Follow Us @soratemplates

Rabu, 19 Agustus 2020

MET MILAD BUKAN BUDAYAKU

 

Dulu aku sama seperti sahabat...pernah mengucapkan selamat ulang tahun atau met milad kepada keluarga, guru, dosen, dan teman-teman. Menurutku ketika itu, mengucapkan met milad suatu ritual wajib, rasanya berdosa jika tidak mengucapkan itu. Ketika itu, aku masih jahil dalam hidup ini. Boleh jadi gelar ada, namun ternyata pengetahuan agamaku tidak berbanding lurus dengan pengetahuan  akademikku.

 

Sampai suatu hari, aku mengucapkan met milad kepada murabbiku. Niatku rasanya bagus, untuk menghormati dan menghargai guruku. Tatkala itu murabbiku...diam saja tidak menjawab aamiin, apalagi terima kasih. Siap belajar, beliau memberikan tulisan pada kami murid-muridnya. Katanya untuk kami pelajari. Biar kami tidak kelirulogi. Ternyata uraian demi uraian dalam tulisan itu menampar sadarku, membuat aku terduduk lemas, menyadari betapa bodohnya aku. Sering ikut-ikutan, latah, ingin dianggap modern, dan kekinian.

 

Sahabat...! aku bukan siapa-siapa. Tujuanku hanya satu, berbagi pengetahuan tentang pragmen hidup yang pernah kujalani. Semoga menjadi ibrah bagi sahabat semua. Jika ada yang setuju, menerima, ragu, atau menolak, itu hak kita.

 

Sejarah Ulang Tahun

 

Jika dicermati ternyata ulang tahun tidak ada dalam Al-Qur’an. Ulang tahun hanya ada dalam Injil Matius 14:6,  Tetapi pada hari uang tahun Herodes, menarilah anak Herodes yang perempuan, Herodias, di tengah-tengah mereka akan menyukakan hati herodes.” Kemudian pada Injil Markus 6:21, “Akhirnya tiba juga kesempatan yang baik bagi Herodias, ketika Herodes pada hari ulang tahunnya mengadakan perjamuan untuk pembesar-pembesarnya, perwira-perwiranya dan orang –orang yang terkemuka.”

 

Tidak hanya berbahasa Indonesia dalam kitab Bible, Matthew 14:6 and Mark 6:21, “Celebrating of birthday is Paganism, and Jesus (Isa, peace be upon him) doesn’t to do it, but Herod.” Sama halnya pada Matthew 14:6  But when Herod’s birthday was kept, the daughter of Herodias danced before them, and pleased Herod."

 

Secara historis, jika dibaca dalam buku (A.D. El. Marzdedeq, berjudul Parasit Aqidah Jakarta: Syaamil, hal 298) dikemukakan beberapa penjelasan. Pada masa-masa awal Nasrani generasi pertama (Ahlul Kitab atau Kaum Kawariyyun atau Pengikut Nabi Isa) mereka tidak merayakan Upacara UlangTahun, karena mereka menganggap bahwa pesta ulang tahun itu adalah pesta yang munkar dan hanya pekerjaan orang kafir Paganisme. Namun kemudian orang Nasrani yang pertama kali mengadakan pesta ulang tahun adalah orang Nasrani Romawi. Dengan cara beberapa batang lilin dinyalakan sesuai dengan usia orang yang berulang tahun. Sebuah kue ulang tahun dibuatnya dan dalam pesta itu, kue besar dipotong dan lilinpun ditiup.

 

Berdasarkan penjelasan Marzdedeq di atas, izinkan aku berpendapat, bahwa tradisi ulang tahun bukan tradisi yang muncul dari agama Islam, namun tradisi orang-orang Yahudi, Nasrani, dan kaum Paganisme. Jadi, aku pikir kurang pas, jika aku ikut merayakan sesuatu yang bukan berasal dari agamaku. Terlepas dari hukumya apa, cukuplah pemahaman jahil dahulu menghukumku dengan rasa bersalah. Aku bertaubat, aku sangat berharap Allah Subhanahu Wata’ala mengampuni dosa-dosakuku. Kala itu, pengetahuanku minim tentang aqidah, sehingga aku terjebak dalam ritual paganisme ini.

 

Dulu dan sampai hari ini, masih kulihat di televisi, media massa. Bahkan di medsos sangat gencar menyiarkan dan mempublikasikan seremonial megah ini. Coba lihat, cerita seleb tanah air, betapa besar biaya yang dikeluarkan untuk merayakan hari lahirnya.

 

Ketika anak-anakku sekolah di PUAD, TK, dan SD dulu, hampir satu kali seminggu membawa sekantong makanan pulang sekolah. Kata mereka “Beberapa teman ulang tahun Bu. Kami di kasih ini oleh Umminya.” Anakku sengaja aku pilihkan Sekolah Islam, agar mereka terhindar dari ritual-ritual semacam ini. Tapi, itulah...akupun tidak bisa komentar apa-apa.

 

Bahkan aku sendiri di tempat kerja, di medsos, dan dalam kehidupan nyata mendapatkan ucapan “Met milad, barakallah fi umrik...semoga makin dewasa dan makin sukses ya Sob.” Di Medoso biasanya aku jawab emoji saja. Tidak mengucapkan terima kasih. Namun di dunia nyata, biasanya aku tersenyum saja, jika memungkinkan aku berdiskusi tentang ini.

 

Hanya sedikit sekali yang kupahami, bahwa mengucapkan selamat ultah atau milad kepada siapa pun yang sedang ulang tahun, pada hari kelahiran tidak pernah diajarkan oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wassallam. Padahal menurut pikiran bodohku, Rasulullah adalah orang yang paling mengerti cara berinteraksi, bersosialisasi, berkomunikasi, dan bergaul dengan masyarakat. Rasulullah tahu persis bagaimana menyenangkan dan menghormati sahabat-sahabat dan keluarga Beliau. Rasulullah paling paham cara mensyukuri setiap nikmat, rahmat dan anugerah Allah Subhanahu Wata’ala. Rasulullah paham betul. Tapi mengapa Rasulullah tidak melakukannya?, Mengapa para sahabat, tabi’in, tabit tabi’in, dan para shalafus shalih tidak melakukannya? Ini yang membuatku berpikir untuk mencari jawaban terbaik dan memuaskan rasa ingin tahuku.

 

Mencermati Beberapa Sabda Rasulullah

 

Kembali aku ulangi, aku bukan sok alim, aku bukan siapa-siapa di dunia ini, hanya pendosa. Ini hanya caraku berbagi sesuatu.

 

Ada Hadits, yang artinya “Sebaik-baik umat manusia adalah generasiku (sahabat), kemudian orang-orang yang mengikuti mereka (tabi’in) dan kemudian orang-orang yang mengikuti mereka lagi (tabi’ut tabi’in).” (H.R. Mutafaqun ‘Alaih). Hadit ini menjadi pegangan bahwa Rasulullah Shallallahu’Alaihi Wasallam, para shabat, tabi’in, dan tabit tabi’in saja yang sudah mendapat gelar khusus sebagai manusia dan generasi terbaik tidak merayakan hari ultah. Apalagi aku yang bukan siapa-siapa, hanya manusia pendosa, setiap hari ada aja hukum syarak yang tidak dipahami, akhirnya dilanggar.

 

Rasulullah Shallallahu ‘Laihi Wasallam bersabda: “Kamu akan mengikuti cara hidup orang-orang sebelum kamu, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta. Sehingga jika mereka masuk ke dalam lobang biawak kamu pasti akan memasukinya juga”. Para sahabat bertanya, ”Apakah yang engkau maksud adalah kaum Yahudi dan Nasrani wahai Rasulullah?” Rasulullah menjawab: ”Siapa lagi jika bukan mereka?!” Berdasarkan hadits ini, aku kawatirkan diriku, anak-anakku latah dan ikut-ikutan cara hidup orang-orang non Islam, sedikit demi sedikit. Ketidaktahuanku tentang ini bisa jadi menyeretku untuk latah merayakan sesuatu yang tidak ada dalam agamaku. Kadang demi menyamakan kebiasaan, agar seirama dan satu frekuensi dengan orang lain, kita ikut-ikutan sesuatu yang unfaedah. Apalagi ada dalih “Sekarang semua orang telah merayakan ultah, masa kita saja yang tidak merayakan, apa kata dunia?.”

 

Hadits berikutnya, artinya “Barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka.”( HR. Ahmad dan Abu Daud dari Ibnu Umar). Hadits ini banyak digunakan oleh teman-teman yang tidak mau merayakan ultah. Tidak apa-apa sih, yang penting ketika mecermati fenomena kehidupan, kita sedikit paham dalil. Kita harus tahu juga bahwa Allah telah wanti-wanti mengingatkan dalam Al-Qur’an Surat Al-Isra ayat 36“ Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran , pengelihatan, dan hati, semuannya itu akan diminta pertanggung jawabannya.”
(QS. Al-Isra’:36). Kemudian dalam Al-Qur’an Surat Annur ayat 15, “… dan kamu mengatakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikitpun juga, dan kamu menganggapnya suatu yang ringan saja. Padahal dia pada sisi Allah adalah besar.” (QS. an-Nuur : 15)

 

Ya Rabb...hadits dan ayat-ayat di atas makjleb bener buatku. Aku yang dulu ikut-ikutan sesuatu, karena tidak mengerti hukum syarak, tanpa mengerti dari mana asal perayaan itu, aku latah memperingati ulang tahun. Aku meninggalkan tuntutan yang ditinggalkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Padahal aku sedikit tahu Rasullullah telah meninggalkan dua pedoman (Al-Qur’an dan Hadits) jika aku berpegang teguh pada keduanya, niscaya aku akan selamat. Tidak saja selamat di dunia, namun selamat sampai akhirat. Namun jarang aku baca, aku pelajari jika ada waktu luang saja.

 

Dulu, aku pernah menghadiri acara ulang tahun, karena kejahilanku. Terkecoh ketika itu, acara ulang tahun, namun berlabel syukuran, dan selamatan. Setelah sampai di tempat acara, baru aku tahu ternyata acara ulang tahun. Teman-teman ketika itu mengucapkan “Selamat Milad, Met Milad, Barakallahu fii Umrik. Aku juga ucapkan Barakallah fii umrik (berkah Allah atas umurmu). Aku benar-benar latah. Aku kira dengan ucapan itu agak Islami, karena memang lebih kedengaran Islami, dengan bahasa Arab. Mengganti selamat ulang tahun dengan met milad..., didahului dengan membaca basmalah, dan diakhiri dengan ucapan alhamdulillah. Islami banget menurutku ketika itu.

 

Belakangan baru aku tahu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengingatkan umatnya, “Barangsiapa beramal dengan suatu amalan yang tidak ada perintah dari kami padanya,  maka amalan tersebut tertolak (tidak diterima oleh Allah).” (HR. Muslim). Hadits ini menohokku, betapa banyak perbuatanku yang hanya ikut-ikutan, tidak ada perintah Allah dan Rasulullah tentang hal itu. Boleh jadi akal pikiranku menganggapnya baik, padahal baik (khair) dan buruk (syar) landasannya aturan Allah dan Rasulullah,  bukan akalku yang terbatas, apalagi kebiasaan. Meskipun logika bodohku kadang berpikir, Nabi, para sahabat, dan para shalafus shalih, jika beranggapan perbuatan ultah itu baik, maka beliau-beliau itu pasti lebih utama mengamalkannya. Namun mereka tidak mengamalkannya, berarti perbuatan itu tidak dikategorikan baik.

 

Sebenarnya aku bisa berpikir, ketika sampai di hari kelahiran, berarti satu tahun usiaku berkurang. Semakin berkurang umurku, semakin dekat aku dengan kamatian. Meskipun kematian tidak tergantung umur. Idealnya aku mempersiapkan bekal kematian, bekal amal pahala yang akan aku bawa menghadap Allah Subhanahu Wata’ala. 

 

Benar kata murabbiku...”Setiap muslim dtuntut untuk muhasabah setiap hari, karena setiap saat, detik, menit, dan jam yang dilalui tidak akan pernah kembali. Semua perbuatan yang tidak bermanfaat tidak akan berguna, dan tidak akan menolong di akhirat, kecuali iman dan amal shalih.”

 

Untuk itu semua, sudah sekian lama aku meninggalkan tradisi mengucapkan selamat ulang tahun, dan tradisi merayakan hari ulang tahun. Maafkan aku sahabat...jika di hari lahirmu aku tidak mengucapkan selamat milad, barakallah fii umrik. Cukuplah doa terbaik, yang kumohonkan kepada Allah setiap shalat untuk kebaikan sahabat. Semoga setiap do’aku untukmu diijabah oleh Allah Subhanahu Wata’ala, dan menjadi pahala bagiku.

 

Bumi Allah, 19 Agustus 2020/

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar