Dulu aku sama seperti sahabat...pernah mengucapkan selamat ulang tahun atau met milad kepada keluarga, guru, dosen, dan teman-teman. Menurutku ketika itu, mengucapkan met milad suatu ritual wajib, rasanya berdosa jika tidak mengucapkan itu. Ketika itu, aku masih jahil dalam hidup ini. Boleh jadi gelar ada, namun ternyata pengetahuan agamaku tidak berbanding lurus dengan pengetahuan akademikku.
Sampai suatu hari, aku mengucapkan met milad kepada
murabbiku. Niatku rasanya bagus, untuk menghormati dan menghargai guruku.
Tatkala itu murabbiku...diam saja tidak menjawab aamiin, apalagi terima kasih.
Siap belajar, beliau memberikan tulisan pada kami murid-muridnya. Katanya untuk
kami pelajari. Biar kami tidak kelirulogi. Ternyata uraian demi uraian dalam
tulisan itu menampar sadarku, membuat aku terduduk lemas, menyadari betapa
bodohnya aku. Sering ikut-ikutan, latah, ingin dianggap modern, dan kekinian.
Sahabat...! aku bukan siapa-siapa. Tujuanku hanya
satu, berbagi pengetahuan tentang pragmen hidup yang pernah kujalani. Semoga
menjadi ibrah bagi sahabat semua. Jika ada yang setuju, menerima, ragu, atau
menolak, itu hak kita.
Sejarah Ulang
Tahun
Jika dicermati ternyata ulang tahun tidak ada dalam
Al-Qur’an. Ulang tahun hanya ada dalam Injil Matius 14:6, “Tetapi pada hari uang tahun Herodes,
menarilah anak Herodes yang perempuan, Herodias, di tengah-tengah mereka akan
menyukakan hati herodes.” Kemudian pada Injil Markus 6:21, “Akhirnya
tiba juga kesempatan yang baik bagi Herodias, ketika Herodes pada hari ulang
tahunnya mengadakan perjamuan untuk pembesar-pembesarnya, perwira-perwiranya
dan orang –orang yang terkemuka.”
Tidak hanya berbahasa Indonesia dalam kitab Bible,
Matthew 14:6 and Mark 6:21, “Celebrating of birthday is Paganism, and Jesus
(Isa, peace be upon him) doesn’t to do it, but Herod.” Sama halnya pada
Matthew 14:6 “But when Herod’s
birthday was kept, the daughter of Herodias danced before them, and pleased
Herod."
Secara historis, jika dibaca dalam buku (A.D. El.
Marzdedeq, berjudul Parasit Aqidah Jakarta: Syaamil, hal 298) dikemukakan
beberapa penjelasan. Pada masa-masa awal Nasrani generasi pertama (Ahlul Kitab
atau Kaum Kawariyyun atau Pengikut Nabi Isa) mereka tidak merayakan Upacara
UlangTahun, karena mereka menganggap bahwa pesta ulang tahun itu adalah pesta
yang munkar dan hanya pekerjaan orang kafir Paganisme. Namun kemudian orang
Nasrani yang pertama kali mengadakan pesta ulang tahun adalah orang Nasrani
Romawi. Dengan cara beberapa batang lilin dinyalakan sesuai dengan usia orang
yang berulang tahun. Sebuah kue ulang tahun dibuatnya dan dalam pesta itu, kue
besar dipotong dan lilinpun ditiup.
Berdasarkan penjelasan Marzdedeq di atas, izinkan aku
berpendapat, bahwa tradisi ulang tahun bukan tradisi yang muncul dari agama
Islam, namun tradisi orang-orang Yahudi, Nasrani, dan kaum Paganisme. Jadi, aku
pikir kurang pas, jika aku ikut merayakan sesuatu yang bukan berasal dari agamaku.
Terlepas dari hukumya apa, cukuplah pemahaman jahil dahulu menghukumku dengan
rasa bersalah. Aku bertaubat, aku sangat berharap Allah Subhanahu Wata’ala
mengampuni dosa-dosakuku. Kala itu, pengetahuanku minim tentang aqidah,
sehingga aku terjebak dalam ritual paganisme ini.
Dulu dan sampai hari ini, masih kulihat di televisi,
media massa. Bahkan di medsos sangat gencar menyiarkan dan mempublikasikan
seremonial megah ini. Coba lihat, cerita seleb tanah air, betapa besar biaya
yang dikeluarkan untuk merayakan hari lahirnya.
Ketika anak-anakku sekolah di PUAD, TK, dan SD dulu,
hampir satu kali seminggu membawa sekantong makanan pulang sekolah. Kata mereka
“Beberapa teman ulang tahun Bu. Kami di kasih ini oleh Umminya.” Anakku sengaja
aku pilihkan Sekolah Islam, agar mereka terhindar dari ritual-ritual semacam
ini. Tapi, itulah...akupun tidak bisa komentar apa-apa.
Bahkan aku sendiri di tempat kerja, di medsos, dan
dalam kehidupan nyata mendapatkan ucapan “Met milad, barakallah fi umrik...semoga
makin dewasa dan makin sukses ya Sob.” Di Medoso biasanya aku jawab emoji saja.
Tidak mengucapkan terima kasih. Namun di dunia nyata, biasanya aku tersenyum
saja, jika memungkinkan aku berdiskusi tentang ini.
Hanya sedikit sekali yang kupahami, bahwa mengucapkan
selamat ultah atau milad kepada siapa pun yang sedang ulang tahun, pada hari
kelahiran tidak pernah diajarkan oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi
Wassallam. Padahal menurut pikiran bodohku, Rasulullah adalah orang yang
paling mengerti cara berinteraksi, bersosialisasi, berkomunikasi, dan bergaul
dengan masyarakat. Rasulullah tahu persis bagaimana menyenangkan dan menghormati
sahabat-sahabat dan keluarga Beliau. Rasulullah paling paham cara mensyukuri
setiap nikmat, rahmat dan anugerah Allah Subhanahu Wata’ala. Rasulullah
paham betul. Tapi mengapa Rasulullah tidak melakukannya?, Mengapa para sahabat,
tabi’in, tabit tabi’in, dan para shalafus shalih tidak melakukannya?
Ini yang membuatku berpikir untuk mencari jawaban terbaik dan memuaskan rasa
ingin tahuku.
Mencermati
Beberapa Sabda Rasulullah
Kembali aku ulangi, aku bukan sok alim, aku bukan
siapa-siapa di dunia ini, hanya pendosa. Ini hanya caraku berbagi sesuatu.
Ada Hadits, yang artinya “Sebaik-baik umat manusia
adalah generasiku (sahabat), kemudian orang-orang yang mengikuti mereka
(tabi’in) dan kemudian orang-orang yang mengikuti mereka lagi (tabi’ut tabi’in).”
(H.R. Mutafaqun ‘Alaih). Hadit ini menjadi pegangan bahwa Rasulullah Shallallahu’Alaihi
Wasallam, para shabat, tabi’in, dan tabit tabi’in saja yang sudah
mendapat gelar khusus sebagai manusia dan generasi terbaik tidak merayakan hari
ultah. Apalagi aku yang bukan siapa-siapa, hanya manusia pendosa, setiap hari
ada aja hukum syarak yang tidak dipahami, akhirnya dilanggar.
Rasulullah Shallallahu ‘Laihi Wasallam
bersabda: “Kamu akan mengikuti cara hidup orang-orang sebelum kamu,
sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta. Sehingga jika mereka masuk ke dalam
lobang biawak kamu pasti akan memasukinya juga”. Para sahabat bertanya, ”Apakah
yang engkau maksud adalah kaum Yahudi dan Nasrani wahai Rasulullah?” Rasulullah
menjawab: ”Siapa lagi jika bukan mereka?!” Berdasarkan hadits ini, aku
kawatirkan diriku, anak-anakku latah dan ikut-ikutan cara hidup orang-orang non
Islam, sedikit demi sedikit. Ketidaktahuanku tentang ini bisa jadi menyeretku
untuk latah merayakan sesuatu yang tidak ada dalam agamaku. Kadang demi menyamakan
kebiasaan, agar seirama dan satu frekuensi dengan orang lain, kita ikut-ikutan
sesuatu yang unfaedah. Apalagi ada dalih “Sekarang semua orang telah
merayakan ultah, masa kita saja yang tidak merayakan, apa kata dunia?.”
Hadits berikutnya, artinya “Barang siapa yang
menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka.”( HR. Ahmad dan
Abu Daud dari Ibnu Umar). Hadits ini banyak digunakan oleh teman-teman yang
tidak mau merayakan ultah. Tidak apa-apa sih, yang penting ketika mecermati fenomena
kehidupan, kita sedikit paham dalil. Kita harus tahu juga bahwa Allah telah
wanti-wanti mengingatkan dalam Al-Qur’an Surat Al-Isra ayat 36“ Dan
janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.
Sesungguhnya pendengaran , pengelihatan, dan hati, semuannya itu akan diminta
pertanggung jawabannya.”
(QS. Al-Isra’:36). Kemudian dalam Al-Qur’an Surat Annur ayat 15, “… dan kamu
mengatakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikitpun juga, dan kamu
menganggapnya suatu yang ringan saja. Padahal dia pada sisi Allah adalah
besar.” (QS. an-Nuur : 15)
Ya Rabb...hadits dan ayat-ayat di atas makjleb bener
buatku. Aku yang dulu ikut-ikutan sesuatu, karena tidak mengerti hukum syarak,
tanpa mengerti dari mana asal perayaan itu, aku latah memperingati ulang tahun.
Aku meninggalkan tuntutan yang ditinggalkan oleh Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wasallam. Padahal aku sedikit tahu Rasullullah telah meninggalkan
dua pedoman (Al-Qur’an dan Hadits) jika aku berpegang teguh pada keduanya, niscaya
aku akan selamat. Tidak saja selamat di dunia, namun selamat sampai akhirat. Namun
jarang aku baca, aku pelajari jika ada waktu luang saja.
Dulu, aku pernah menghadiri acara ulang tahun, karena
kejahilanku. Terkecoh ketika itu, acara ulang tahun, namun berlabel syukuran,
dan selamatan. Setelah sampai di tempat acara, baru aku tahu ternyata acara
ulang tahun. Teman-teman ketika itu mengucapkan “Selamat Milad, Met Milad,
Barakallahu fii Umrik. Aku juga ucapkan Barakallah fii umrik (berkah
Allah atas umurmu). Aku benar-benar latah. Aku kira dengan ucapan itu agak
Islami, karena memang lebih kedengaran Islami, dengan bahasa Arab. Mengganti
selamat ulang tahun dengan met milad..., didahului dengan membaca basmalah, dan
diakhiri dengan ucapan alhamdulillah. Islami banget menurutku ketika itu.
Belakangan baru aku tahu, bahwa Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wasallam mengingatkan umatnya, “Barangsiapa beramal dengan suatu
amalan yang tidak ada perintah dari kami padanya, maka amalan tersebut tertolak (tidak diterima
oleh Allah).” (HR. Muslim). Hadits ini menohokku, betapa banyak perbuatanku
yang hanya ikut-ikutan, tidak ada perintah Allah dan Rasulullah tentang hal
itu. Boleh jadi akal pikiranku menganggapnya baik, padahal baik (khair)
dan buruk (syar) landasannya aturan Allah dan Rasulullah, bukan akalku yang terbatas, apalagi
kebiasaan. Meskipun logika bodohku kadang berpikir, Nabi, para sahabat, dan
para shalafus shalih, jika beranggapan perbuatan ultah itu baik, maka
beliau-beliau itu pasti lebih utama mengamalkannya. Namun mereka tidak
mengamalkannya, berarti perbuatan itu tidak dikategorikan baik.
Sebenarnya aku bisa berpikir, ketika sampai di hari
kelahiran, berarti satu tahun usiaku berkurang. Semakin berkurang umurku,
semakin dekat aku dengan kamatian. Meskipun kematian tidak tergantung umur.
Idealnya aku mempersiapkan bekal kematian, bekal amal pahala yang akan aku bawa
menghadap Allah Subhanahu Wata’ala.
Benar kata murabbiku...”Setiap muslim dtuntut untuk
muhasabah setiap hari, karena setiap saat, detik, menit, dan jam yang dilalui
tidak akan pernah kembali. Semua perbuatan yang tidak bermanfaat tidak akan
berguna, dan tidak akan menolong di akhirat, kecuali iman dan amal shalih.”
Untuk itu semua, sudah sekian lama aku meninggalkan
tradisi mengucapkan selamat ulang tahun, dan tradisi merayakan hari ulang
tahun. Maafkan aku sahabat...jika di hari lahirmu aku tidak mengucapkan selamat
milad, barakallah fii umrik. Cukuplah doa terbaik, yang kumohonkan kepada Allah
setiap shalat untuk kebaikan sahabat. Semoga setiap do’aku untukmu diijabah
oleh Allah Subhanahu Wata’ala, dan menjadi pahala bagiku.
Bumi Allah, 19 Agustus 2020/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar