memposting kebaikan di beberapa platform sosial media. 


Salah satu postingan kebaikan adalah doa. Doa yang ditulis dari hati, dibaca dan diaminkan banyak insan mempercepat doa-doa itu diijabah oleh Allah Subhanahu Wata'ala. 


Kesadaran dirinya sebagai insan lemah tak berdaya, sangat membutuhkan kekuatan Allah Yang Maha Kuasa. La Haula wa la quwwata Illa billah. Maka doa menjadi senjata setiap mukmin menghadapi segala peristiwa. 


Hampir dua bulan berlalu. Doa-doa itu mengalir syahdu. Alhamdulillah masih ada di antara sahabatnya yang suka atau  menulis kata aamiin di kolom komentar. Nida terharu, hanya ungkapan terima kasih tidak terhingga untuk sahabat-sahabatnya, yang meluangkan waktu mengaminkan doanya. Semoga doa-doa itu meluncur deras ke Arasy Allah Yang Maha Tahu, kemudian kembali secara sempurna pada sahabat-sahabatnya, aamiin Ya Rabb." Bisik hatinya lirih.


"Dari tadi melihat smartphone terus. Ada apa sayang?" Tanya suaminya. Lelaki itu orang pertama yang risau tatkala ada apa-apa dengan dirinya. 


"Oh nggak pa pa kok Bang. Ini Pesan WA dari orang yang tidak  ada di kontak smartphoneku." Pesan itu  diperlihatkan Nida ke lelaki terbaik yang  sudah 16 tahun  mendampingi hidupnya. 


"Sayang, jangan hiraukan siapa yang mengirimkan pesan itu, tapi hiraukanlah isi pesannya. Inti pesannya bukan pada kata kasihan, tapi pada kalimat berikutnya. "Sudah banyak posting doa, mengaminkan hanya hitungan jari."


"Jika dianalisis secara seksama dan dalam tempo sesingkat-singkatnya, ini merupakan fenomena sosial yang umum terjadi saat ini. 

Jika orang penting yang posting, nyaris semua manusia suka, tetapi jika orang biasa yang posting hanya hitungan jari yang menyukainya. Sabar saja menghadapi fenomena akhir zaman ini." Kata suaminya panjang kali lebar. 


"Na'am, sudah tidak terhitung jari postingan do'aku setiap pagi,  tapi ya begitulah...aku hanya berharap semoga doa-doa diterima dan diijabah oleh Pencipta bang. Jika disukai dan diaminkan sahabat-sahabatku Alhamdulillah wa syukurillah, jika tidak disukai atau diaminkan tetap alhamdulillah. 


"Pintar, bisa analisis dan punya prinsip sendiri dalam beramal. Ngomong-ngomong tentang 'mengaminkan doa ini bagus lho Dik." Reinforcement suami Nida.


"Ya iyalah bagus bang, masa mengaminkan doa orang lain tidak bagus. Tidak bagus itu jika tidak berdoa, tidak pula mengaminkan doa orang lain, seperti Abang contohnya. wk wk." 


"Ala Mak Jang, siapa yang makan nangka, siapa yang kena getahnya?" Tanya ayah anak-anaknya.


"Abang juga gitu kan?, Emangnya berapa kali Abang berdoa dan berapa kali juga Abang ngelike dan menulis kata aamiin di kolom komentar postinganku? boleh dihitung dengan jari juga kan?" Kata Nida polos


"Benar juga sih, insyaa Allah ke depannya Abang tekan tombol suka dan menuliskan kata aamiin."


"Nah, itu baru suami yang terbaik dunia akhirat. Bukan suami  terbaik tatkala ada maunya aja, wk wk." Tukas Nida. 


"Bicara tentang mengaminkan doa ada haditsnya lho Dik. "Dari Habib bin Maslamah al-Fihri Radhiallahu 'anha berkata: “Saya mendengar Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda: “Tidaklah berkumpul suatu kaum Muslimin, lalu sebagian mereka berdoa, dan sebagian lainnya mengucapkan aamiin, kecuali Allah pasti mengabulkan doa mereka.” (HR. al-Thabrani dan Al-Hakim)


Pada hadits yang lain, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda: "Orang yang berdoa dan orang yang membaca aamiin sama-sama memperoleh pahala.” (HR. Ad-Dailami).


"Na'am, memang ada haditsnya Bang.  Anehnya, kenapa tidak Abang amalkan? Sesekali aamiinkan doa aku dong." Kata Nida.


Nida membatin-batin, kadang kita tahu ayat, hadits, teori, banyak ilmu, wawasan luas, tetapi mengamalkannya sungguh berat luar biasa. Jika ilmu pengetahuan, teori dan wawasan koleksi, pajangan, dan kebanggaan doang, apa kata akhirat? Jauh benar antara api dan 'sarok' nya. Eh.. antara panggang dengan apinya. 


"Sesekali Abang like dan aamiinkan kok Say." Tukas yayang bebnya.


"Na'am, terima kasih bang jika demikian."


"Suatu hari Nabi Musa 'Alaihi Salam berdoa dalam QS. Yunus ayat 88, lalu diaminkan Nabi Harun 'Alaihi Salam. Ahli tafsir menyatakan bahwa Allah menyatakan mereka berdua yang berdoa (QS. Yunus: 89). Allah benar-benar Maha Penyayang, sayang-Nya tak terbilang, satu orang berdoa yang lain mengaminkan, yang mengaminkan dikatakan juga berdoa. 


"Benar itu bang, jika  Abang mengaminkan doaku, berarti Abang sudah berdoa. Maka aamiinkanlah setiap doaku. Insyaa Allah Abang dikatakan sudah berdo'a, berpahala, dan insyaa Alla diijabah Allah Subhanahu Wata'ala. Aku heran, semakin dekat kiamat semakin tipis dan ringkih silah ukhuwah kita ya bang. Aku berharap semoga bukan cinta Abang yang ringkih terhadap aku, wk wk." Nadia mengungkapkan isi hatinya.


"Insyaa Allah, sama-sama kita ikhtiarkan ya Say. Abang setuju, mendoakan dan mengaminkan doa saudara seaqidah memiliki korelasi positifsif dengan ukhuwah Islamiyyah. Pernah Abang baca hadits, artinya: “Tidak ada seorang muslim pun yang mendoakan kebaikan bagi saudaranya (sesama muslim) tanpa sepengetahuannya, melainkan malaikat akan berkata, “Dan bagimu juga kebaikan yang sama.” (HR. Muslim No. 4912).


Sabda Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam yang lain:

“Empat doa yang tidak akan ditolak, yaitu: doa orang yang haji hingga kembali; doa orang yang berperang (berjihad) hingga berhenti; doa orang yg sakit hingga sembuh; dan doa seseorang terhadap saudaranya tanpa sepengetahuannya. Dan doa yg paling cepat diterima di antara doa-doa tersebut adalah doa seseorang terhadap saudaranya tanpa sepengetahuannya.” (HR. Ad-Dailami).


"Tuh Abang tahu, tapi sering lupa kajiannya." Timpal Nida.


"Kena lagi dech." 


"Benar Bang, Islam itu indah sempurna, dan paripurna. Islam menjaga sendi-sendi kehidupan sosial dan pribadi. Mengikis habis virus egoisme dan arogansi. Mengajarkan kebersamaan dan spirit berjamaah secara rinci. Apalagi  berdoa untuk saudara seaqidah berarti telah berdoa untuk diri sendiri. Sekaligus menempuh cara agar doa itu diijabahi Ilahi. Benar begitu bang?


"Mantap, Abang setuju. Kembali ke isi WA orang tak dikenal tadi. Ambil positifnya, buang negatifnya, dan petik ibrahnya. Sagala sesuatu terjadi karena  izin Allah Subhanahu Wata'ala. Tidak satu peristiwa pun terjadi secara kebetulan. Jangan menyesal mengenal orang di dunia ini. Sebab orang baik akan memberi kita kebahagiaan. Orang buruk memberi kita pengalaman, dan orang jahat memberi kita pelajaran. Kira-kira begitu sayang."


"Benar Bang, aku baru ngeh sekarang. Apapun kejadian tidak lepas dari skenario-Nya. Terima kasih banyak Bang, apapun situasinya Abang selalu nomor Wahid jadi supporterku, motivatorku, penyanggah jiwa galauku, semoga tetap setia menjadi imam dunia akhiratku, aamiin." Wajah Nida terlihat cerah kembali.


Aamiin, Allahumma aamiin, jawab   Yayang Bebnya singkat, untuk amalkan kajiannnya sendiri wkwk.   


Selesai.

🤍🤍🤍

Rabu, 10 Maret 2021

KIAT MENJADI RAJA DI RUMAH TANGGA

Rabu, Maret 10, 2021 0 Comments


Sahabat.... seorang bapak pernah curhat. "Aku kira menikah itu nikmat, ternyata derita yang kudapat. Berharap diperlakukan sebagai raja, malah diposisikan laksana hamba sahaya. Duh sakitnya tuh di sini, di sini Udin...!


Suatu ketika aku belanja di warung dekat rumah, kusimak obrolan bapak-bapak. Bukan sengaja nguping ya, tetapi terdengar jelas, dan aku  pura-pura tidak mendengar. "Aku bilang sama kalian semua ya, jadi suami itu harus pintar, jangan serahkan kartu ATM ke dia, sisakan uang sedikit di saku kita. Kalau tidak, kita beli rokok, fulsa, paket data, kopi, teh di warung pakai apa? Pakai daun, nanti Tek Minah mengusir kita...Brother.


Itu sekelumit suara hati para suami. Akibat salah teori. Letak persoalan bukan di istri, tetapi sulit menciptakan kompromi. Boleh jadi tidak satu visi, misi, dan strategi dengan istri,  hingga sulit menjalankan fungsi imam, dan qowwam bagi istri.  


Padahal rumusnya mudah, jika suami ingin diperlakukan sebagai raja, perlakukan istri sebagai ratu. Kalau berharap istri bagai bidadari, buat suasana rumah  mirip surga,  sebab bidadari hidupnya di surga, bukan di warung kopi...


Pertanyaannya, bagaimana cara memperlakukan istri sebagai ratu Mak? Sini Mak ajarin...tapi harus dieksekusi, biar mangkus. Praktekkan tiga kali sehari, seperti minum obat... Jika sakit berlanjut datangi konselor keluarga terdekat. Jangan langsung ke pengadilan ya Pak.


Berikut saya coba kasih tips cara paling jitu memperlakukan istri sebagai ratu. 


1. Hindari Menyalahkan Istri


Waspada dengan pasal-pasal paling sensitif Pak,  pasal 1 istri tidak pernah salah, pasal 2 kalau istri salah kembali ke pasal 1 wk..wk.


Istri tidak bisa dan tidak mau disalahkan. Ketika ada masalah, coba Bapak katakan "Abang yang salah, abang minta maaf ya."  Istri akan menjawab " Bukan...saya yang salah." 


2. Istri ingin dihargai


Sebagai Ratu tentu perlu dihargai, dihormati, diperhatikan bicaranya, dipenuhi kebutuhan dan disahuti panggilan jiwanya. Makanya Pak, kalau istri lagi bicara disimak, didengar, dilihat, tinggalkan semua aktivitas. Fokuskan diri menghadap sang ratu.


Ini Bapak, istri bicara Bapak sibuk memplototi smartphone, membalas chattingan, baca berita, atau scrol Instagram, sambil ngantuk-ngantuk. Seakan telinga, hati, kesempatan hanya sisa-sisa diberikan ke Istri. Makanya sang Ratu sensi. Bapak sih yang kurang responsif. Kadang dia perlu bicara berulang kali, untuk meyakinkan dirinya bahwa ia punya suami empati. Memenuhi kebutuhannya tanpa harus mengemis berkali-kali.


3. Mendahulukan Istri


Strategi paling hebat menaklukkan hati sang ratu adalah mendahulukan sang ratu dalam materi.


Dan dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Bersedekahlah!” Lalu ada seseorang laki-laki datang, “Aku punya satu dinar”. Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, “Belanjakanlah untuk istrimu!” Laki-laki itu berkata (lagi), “Aku masih punya satu dinar lagi”. Nabi saw bersabda, “Belanjakanlah untuk anakmu!” Laki-laki itu berkata (lagi), “Aku masih punya satu dinar lagi!”. Nabi bersabda, “Sedekahkanlah kepada khadam kamu!” Laki-laki itu berkata lagi. “Aku masih punya satu dinar lagi” Nabi bersabda, “Engkau lebih tahu”. (HR Akhmad, Nasa’i dan Abu Dawud).


Di sini sering muncul masalah dalam keluarga. Bapak tidak mendahulukan istri. Tapi ada yang mendahulukan diri sendiri, atau mendahulukan kerabat. Bantu bangun rumah ortu dulu. Bantu sekolah adik-adik dulu. Kirim belanja ke ibu dulu. Padahal istri sudah setahun tidak beli kerudung. Handbody lotionnya sudah habis, skincare tinggal wadahnya doang, dan sepatu sudah pada rusak.  


Paling lucunya, harga sembako  naik, ngasih belanja tak pernah bertambah. Dari awal nikah sampai anak kuliah, ngasih belanja mingguan segitu-segitu aja. Ya jelas rusuh si emak. Bukan berterima kasih, malah ajak suami perang dunia ketiga. 


Wahai Bapak...katanya mau jadi raja. Kalau raja sama dengan sultan. Kalau sultan pasti hartawan. Hidup di istana, serba mewah dan penuh gemerlapan. Tapi kalau masih tinggal di istana mertua, atau di rumah kontrakan ingin diperlakukan seperti raja, ya jelas dong belum layak...wk wk.


Parahnya lagi, suami menyepelekan Istri. Kalau bos yang panggil lewat WA, langsung berangkat. Tapi kalau istri minta tolong ditemani periksa mata jawabnya banyak agenda kantor yang deadline, pergi sendiri aja ya Sayang..!


Jika dengar nada notifikasi WA teman, langsung dibalas. Giliran WA istri slow respon bahkan banyak panggilan tidak dijawab. 


4. Hindari Membandingkan


Jangan lakukan hal tabu sejagat raya ini Pak. Hukumnya wajib dihindari, jika suami tidak mau cari gara-gara dengan istri. Lho kok bisa? Bisa dong Bapak. Membandingkan itu bentuknya macam-macam.


Pertama, Salut dengan Wanita lain Contoh:

Suami:  "Kayaknya Ana pandai ngatur rumah dech."

Istri: "Menurut Abang saya tidak bisa ngatur rumah?, Abang  aja yang letakkan handuk sembarangan. Hidupkan kran sampai air melimpah, lupa matiin lampu keluar kamar mandi.....bla bla.  (Jangan kaget ya Pak, jika istri bisa sebutkan semua daftar kelemahah bapak, sejak menikah sampai sekarang secara rinci). 


Kedua, menyarankan Istri tapi pakai ukuran wanita lain. Contoh:

Suami: "Saya ingin Dinda berhijab sempurna seperti istri tetangga kita..!

Istri: "Abang nyesel menikah dengan saya, karena sy tidak pakai hijab sempurna. Kenapa nggak dari dulu cari wanita pakai hijab sempurna, kenapa pilih saya jadi istrimu...🤬


Ketiga, Suami tidak mampu ghadlul Bashar (menjaga pandangan). Contoh;

Suami: (pas ke mall dengan istri, tangannya pegang istri, tapi matanya ke perempuan lain sampai ketabrak mesin ATM).

Istri: "Gimana, enakkan kalau gak ghadlul Bashar, dibayar kontan oleh Allah.!


Jadi, ketika suami belum mampu membuktikan kuantitas dan kualitas dirinya sebagai raja, jangan berharap istrinya bersikap seperti Ratu. Jika suami belum mampu ciptakan suasana rumah semisal surga, tunda dulu berharap istri seperti bidadari.


Maaf banyak-banyak Pak...🙏🤭


Semoga bermanfaat

Salam ukhuwah

Darimis

BELAJAR UNTUK SETIA

Rabu, Maret 10, 2021 0 Comments


Subhanallah...begitu amat beritanya. Seolah pernikahan tidak lepas dari selingkuh dan selingkuh. Selingkuh terus."


"Emangnya kamu baca apa?, tanya suamiku heran. 


"Baca macam-macam Uda. Mutar-mutar dari tadi, media massa online, Ig, efbi, tiktok, dan YouTube, semua memberitakan itu."


"Subhanallah, emangnya berita apa? 


"Uda pura-pura tidak tahu, padahal yang dilihat juga berita itu?


"Uda lihat bentar aja, ngapain dipikirkan cerita orang lain. Mendingan pikirkan cerita kita sendiri." 


"Bagus itu Uda, jawabku bersemangat. 


"Aku hanya ingin setia Uda, setia pada imanku, setia pada ibadahku, setia pada agamaku, setia pada Allah dan Rasulullah. Dan setia pada imamku, alias Uda Malin. Selebihnya tidak menjadi pikiran apalagi menjadi keponya aku. Wkwk."


"Pinter...kata suamiku."


"Jazakallah khairan (semoga Allah membalas kebaikanmu) Uda."


"Waiyyaki (dan untukmu juga) sayang."


"Aishah tahu arti SETIA? Tanya Uda Malin


" Tahu dong...SETIA kan, menurut Aish setia itu artinya setia."


"Semua orang juga tahu, setia itu artinya setia, maksud Uda maksudnya? atau akronim juga boleh"


"Akronim SETIA, menurut Aish (Sungguh-sungguh, Empati, Taat, Ikhlas, dan Akur). 


"Ajib..bagus itu sayang. Menurut Uda nich ya. SETIA itu akronim:  Sayang...!, Empati itu, Tanpa Ikhlas, Tiada Arti"


"Ihh... Uda bisa aja buat akronim  unyu-unyu."


"Bisa aja kan? Tidak ada aturannya harus ikut prosedur ilmiah, suka-suka kita dong, diri kita, keluarga kita, selamat, dan masuk surga kita yang rencanain. Bukan profesor pelopor teori setia he he."


"Boleh Aishah tanya gak Da? 


"Boleh sekali, kalau dua kali harus bayar...wk wk.


"Bayar lagi, kemarin Uda ngomong ke Aish, Janji adalah utang, jika tidak ditepati dibayar dengan uang." Pertanyaan mendasarnya adalah Uda setiakah pada Aishah? 


"Kenapa pertanyaaan begitu?


"Ya iyalah Uda, sekarang lagi viral kisah suami tidak setia. Kawatirnya Uda terpapar virusnya..


"Insyaa Allah ke depannya Uda akan setia............


"Jadi, selama ini Uda gak setia sama Aishah."


"Kalimatnya belum selesai, sayang. Maksud Uda, selama ini semampu Uda, Uda sudah setia, Insyaa Allah ke depannya Uda akan terus belajar untuk setia." 


"Yang bener?...demi Allah.


"Benar, Tallahi...Wallahi....Kenapa jadi ragu Aishah dengan kesetiaan Uda. Uda paham sekarang, pasti gegara berita viral itu lagi kan?


"Benar Uda, Aishah kawatir mana tahu Uda terinspirasi lelaki itu."


"Insyaa Allah tidak sayang, untuk mendapatkan bidadari berhijab sepertimu, Uda perlu mendaki gunung tinggi, menyeberangi lautan luas, menaklukkan angkasa, terlalu berat perjuangan Uda memperjuangan pernikahan  kita." 


"Ihh gombalnya berserakkan..."


"Benar Sayang...biarlah itu menjadi kenangan indah Uda. Aishah hanya perlu fasilitasi Uda untuk selalu belajar setia."


Aishah: 🥰🥰🥰🥰🥰 

----------

"Teruslah setia pada pasangan halalmu, sampai keluargamu menginjakkan kaki di surga Allah Subhanahu Wata'ala."


Darimis

ISTIMEWANYA MENJAGA PANDANGAN

Rabu, Maret 10, 2021 0 Comments


Perasaan suka bermula dari mata, diteruskan ke otak, ditafsirkan dengan informasi yang tersimpan. Muncul kekaguman, simpati, ingatan, hayalan dan kerinduan. 


Bermula dari mata, bisa  bisa mengundang petaka. Prahara rumah tangga bisa melanda semua keluarga. Tidak peduli keluarga artis, selebritis, ustadz, ustadzah, ulama, dokter, atau pengusaha. 


Bermula dari tidak bisa menundukkan pandangan. Akhirnya tidak mensyukuri kelebihan, keistimewaan, kesejatian pasangan. Sirna berbagai kebaikan, yang terlihat semua kekurangan dan kelemahan pasangan. Tidak berarti semua kenangan indah di di awal dan sepanjang pernikahan. 


Jika beranggapan pasangan cerdas, brilian, hebat dan membanggakan. Ternyata fakta tidak demikian. Betapa banyak pasangan orang hebat berakhir di pengadilan.


Jika beranggapan pasangan yang memiliki keindahan fisik menyenangkan dan asyik. Ternyata tidak sedikit keluarga publik figur rumah tangganya mudah terusik, tercabik, hingga berakhir secara tidak baik-baik. 


Jika beranggapan wanita mandiri secara finansial mampu menyenangkan hati. Nafkah tercukupi kadang berlebih secara materi. Toh nyatanya masih ada pasangan mengeluh dan selingkuh, karena pasangan tidak peduli. Sibuk di luar sana mengumpulkan pundi-pundi.


Jika beranggapan pasangan peduli, berempati, terlihat mencintai sepenuh hati, dan berbakti tanpa pretensi. Ternyata di luar sana masih ada kisah nelangsa pasutri. Sulit wujudkan baiti jannati.  Terus merasa pasangan kurang hingga perlu mencari yang lebih baik lagi.


Kita bertanya sebenernya apa yang terjadi hingga pernikahan kacau begini? Salah satu aspek yang berkontribusi, pasutri tidak bisa menahan, menundukkan, atau menjaga pandangan mata dan hati. Terutama para lelaki. 


Pernah suatu hari seorang lelaki mengadu kepada seorang Syaikh. "Ketika aku mengagumi calon istriku, seolah-olah Allah tidak menciptakan perempuan yang lebih cantik dari dirinya di dunia ini. Ketika aku sudah meminangnya, seolah-olah aku melihat banyak wanita seperti dirinya. Ketika aku sudah menikahinya, ternyata banyak perempuan yang jauh lebih cantik dari dirinya.  Ketika berlalu beberapa tahun pernikahan kami, aku melihat seluruh perempuan lebih manis dari istriku."


Syaikh balik bertanya: "Apakah engkau mau tahu, ada yang lebih parah dari pada yang kau alami saat ini? 


Syaik itu melanjutkan: "Masalah sesungguhnya bukan terletak pada istrimu, tetapi terletak pada hati rakusmu dan mata keranjangmu. Mata manusia tidak akan pernah puas, kecuali sudah tertutup tanah kuburan."


"Jadi, masalah yang kamu hadapi sebenarnya adalah kamu tidak menundukkan pandanganmu dari apa yang diharamkan Allah."


Barangkali terlalu sulit untuk melaksanaka  perintah Ilahi. Padahal perintah menundukkan pandangan sudah jelas sekali. "Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu, lebih suci bagi mereka. Sungguh, Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat." (QS. An-Nur ayat 30)


Menundukkan pandangan juga diperintahkan Allah pada wanita. "Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya." (QS. An-Nur ayat 31).


Bercermin pada kisah pemuda dan Syaikh di atas,  dapat dipahami bahwa penyebab utama persoalan terletak pada pandangan. Mata keranjang, dan hati rakus penyebab utama retaknya sendi-sendi pernikahan, perselingkuhan, dan perceraian. 


Salah satu cara agar kenikmatan bertambah. Keluarga bisa sakinah mawadah warahmah. Pasutri bisa sehidup sesurga adalah dengan menundukkanlah pandangan, hingga kenikmatan iman dan kenikmatan pernikahan bertambah, dan terus bertambah. 


Semoga bermanfaat

Salam ukhuwah

Darimis