Cinta tidak buta. Cinta adalah cahaya yang datang menyinari hidup , hingga terang benderang, mencerahkan, dan memberdayakan manusia untuk menjadi mulia di sisi Allah Subhanahu Wata’ala. Cinta memberi petunjuk pada individu, agar senantiasa berjalan lurus menuju tempat terluas dalam hatinya disebut syaqafa, sehingga menenteramkan jiwa secara keseluruhan.
Cinta itu mencerahkan hidup manusia dari kegelapan, keterpurukan, kegalauan, dan kenelangsaan hati, yang lahir dari aneka himpitan hidup. Cinta juga memberdayakan individu untuk lebih mampu mengenal potensi, mangasah kemauan, dan berjuang untuk kebaikan diri dan orang lain, serta amunisi terbesar dalam berjuang menjadi yang terbaik dan mulia di sisi Rabb Pencipta Alam.
Cinta merupakan anugerah terindah yang diberikan dan ditanamkan Allah pada hati manusia. Ketika cinta bersemi di taman hati, kita bisa saja melihat cahaya cinta sebagai cahaya pagi yang lembut, dan sebening embun. Atau kita melihat cahaya cinta laksana cahaya senja yang romantic, atau cahaya malam yang dingin membuat qiyamul lail makin terasa khusyu'
Biasanya ketika cinta ditolak dkun bertindak, eh salah, berarti cinta tidak berbalas, muncul rasa sakit hati, sakitnya tuh di sini. Berat, dan amat berat. Maka sebagian kita mempersepsi cinta sebagai cahaya yang bersinar tajam, dan dahsyat, sehingga menyilaukan dan membutakan mata. Kita kehilangan kemampuan untuk mengenal sesuatu di sekeliling kita. Kita akan berjalan sempoyongan, kaki tersandung batu, dan boleh jadi kepala terantuk ke sana-sini.
Berdasarkan logika itu, maka ungkapan “Cinta itu buta” merupakan penghayatan dan persepsi manusia tentang cinta dengan lingkup keterbatasannya melihat cahaya cinta. Ketika cahaya itu datang dan pergi dalam hidupnya. Penghayatan terhadap cinta dipengaruhi situasi, kondisi, ilmu, dan pengalaman hidup. Jika hidup penuh kegelapan, maka cahaya yang datang serasa menyilaukan dan membutakan. Namun bersama berlalunya waktu, individu akan mampu beradaptasi dengan cahaya, dan semakin memahami dan menikmati arti hidup dalam cahaya. Mungkin selama ini individu tidak merasakan dan mengalami indahnya hidup dalam cahaya, sebab yang diketahui hanyalah kegelapan.
Kegelapan hidup yang dialami dan dirasakan individu mengakibatkan individu tersebut tidak memahami manfaat cahaya, sehingga bisa jadi membuang cahaya tersebut. Asumsi yang digunakan bahwa cahaya sesuatu yang tidak normal dan tidak bermanfaat. Individu akan mempersepsi bahwa cahaya merupakan sesuatu yang tidak berguna, dan membuangnya jauh-jauh, bahkan melupakan untuk selama-lamanya. Dia merasa hidup normal dengan kegelapan, sebab kegelapan adalah pengalaman yang biasa dialami. Individu tersebut boleh jadi merasa tidak apa-apa, tidak merasa kekurangan, atau merasa ada yang hilang dalam diri. Padahal sesungguhnya dia sangat membutuhkan cahaya itu, sehingga mengatakan cinta sebagai kebutaan.
Individu yang dibesarkan secara kondusif dan kaya pengalaman cahaya terang. Ketika cinta dating, ia akan mempersepsi cinta sebagai cahaya yang lebih terang dari yang pernal dikenal. Mungkin cahaya tersebut membuat silau dan memedihkan mata. Untuk menetralisir cahaya tersebut kita perlu menutup mata lebih dahulu, untuk kemudian penglihatan kita normal kembali. Kita menjadi tahu segala sesuatu yang ada di sekeliling kita. Kita membutuhkan adaptasi dengan cahaya yang datang, sehingga membuat banyak hal kelihatan. Sebelumnya tidak nampak, dan kita mampu melihat sesuatu secara lebih jelas, yang sebelumnya terlihat samar-samar. Cahaya cinta yang datang membantu kita untuk memahami apapun yang ada di sekitar kita, dan kita dapat mempersiapan diri menghadapi kejadian, karena kita dapat melihat dengan terang hikmah yang dikemas Rabb kita untuk kemaslahatan diri kita.
Allah Subhanahu Wata’ala memberikan cinta yang sama pada setiap mahkluknya termasuk manusia, namun cara orang memahami cinta tersebut berbeda-beda. Tergantung pengalaman dan penghayatan orang tersebut tentang cahaya. Hidup dalam kegelapan atau terbiasa hidup dalam cahaya, itu adalah pengalaman spesifik yang kita dialami dengan segenap jiwa. Ketika cinta datang pada individu yang berpengalaman dengan cahaya, ia akan mempersepsi cahaya dengan tepat, dan mampu membedakan jenis cahaya pagi yang lembut, dengan cahaya senja yang hangat, atau cahaya malam yang dingin. Hidup dalam cahaya meningkatkan kemampuan kita untuk mengenal cahaya matahari dan cahaya rembulan atau bintang-bintang, dengan cahaya lampu jalanan, atau lampu sorot diskotik. Semua berbeda sesuai dengan kegunaan da tempat masing-masing.
Hidup dalam cahaya membuat kita memiliki kemampuan untuk membedakan antara kegelapan dengan cahaya, antara samar-samar dan remang-remang, antara cahaya abadi dan cahaya buatan manusia, antara cahaya pantulan dan cahaya sebenarnya. Pengalaman hidup dengan cahaya mengasah mata hati mengenal kebenaran dan kebatilan. Semua cahaya berguna untuk hidup manusia, dan sangat membantu manusia mengenal ciptaan Rabb dalam lingkup Kehamakuasaa-Nya. Pada akhirnya membimbing kita menuju cinta sejati yang vertikal akan kuat jika dibantu oleh penghayatan cinta horizontal. Kita akan menghindarkan diri untuk bersumpah serapah pada kelembutan cahaya pagi, pada kehangatan cahaya senja, dan dinginnya cahaya malam. Semua cahaya berguna dengan keunikannya masing-masing.
Cinta adalah cahaya yang dianugerahkan Allah untuk menerangi hidup manusia. Ketika kita menyatakan cinta itu buta berarti kita tidak memiliki kemampuan untuk melihat cahaya dengan keunikan dan manfaatnya masing-masing. Hal ini berarti kita tidak bersyukur dan menghargai cahaya yang diciptakan Allah. Ketika cinta datang itu adalah cahaya lihatlah dengan mata hati, ketika cinta pergi maknailah dengan hikmah akan datang cahaya yang lebih terang, dan ketika cinta tidak mengenal tempat, sistuasi dan wadah, persepsilah dengan hati yang bening bahwa cinta urusan perasaan bukan urusan logika kita yang banyak argumentasi, namun enggan mencari dalam agama kita sendiri.
Bumi Alla, 10 Agustus 2020
Tidak ada komentar:
Posting Komentar