Follow Us @soratemplates

Selasa, 02 September 2025

MEMAKNAI RASA SAKIT

Selasa, September 02, 2025 0 Comments

Ada kalanya hidup menumpahkan kekecewaan, bagai kaca yang jatuh berderai, berkeping-keping di lantai kesepian. Pecahannya berhamburan, menancap di sudut-sudut ruang gelap jiwa. Saat itu, rasa sakit datang seperti tamu tak diundang, menorehkan luka di sanubari, melemparkan asa ke padang gersang, dan mengusir optimismu yang sulit sekali dicari kembali.

Namun, jangan tergesa menilai pecahan itu sebagai bencana. Sebab di balik serpihannya tersimpan mutiara yang berkilau, menunggu dirangkai menjadi makna. Dari retakan itulah cahaya menembus masuk ke relung hati, membimbing perjalanan menuju cinta Ilahi. Setiap cahaya yang muncul adalah tanda, bahwa kefanaan harus pecah agar rahasia Ilahi berani menyingkapkan diri.

Kekecewaan bukan musibah semata, melainkan undangan suci. Ia mengajakmu menundukkan pandangan dari fatamorgana dunia, menundukkan ego yang selama ini berkuasa, lalu mengantarkanmu menatap Cahaya yang tak pernah pudar. Cahaya itu abadi, tidak terpenjara ruang dan waktu, dan hanya dengan Nur itu seorang hamba bisa merasakan keabadian ukhrawi.

Namun sayang, nurani yang buta sering gagal membaca pesan indah dari kekecewaan. Banyak yang menilainya musibah, padahal ia adalah hadiah tersembunyi. Allah menitipkan kecewa untuk menghancurkan keterikatan pada semu, agar jalan menuju hakikat kembali terbuka. Meski pahit saat ditelan, ia menyembuhkan hati dengan izin Sang Pemilik Keadaan.

Demikian pula ketika manusia meremehkanmu. Mereka menilai kecil, remeh, tak berarti. Mereka bahkan menganggapmu tak layak dipandang. Tetapi sesungguhnya di sanalah kebebasanmu dimulai, sebab rantai penghambaan kepada makhluk sedang dipatahkan oleh tangan-Nya.

Apa gunanya dipandang mulia oleh dunia, bila hatimu masih terikat pada riuhnya sanjungan? Diremehkan adalah obat pahit yang menyembuhkan. Ia melepaskanmu dari penjara penilaian manusia, dan mengembalikanmu pada ikrar sejati: “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam.”

Maka saat kau diremehkan, jadikan ia momentum syukur. Sebab di saat dunia merendahkanmu, Allah sedang meninggikanmu di sisi-Nya. Hinaan manusia hanyalah debu, tetapi di langit ia menjelma mahkota yang bercahaya. Bukankah para Nabi juga dihina, direndahkan, diusir, bahkan dianggap gila? Namun semua itu adalah tanda pengangkatan derajat mereka di hadapan Pencipta.

Ada pula saat ditinggalkan. Rasanya begitu perih, seakan jantung diremukkan oleh sepi, darah berhenti mengalir, langkah menjadi sempoyongan. Namun renungkanlah: setiap rasa sakit yang datang bukanlah musuh. Ia hadir karena engkau sendiri memberi izin untuk menguasai hati. Padahal ditinggalkan hanyalah ruang kosong yang disiapkan Sang Kekasih, agar engkau sadar bahwa Dialah yang tak pernah pergi.

Ingatlah, mereka yang meninggalkanmu hanyalah perahu rapuh yang memang harus karam. Sebab bila engkau terus bergantung padanya, engkau tak akan pernah berenang ke samudera Ilahi. Ditinggalkan manusia adalah undangan lembut untuk menemukan Allah kembali.

Kadang kesepian yang lahir dari perpisahan justru adalah khalwat yang agung. Kesendirian itu bukan kegelapan, melainkan cahaya. Dalam sunyi, engkau bersanding dengan dirimu sendiri, menakar kesiapan menghadap Ilahi. Bila engkau terus terjebak dalam keramaian, bisa jadi jalan pulang semakin terlupa, dan lehermu dicekik perlahan oleh manisnya tipu daya dunia.

Maka janganlah bersedih saat mereka pergi. Jangan ratapi langkah yang menjauh. Sebab yang hilang hanyalah bayangan semu. Yang sejati tetap ada: Dia, yang selalu menunggu tangismu di sepertiga malam, memanggil dengan mesra, “Wahai hamba-Ku, Aku merindukanmu.”

Dan ketika penghinaan menimpa, biarkanlah. Jangan melawan dengan amarah, sebab penghinaan bukanlah racun. Ia adalah pisau cahaya yang lembut, mengupas lapisan ego yang membungkus jiwa. Ego yang sombong adalah dinding besar yang menghalangi perjumpaan dengan-Nya. Maka pisau penghinaan itu bekerja, mengiris halus, membuka jalan, hingga yang palsu luruh, dan yang tersisa hanyalah Dia.

Begitulah rahasia Ilahi: kekecewaan, hinaan, kesepian, dan kerendahan, semuanya bukan musibah. Mereka adalah sahabat yang menyamar, wajah keras kehidupan yang membawa pesan lembut dari Kekasih Sejati.

Siapa yang mampu membaca pesan itu, ia akan menemukan keindahan di balik luka. Ia akan tahu bahwa setiap retakan adalah cermin, setiap kehilangan adalah jalan pulang, setiap penghinaan adalah pembersihan, dan setiap kekecewaan adalah pintu menuju Allah.

Maka jangan takut pada luka. Jangan gentar pada kehinaan. Jangan berlari dari sepi. Sebab semua itu hanyalah jalan yang menuntunmu pulang, pulang kepada Dia, satu-satunya yang abadi, satu-satunya yang layak dicintai, satu-satunya tempatmu kembali. 

Rabu, 27 Agustus 2025

ADA SAMA DENGAN TIADA

Rabu, Agustus 27, 2025 0 Comments

Wahai diri…

Di tengah temaram engkau melangkah, tertatih, sempoyongan, oleng ke kiri dan ke kanan. Jalan panjang terasa kian gelap, sementara asa yang engkau kejar makin samar, redup, seakan kehilangan wujudnya. Padahal engkau sudah mengerahkan ikhtiar yang terbaik, sekuat tenaga, meski momentum demi momentum yang dulu dirajut dengan susah payah kini retak satu per satu. Ijazah doktoral yang seperti tak terpakai, akun riset yang terus terblokir, jadwal mengajar yang tidak manusiawi. Semua seakan bersekongkol menjatuhkanmu dalam jurang putus asa. Maka engkau pun bertanya pada dirimu sendiri: haruskah aku terus merajut asa dari sisa-sisa harapan yang rapuh ini?

Wahai diri…
Pernah ada percikan semangat yang lahir dari percakapan dengan guru besar, sekadar obrolan akademik di ruang sidang skripsi mahasiswa, yang membuat jiwamu kembali hidup, meski sekejap. Namun percikan itu padam lagi, saat engkau kembali berhadapan dengan jalan buntu: jadwal kuliah yang menumpuk sembilan sks dalam satu hari, penempatan di ruang kelas yang tak kondusif, keputusan-keputusan yang tidak pernah mempertimbangkan nuranimu. Engkau pun tersungkur, bukan karena lemah, melainkan karena terlalu sering ditabrak oleh sistem yang kaku, dingin, dan tak peduli.

Wahai diri…
Engkau sadar, di mata sebagian kolega, eksistensimu tak lebih dari “wujuduhu ka‘adamihi” ada sama dengan tiada. Adamu hanya sekadar fatamorgana: tampak dari kejauhan, hilang saat didekati. Engkau tahu dirimu penuh arti, penuh dedikasi, dan kehadiranmu berarti bagi mereka yang engkau bimbing dengan tulus; tetapi di hadapan orang-orang yang hatinya tertutup, keberadaanmu hanyalah bayang yang tidak pernah dianggap. Bahkan lebih pahit lagi, ketidakhadiranmu justru dirayakan oleh para pendengki. Mereka berbahagia ketika engkau tiada, mereka bersorak dalam diam ketika engkau tergelincir.

Wahai diri…
Bukankah engkau sudah terlalu lama mengalah? Dari tahun ke tahun, engkau dijadikan korban demi ambisi orang lain. Mulai dari jadwal mengajar yang dilempar ke hari Sabtu hanya karena engkau dosen baru; namamu yang dihapus dari daftar hanya karena alasan fungsional; tak pernah diikutsertakan dalam kegiatan, tulisan, dan penelitian hanya karena alasan "sudah cukup"; hingga jadwal mengajar hari Jumat yang dipaksakan tanpa ruang dialog. Pertanyaannya: haruskah engkau terus mengalah, membiarkan penindasan berulang, seolah-olah dirimu memang pantas menjadi tumbal kepentingan orang lain?

Wahai diri…
Jangan biarkan kelembutanmu menjadi jalan bagi orang lain menindasmu. Jangan biarkan kerendahan hatimu disalahartikan sebagai kelemahan. Mulai detik ini, belajarlah asertif. Beranilah berkata tidak pada setiap pemaksaan yang dibungkus dengan kedok kebaikan. Beranilah menolak ketika sesuatu bertentangan dengan nurani dan prinsip hidupmu. Bahkan jika perlu, beranilah mati dalam membela kebenaran. Sebab ridha Allah tidak akan pernah hadir dalam kebohongan yang dipoles manis, dan rahmat-Nya tidak akan pernah lahir dari kezhaliman yang dibiarkan.

Wahai diri…
Namun ingatlah, meski dunia menganggapmu tiada, sesungguhnya engkau tetap ada. Ada di hati mereka yang engkau tolong dengan tulus, ada di jiwa mereka yang engkau sentuh dengan kata sederhana, ada dalam doa orang-orang yang engkau bantu di tengah kesulitan, ada dalam rindu sahabat yang menanti canda tawamu untuk menghapus lelah. Engkau tetap ada bagi mereka yang menyebut namamu dalam doa di sepertiga malam.

Dan renungkanlah ini, wahai diri: ada sama dengan tiada bila engkau berpaling dari Pencipta. Ada sama dengan tiada bila imanmu luruh, bila aqidahmu goyah, bila doa dan zikir tak lagi menjadi penopang langkahmu. Manusia sering tertipu oleh “ada” dunia: oleh cinta yang fana, harta yang sirna, tahta yang cepat berganti. Namun bagi Allah, satu-satunya “ada” yang sejati adalah amal yang ikhlas, amal yang menjadi cahaya abadi di hari perhitungan.

Wahai diri…
Jangan lupa, engkau datang dari ketiadaan. Engkau lahir sebagai musafir yang singgah sebentar di dunia, memungut serpihan pahala untuk bekal perjalanan panjang. Dan engkau akan kembali menuju tiada, bukan sebagai kehilangan, melainkan sebagai pertemuan dengan asal mula kehidupan. Maka jangan terpesona oleh “ada” yang menipu, jangan bersedih bila manusia menganggapmu “tiada.” Sebab hakikat ada dan tiada hanyalah dua sisi dari satu kenyataan: tunduk pada Sang Pengatur Kehidupan.

Dan pada akhirnya, camkanlah: hanya Allah Al-Ḥayyul QayyÅ«m, Yang Maha Ada. Dia ada tanpa permulaan, Dia ada tanpa penghabisan. Dia ada yang tak pernah menjadi tiada. Dan ketika engkau melebur dalam-Nya, maka meski dunia menganggapmu tiada, sesungguhnya engkau sedang bersemayam dalam Ada yang abadi.

Ruang Hampa, Rabu 27 Agustus 2025



Rabu, 14 Agustus 2024

MENGABADIKAN KENANGAN

Rabu, Agustus 14, 2024 0 Comments

Mengabadikan kenangan merupakan ikhtiar melipat dan menyimpan kisah dan waktu dalam lembaran hati, agar yang pernah singgah tidak larut dalam debu fana. Ia bukan sekadar mengikat gambar pada kertas, bukan pula sekadar melafalkan kisah dalam ingatan, melainkan menyimpan rapi setiap detik sebagai mutiara yang berkilau di samudera jiwa.

Setiap kenangan adalah pesan Pencipta yang ditulis dengan tinta rahasia. Ada yang ditorehkan lewat tawa, ada yang disembunyikan dalam luka, ada pula yang dikirimkan melalui pertemuan dan perpisahan. Kadang warna dan rasanya bisa manis atau pahit, indah atau getir, sejatinya hanyalah bahasa Rabb untuk menuntun manusia mengenali dirinya sendiri untuk selanjutnya wahana mengenal Pencipta.

Mengabadikan kenangan bukanlah keterikatan, melainkan penyerahan. Bukan menggenggam masa lalu dengan cengkeram yang kaku, tetapi merelakannya berjalan di sungai waktu, seraya tetap menjaga kilaunya dalam bening kesadaran. Sebab yang terindah dari kenangan bukanlah bentuknya, melainkan hikmah yang ditinggalkannya. Yang kita abadikan sejatinya bukan peristiwa, tetapi cahaya makna yang menyertai peristiwa itu.

Kenangan ibarat cermin, di mana jiwa dapat menatap dirinya dari masa yang telah berlalu. Dalam cermin itu kita melihat betapa segala yang kita cintai hanyalah titipan, betapa yang kita miliki hanyalah pinjaman. Lalu hati berbisik pelan: tiada yang abadi, kecuali Dia Yang Maha Abadi. Maka mengabadikan kenangan adalah zikir yang tersembunyi, sebuah doa dalam diam, agar yang pernah ada tetap menjadi cahaya yang menuntun langkah kembali kepada Sang Pemilik Waktu.

Adakalanya, mengabadikan kenangan membuat kita menangis; bukan karena ia hilang, melainkan karena ia terlalu indah untuk dilepas. Namun air mata itu pun adalah bentuk syukur: bahwa Allah pernah menghadirkan momen yang begitu berharga dalam perjalanan hidup. Syukur bahwa kita pernah mencicipi kasih sayang, pernah merasakan kehilangan, pernah belajar tentang arti sabar.

Dan sesungguhnya, kenangan adalah taman ruhani. Di dalamnya bunga-bunga doa mekar, meski musim telah berganti. Setiap pertemuan yang kita abadikan menjadi pengingat tentang kasih-Nya, setiap perpisahan yang kita rawat menjadi jalan pulang untuk menambatkan hati kepada-Nya.

Mengabadikan kenangan, pada akhirnya, adalah perjalanan ruh menuju pemahaman terdalam: bahwa segala sesuatu di dunia hanyalah bayang-bayang yang berlalu, dan hanya Allah yang tetap Ada tanpa pernah tiada. Maka, siapa yang mengabadikan kenangan dengan kesadaran ilahi, sesungguhnya ia sedang mengabadikan dirinya sendiri di sisi Allah dalam doa, dalam rindu, dalam cahaya yang tak pernah padam.

Batusangkar, 14 Agustus 2024


Rabu, 04 Oktober 2023

SEMUA TAKDIR ALLAH ITU SEMPURNA

Rabu, Oktober 04, 2023 0 Comments

 

Cobalah dudukkan hatimu sejenak dalam ketenangan. Ajak ia berbicara dengan penuh kelembutan, jangan biarkan ia larut dan tenggelam terlalu dalam dalam lumpur kesedihan, kekecewaan, keresahan, dan kegelisahan. Sebab sesungguhnya, semua rasa itu bukanlah jerat yang Allah paksa untukmu, melainkan pilihan yang engkau rawat dalam diam.

Ketahuilah, bukan karena engkau lemah hingga rasa itu menguasaimu. Bukan pula karena dirimu tak punya daya. Hanya saja, engkau belum menemukan cara yang tepat untuk merespons setiap peristiwa yang hadir di hadapanmu. Setiap kejadian membawa pesan, namun sering kali kita keliru membaca isyaratnya.

Perasaan negatif adalah bayangan yang lahir dari persepsi keliru. Apabila pandanganmu buram, hatimu pun resah. Namun jika engkau mengubah cara memandang, maka yang tadinya gelap akan tampak terang, yang tadinya getir akan berubah menjadi pelajaran, dan yang tadinya luka bisa menjadi cahaya penuntun perjalanan.

Sesungguhnya, ketika persepsi itu engkau luruskan, jiwamu akan merasakan keteduhan.
Jika engkau memandang peristiwa dengan husnuzhan, hatimu akan tentram, perilakumu akan baik, dan langkahmu akan lebih terarah. Engkau tidak hanya mampu bertahan, tetapi juga tumbuh dalam setiap ujian.

Ingatlah, engkau memiliki cukup energi untuk tetap optimis. Allah tidak pernah menciptakanmu lemah tanpa daya. Dalam dirimu tersimpan kekuatan yang hanya akan muncul bila kau percayai dan gunakan di jalan yang benar. Hari esok tidaklah menakutkan, ia hanyalah ladang amal yang menunggu untuk digarap.

Namun jangan salah, hari esok sejati bukanlah sekadar detik-detik dunia. Hari esok yang hakiki adalah perjumpaan dengan Allah di negeri akhirat. Di sanalah penentu sejati perjalanan, di sanalah surga menanti dengan segala kesempurnaan dan kebahagiaannya. Jika demikian, untuk apa engkau terlarut oleh hiruk pikuk dunia? Apakah pantas engkau menangisi sesuatu yang memang diciptakan tidak sempurna? Dunia hanyalah ladang, bukan tujuan. Ia hanyalah perantara, bukan puncak kebahagiaan.

Ibarat seorang musafir, engkau hanya singgah sebentar di dunia ini. Tempat persinggahan tidaklah seindah tempat tujuan. Engkau hanya mengisi perbekalan, mempersiapkan bekal terbaik untuk melanjutkan perjalanan panjang menuju kampung abadi: surga Allah yang penuh rahmat. Sungguh, inilah rahasia yang membuat seorang mukmin tetap kuat. Ia tidak runtuh meski badai dunia mengguncangnya. Ia tidak layu meski harapan dunia pupus. Karena ia tahu, dunia memang fana, dan akhiratlah yang kekal.

Itulah sebabnya ia tetap bersemangat. Ia tidak kehilangan arah meski jalan berliku. Ia memilih langkah yang paling tepat karena ia sadar, setiap detik yang berlalu adalah ladang amal, setiap pilihan adalah bekal menuju pertemuan dengan Tuhannya. Wahai jiwa, perbaruilah syakofahmu tentang Islam. Perdalam pemahamanmu tentang hakikat hidup, tentang untuk apa engkau diciptakan, dan kemana engkau akan kembali. Hanya dengan ilmu dan iman yang benar, engkau bisa menata hidupmu dengan bijak.

Belajarlah menata hubunganmu dengan Allah, sebab Dialah sumber segala kekuatan. Belajarlah menata hubunganmu dengan manusia, sebab merekalah sesama musafir dalam perjalanan. Belajarlah pula menata hubunganmu dengan alam, sebab ia amanah yang dititipkan kepadamu.
Dan jangan lupa, belajarlah berdamai dengan dirimu sendiri.

Ketika semua hubungan itu tertata dengan baik, engkau akan mampu menempatkan setiap  Peristiwa dunia pada posisinya. Engkau tidak akan mudah runtuh oleh musibah, tidak pula terlalu jumawa dengan nikmat. Sebab hatimu telah terikat hanya pada satu tujuan: mencari ridha Allah semata. Dengan cara itu, engkau akan merespons peristiwa dunia bukan dengan emosi, melainkan dengan kebijaksanaan. Bukan dengan amarah, melainkan dengan kesabaran.
Bukan dengan keputusasaan, melainkan dengan doa dan tawakal. Di situlah letak kedamaian seorang mukmin yang sejati.

Maka, wahai jiwa yang sedang gelisah, pahamilah: dunia hanyalah titipan, kesedihan hanyalah ujian, dan bahagia sejati hanyalah ketika engkau kembali kepada-Nya. Jadikan setiap langkahmu sebagai bekal menuju keabadian. Dan yakinlah, siapa pun yang menjadikan Allah sebagai tujuan, maka dunia akan terasa ringan, dan akhirat akan terasa indah. Wallahu a‘lam.

Senin, 21 Agustus 2023

MEMUNGUT ASA

Senin, Agustus 21, 2023 0 Comments

Sahabat…

Hidup ini sesungguhnya hanyalah perjalanan panjang dari satu pertemuan menuju perpisahan, dari satu anugerah menuju ujian, dari satu cahaya menuju cahaya yang lebih tinggi. Maka ketika aku menoleh ke belakang, melihat fragmen-fragmen yang telah kulalui, aku menemukan betapa banyak alasan untuk bersyukur. Ada nikmat yang nyata, ada nikmat yang tersembunyi; ada momen yang terasa manis, ada pula yang getir namun justru melahirkan hikmah. Betapa sering aku tenggelam dalam khayalan tentang apa yang belum kumiliki, hingga lalai mensyukuri apa yang telah Allah limpahkan. Padahal setiap hembus napas, setiap detak jantung, setiap langkah kecil yang masih bisa kulakukan—semuanya adalah karunia yang lebih besar daripada seribu impian yang belum tergapai.

Sahabat…
Tujuan hidup itu sejatinya jelas: kembali kepada Allah dengan hati yang tenang. Namun seringkali aku terperangkap oleh bayangan dunia, sibuk mengejar yang fana, terikat oleh hal-hal remeh yang sebenarnya tak akan pernah mampu menambah nilai di hadapan-Nya. Semangatku pun tak selalu stabil kadang muncul sekejap seperti percikan api, lalu padam kembali tertiup angin keraguan. Dan aku merasa betapa rapuhnya aku; betapa mudah aku kehilangan arah, padahal arah itu sudah Allah tanamkan dalam fitrah.

Sahabat…
Dari sisa-sisa semangat yang hampir hilang, aku belajar untuk tidak menyerah. Walau hanya secuil, ia tetap mampu menjadi pelita kecil yang menuntun langkah. Tiga tahun rutinitas yang menguras energi seolah merenggut momentum hidupku, namun kini aku mengerti: waktu yang hilang bukanlah sia-sia, melainkan ruang kosong yang Allah ciptakan untuk diisi dengan kesadaran baru. Dari jeda itu, aku belajar bahwa kehilangan momentum sejatinya adalah undangan untuk menemukan arah yang lebih benar.

Sahabat…
Pekan lalu aku pulang kampung, pulang kepada pangkal doa. Aku bertemu ayahku, satu-satunya orang tua yang masih Allah titipkan di dunia. Di hadapannya aku merasa kecil kembali, merasa ditopang oleh cinta yang tak pernah habis. Aku memohon maaf padanya, sekaligus memohon doa agar di Multazam namaku ia titipkan pada Allah. Dalam pelukan ayahku, aku sadar: doa orang tua adalah jembatan ruhani yang menghubungkan bumi dengan langit. Dari wajahnya yang renta, aku belajar lagi arti semangat; semangat yang lahir bukan dari ambisi, melainkan dari restu dan ridha.

Sahabat…
Hari ini aku kembali melangkah, Senin 21 Agustus 2023, dari kampung halaman menuju perantauan. Setiap perjalanan selalu menghadirkan ujian kecil, seperti oleh-oleh ringan yang terpaksa masuk bagasi dengan biaya tak terduga. Mungkin itu sepele, tapi aku tahu, tiada yang sepele di mata Allah. Setiap peristiwa adalah isyarat, setiap kehilangan kecil adalah teguran lembut. Bukankah kesabaran itu justru teruji pada hal-hal yang tampak remeh? Bukankah hikmah itu sering bersembunyi dalam kejadian yang terlihat sederhana? Maka aku belajar menerimanya dengan ikhlas, karena pelajaran yang berharga memang kadang dibayar mahal.

Sahabat…
Demikianlah kisahku. Aku tak meminta banyak, hanya doa tulus darimu agar langkahku menuju Malang dimudahkan, urusanku diberkahi, dan perjuanganku disempurnakan. Sesungguhnya aku percaya, setiap langkah adalah titipan Allah, setiap keterlambatan adalah rencana-Nya, setiap kehilangan adalah cara-Nya membersihkan hatiku dari kelekatan dunia. Maka aku ingin terus berjalan, meski lambat, meski tertatih, dengan keyakinan bahwa ujung jalan ini hanyalah satu: kembali kepada-Nya dengan hati yang bersyukur.

Dan di titik inilah aku sadar, sahabatku: bahwa mengabadikan kenangan bukan berarti menggenggam masa lalu, melainkan menjadikannya cermin untuk mengenali diri. Bahwa semangat bukanlah api besar yang selalu menyala, melainkan bara kecil yang harus dijaga agar tak padam. Bahwa doa bukan sekadar kata yang melayang, melainkan jembatan menuju rahmat-Nya. Dan bahwa hidup, dengan segala fragmennya, sejatinya hanyalah madrasah agar kita mengerti: tiada yang lebih layak dirindu selain Allah, tiada yang lebih indah untuk disyukuri selain kasih sayang-Nya yang tak pernah berhenti.

Saudaramu

Darimis 


Jumat, 04 Agustus 2023

SPIRIT DAN MAKNA MERDEKA

Jumat, Agustus 04, 2023 0 Comments


Merdeka!
Merdeka!!
Merdeka!!!
Merdeka!!!!
Pekikan itu bukan sekadar gema yang bergema di udara. Ia adalah getaran jiwa, dentuman nurani, dan panggilan ruhani. Ia bukan sekadar kata, melainkan doa, janji, sekaligus sumpah.
Kemerdekaan yang sejati bukanlah sekadar bebas dari rantai penjajahan lahiriah. Ia lebih dalam dari itu, ia adalah kebebasan hati dari segala bentuk perbudakan selain kepada Allah. Sebab, betapa banyak manusia yang tampak merdeka tubuhnya, namun hatinya terbelenggu oleh dunia, hawa nafsu, dan ambisi yang mencekik jiwa.

Riwayat agung dari perang Qadisiyah menyinari kita. Ketika Rib’i bin Amir r.a. berdiri di hadapan Rustum, panglima Persia, ia tidak hanya membawa pedang, tetapi juga membawa risalah. Katanya: “Allah mengutus kami untuk memerdekakan manusia dari penghambaan manusia dengan manusia menuju penghambaan manusia kepada Rabb manusia, dari sempitnya dunia kepada kelapangannya, dari kezaliman agama-agama kepada keadilan Islam.”

Lihatlah, kemerdekaan yang sejati adalah ketika manusia kembali pada fitrah penciptaannya. Fitrah untuk menyembah hanya kepada Allah, untuk menundukkan diri hanya di hadapan-Nya, dan untuk merdeka dari segala yang berusaha menggantikan posisi-Nya dalam jiwa manusia.

Kemerdekaan bukan sekadar tercatat dalam naskah proklamasi. Ia harus hidup dalam diri, menyala dalam kesadaran, dan menjelma dalam amal. Bukan sekadar bendera yang dikibarkan, bukan pula seremonial tahunan, melainkan keadaan batin yang tegak dalam tauhid, iman, dan ihsan.

Merdeka adalah ketika engkau tidak lagi menjadi tawanan nafsumu sendiri. Merdeka adalah ketika engkau tidak lagi membelenggu sesama manusia dengan kuasa dan kepentingan. Merdeka adalah ketika engkau bisa menegakkan kebenaran meski harus melawan arus kebatilan.

Betapa banyak manusia terikat bukan oleh rantai besi, tetapi oleh cinta dunia yang berlebihan. Mereka tampak berjalan bebas, tetapi hakikatnya kaki mereka terkunci dalam jerat ambisi, tangan mereka terikat oleh syahwat, dan mata mereka tertutup oleh fatamorgana dunia. Maka, merdeka sejati adalah ketika engkau menjaga fitrahmu. Menjadi manusia yang merawat keaslian diri, menjadi hamba yang sadar akan penghambaannya. Sebab, hanya ketika engkau tunduk pada Allah, engkau akan lepas dari penghambaan terhadap selain-Nya.

Pemikiran merdeka, bukan berarti liar dalam liberalisme. Ekonomi merdeka, bukan berarti tunduk pada kapitalisme. Pemerintahan merdeka, bukan berarti tercerabut oleh sekularisme.
Penghambaan merdeka, bukan berarti tergelincir dalam politeisme.  Kemerdekaan itu bukanlah bebas sebebas-bebasnya tanpa arah. Tetapi bebas dengan kendali, bebas dengan makna, bebas untuk meniti jalan yang lurus. Inilah kebebasan yang membuat manusia mulia, bukan hina; tinggi, bukan rendah; lapang, bukan sempit.

Sebab hakikatnya, ketika engkau memilih jalan selain Allah, engkau kembali menjadi budak. Budak harta, budak jabatan, budak popularitas, budak nafsu. Padahal Allah telah  memuliakanmu untuk hanya menjadi hamba-Nya. Maka, apakah pantas seorang hamba Allah merendahkan diri di hadapan sesama makhluk?
Merdeka berarti berani melawan bukan hanya musuh lahir, tetapi juga musuh batin. Ia bukan hanya perjuangan di medan perang, tetapi juga jihad melawan hawa nafsu. Ia bukan hanya pekikan lantang di hadapan penjajah, tetapi juga bisikan sabar di dalam hati saat godaan syaitan mencoba menyesatkan. Merdeka adalah ketika engkau berdiri tegak di hadapan dunia, namun tetap sujud khusyuk di hadapan Allah. Merdeka adalah ketika engkau berani berkata “tidak” pada kebatilan, namun lembut berkata “ya” pada kebenaran. Merdeka adalah ketika engkau menolak perbudakan modern yang mengikat manusia dengan uang, jabatan, dan gengsi, lalu memilih jalan sederhana bersama ridha Allah.

Merdeka adalah jalan menuju kelapangan. Dari sempitnya dunia, menuju luasnya akhirat. Dari gelapnya kezaliman, menuju cahaya keadilan. Dari kerapuhan hidup yang sementara, menuju kekekalan hidup yang abadi. Inilah makna pekikan Merdeka! dalam pandangan seorang mukmin. Maka, pekikan Merdeka! bukanlah sekadar gema perjuangan masa lalu. Ia adalah doa abadi yang harus kita rawat hingga hari kiamat. Merdeka lahiriah dari penjajahan, merdeka batiniah dari perbudakan hawa nafsu. Sebab hanya dengan itu kita benar-benar merdeka menjadi hamba Allah yang sejati.


Jumat, 10 Juni 2022

JANGAN BERHARAP KEPADA MANUSIA

Jumat, Juni 10, 2022 0 Comments


Sahabat...
Semakin hari kita makin mengerti bahwa hidup ini tidak linear. Jalan tidak selalu lurus, kenyataan tidak selalu seindah harapan. Realita sering kali berbeda jauh dari cita-cita. Ada kecewa yang tiba-tiba datang, pecah dari harapan yang terlalu tinggi pada makhluk.
Terutama harapan pada manusia—baik orang tua, saudara, sahabat, teman, maupun mereka yang kita anggap memiliki kuasa, kedudukan, atau kekuatan untuk membantu kita menyelesaikan segelintir persoalan hidup.

Sahabat...
Berhentilah terlalu percaya, jangan terlalu mencintai, jangan pula terlalu berharap. Sebab segala sesuatu yang berlebihan, pada akhirnya melahirkan luka yang sepadan. Terlalu menggantungkan diri pada manusia sama halnya menanam benih kekecewaan. Ingatlah, tidak semua senyum adalah tanda suka. Kadang ia hanyalah topeng, bahkan bisa jadi tawa di baliknya adalah ejekan yang tidak terucap.

Sahabat...
Jika engkau kecewa, belajarlah untuk tidak menyalahkan orang lain. Sebab sejatinya engkau sendirilah yang memberi izin untuk dikecewakan. Dengan terlalu menggantungkan harapan, engkau membuka ruang bagi luka. Orang yang jelas mencintaimu saja masih mungkin membuatmu kecewa, apalagi mereka yang tidak pernah menaruh cinta padamu.

Sahabat...
Berhentilah berharap pada manusia jika engkau tak ingin hatimu hancur. Sebab berharap pada makhluk adalah jalan menuju penyesalan. Ingatlah pesan Imam Syafi’i:
“Ketika hatimu terlalu berharap kepada manusia, maka Allah timpakan ke atasmu pedihnya sebuah pengharapan, agar engkau mengetahui bahwa Allah sangat cemburu pada hati yang berharap selain kepada-Nya. Maka Allah menghalangimu, agar engkau kembali hanya berharap kepada-Nya.”

Sahabat...
Jangan salahkan siapa pun ketika pedih itu datang. Manusia hanya menilai dan  memperlakukanmu sesuai persepsi yang mereka miliki. Bukan hakikatmu yang mereka lihat, melainkan bayangan yang tercetak dalam pikiran mereka. Dan engkau tak mungkin mengendalikan bagaimana hati mereka menilai dirimu.

Sahabat...
Cara terbaik menghindari pedih dan kecewa adalah dengan berhenti berharap pada siapa pun.
Tentang apa pun, kapan pun, di manapun. Sebab semua pengharapan pada manusia hanyalah fatamorgana yang rapuh. Berharaplah hanya kepada Allah, sumber dari segala sumber pengharapan. Dialah yang tidak pernah mengecewakan. Dialah yang selalu menjawab doa dengan cara terbaik, meski sering tidak sesuai dengan kehendak kita.

Sahabat...
Aku tahu engkau sering mengalah, dan karena itu engkau lelah. Aku tahu engkau sering menahan, lalu diam-diam hatimu patah. Aku tahu engkau ingin lillah, tetapi betapa sulitnya menjaga niat di tengah dunia yang penuh tipu daya. Namun tetaplah yakin, setiap luka akan Allah balut jika engkau kembali pada-Nya.

Sahabat...
Dunia ini bukanlah tempat untuk semua harapan terwujud. Dunia hanyalah ladang ujian, tempat engkau belajar sabar dan ikhlas. Setiap kecewa adalah teguran, setiap luka adalah isyarat, agar engkau tidak salah menggantungkan diri pada makhluk yang fana, tetapi kembali kepada Sang Khalik yang kekal.

Sahabat...
Jangan biarkan hatimu terikat oleh pengharapan pada sesama. Sebab manusia akan pergi, berganti, dan berubah. Namun Allah tidak pernah meninggalkanmu, tidak pernah berubah,
dan tidak pernah berpaling dari hamba yang kembali kepada-Nya. Belajarlah menggantungkan semua cita pada Pencipta. Belajarlah menitipkan semua resah di sajadah, bermunajat kepada-Nya, sebab hanya di hadapan Allah, semua pengharapan akan menemukan jalan.
Dan hanya dengan kembali pada-Nya, engkau akan menemukan tenang yang tak pernah diberikan oleh siapa pun.


Jumat, 28 Januari 2022

KIAT MENGGALI IDE DALAM MENULIS

Jumat, Januari 28, 2022 0 Comments

 

Kali ini  aku berusaha secara bertahap mengurangi dosis puitis dalam menulis. Bukan-bukan apa-apa, hanya ingin tidak terkesan meliuk-meliuk seperti ular kobra.  Saat dihadapkan dengan alunan musik India. Kawatirnya nanti, kehilangan kosa kata puitis, hingga tulisan tidak kelar-kelar, dan tabungan kata menulis puisi gosong...eh kosong.

Ketika belajar, apapun yang dipelajari “Bersikaplah seperti gelas kosong." Ketahuan dalam ketidaktahuan. Seperti motto Pertaminul "Di mulai dari nol.” Kalimat ini sarat makna dan sangat filosofis dalam tolilbul ‘ilmi. Mengapa? Karena ini salah satu uslub mengosongkan gelas, agar pelajaran baru mudah dituangkan ke dalam pikiran. Jika pelajaran dimasukkan ke dalam pikiran yang berisi, apalagi  berisi penuh, maka gelas akan melimpah, mengalir ke mana-mana, dan hilang tak berbekas. Di samping itu, uslub ini membantu murid-murid agar ilmu mudah ‘nancep’ bermanfaat, berkesan, bermakna, dan berkah.  

Ketika menulis kenalilah "Mental Block" yakni semua kondisi, di mana menulis menemui kebuntuan. Menurut bahasa harian kendala-kendala yang muncul ketika akan dan sedang menulis.  Misalnya tidak mood, bingung tidak ada ide, gonta-ganti ide/tema, macet di tengah jalan, bingung merangkai kata, manajemen waktu, membuat judul, rasa tidak pede dengan tulisan, dan tidak menguasai ejaan bahasa Indonesia (EBI). 

Semua mental blok akan hilang secara berangsur-angsur.  Asalkan rajin berlatih, mengamati, dan menulis.  Jam duduk mempengaruhi kelancaran menulis. Semakin sering duduk menulis, akan mudah dan lancar dalam menulis.  Tapi itu saja tidak cukup.  Niat dalam menulis sangat menentukan keberhasilan. Meraih amal saleh melalui tulisan. Jika kematian sudah meminang sang penulis, masih bisa meninggalkan amal jariyah yang terus mengalir. Menulis ibarat bisnis dunia-akhirat dengan Allah sebagai harta kekal bonus laba berlipat ganda. insyaa Allah sampai jannah.

Setiap penulis pemula. Pasti memiliki kendala.  Kendala menulis itu ibarat penyakit. Dibiarkan makin parah, dimanja tidak sembuh-sembuh. Pertolongan pertama bisa lakukan melalui diagnosis sendiri. Tidak bertemu kendala  jalankan saja. Bertemu kendala pakai obat sapu jagat. “Apapun kendala menulis obatnya eksekusi, ya tulis saja”. Tulis saja apa yang terasa, atau yang  terpikir, yang dialami, dan yang dihayati. Jika kendala berlanjut japri mentor! Ha..ha...ha...kalau ada mentor, kalau tidak jalan-jalan saja di dunia maya, insyaa Allah banyak ketemu ide.

Masuk ke inti pembicaraan tentang  Seni Menggali Ide. Inila Writing Energi dalam menulis, yaitu segala hal yang menjadi kekuatan dalam menulis. Salah satunya diawali dengan ide.  Berbicara tentang ide, ide itu liar ibarat nyamuk. Dekat dan menggigit dikibas langsung minggat. Untuk mengawetkan ide, tiada cara lain selain menuliskannya.


Menggali ide adalah semua aktivitas untuk mendapat gagasan, ide yang brilian untuk dituliskan. Hidup kita kompleks. Menyediakan banyak hal. Maka galilah sumur ide, niscaya akan bertemu berbagai macam berlian. Bagi saya sumur ide itu pasti dalam, kelam, jernih airnya,  menyimpan sumber daya alam, atau harta Qorun yang tidak akan habis lima belas turunan...he..he (dasar emak matre). 

Sepanjang bacaan yang dibaca tentang kiat menggali ide, menemukan ide, atau


apalah namanya.  Saya menyimpulkan  beberapa cara menggali ide:

1.   Rajin membaca

Membaca memperkaya informasi dalam memori. Semakian banyak membaca, semakin bagus. Sedikit membaca semakin haus...eh  aus atau habis. Baca semuanya. Al-Qur’an, kitab hadits, kitab fiqh, buku, novel, majalah, tabloid, koran, komik, kartun, film. Baik online atau offline.

Bagi saya, membaca adalah seni menggali ide, hingga bertemu mutiara. _“Sebenarnya ideku bukan mutiaraku. Tetapi mutiara yang aku dapat dari Al-Quran, Aku ambil dari Hadits. Aku pinjam dari orang shalih. Aku kutip dari buku-buku. Aku gali dari ilmu. Aku dapat dari sahabat, dan aku dengar dari hatiku. Lalu aku menuliskannya. Tatkala orang lain membiarkannya berlalu.”

Membaca merupakan kegiatan melipatkan iqra dengan nama Rabb yang Menciptakan. Baik membaca yang tersurat, tersirat, atau yang tersuruk (bhs. Minang, artinya tersembunyi).

Membaca adalah amunisi pertama dan utama bagi penulis. Ibarat berperang membaca adalah kegiatan mengumpulkan peluru, sedangkan menulis ibarat menggunakan senjata. Bagaimana menggunakan senjata jika tidak ada pelurunya (bukan senjata biologis ya). Bisa jadi tangan pegal, badan letih, hasilnya nihil. Diserang lawan. Akhirnya bertekuk lutut. Jadi tawanan. Dipenjara. Kemudian mati atau dimatikan (analoginya ekstrem abis).

2.   Bergaul dengan banyak orang

Berteman dengan semua perempuan. Bersahabat dengan dengan muslimah shalihah. Perkuat silaturrahmi dengan kerabat. Jaga silah ukhuwah dengan sesama muslim. Setiap interaksi, ngobrol, diskusi, musyawarah, dialog, pertemuan, seminar, lokakarya, workshop, dan lain-lain. Baik langsung maupun melalui media elektronik,  merupakan sumber mata air ide yang tidak akan habis. Tulislah!

3.   Melatih sensitivitas dan sikap kritis

Terlalu banyak fenomena, fakta, realitas, kejadian disekitar kita.  Baik peristiwa biasa maupun peristiwa luar biasa. Kejadian aneh, langka, dan unik. Masalah yang tidak terpecahkan dari setiap orang yang kita jumpai.

Hanya saja, selama ini kita kurang peka. Kurang peduli. Kurang optimal menggunakan semua panca indera kita memahami semua kejadian, fenomena, fakta, atau masalah di sekitar. Kita mungkin terlalu fokus menikmati kehidupan pribadi kita. Hingga lupa bahwa semua itu adalah sumber inspirasi. Ide besar cikal bakal tulisan kita.

4.   Berlatih berkontemplasi dan berimajinasi

Ada orang yang suka berpikir, berkontemplasi, berimajinasi, berfantasi, dan merumuskan solusi. Minimal salah satunya. Para pelukis, seniman, sastrawan kartunis, novelis biasanya sangat bagus pada aspek ini. Mereka serius mencari ide melalui perenungan yang mendalam. Untuk menemukan keunikan ide, khas, dan sangat berbeda dari orang lain. Setelah bertemu ditulis.

5.   Jadilah pakar di bidang ilmu yang dikuasai

Berilmu jangan tanggung. Punya skill alang-kepalang. Akhirnya sulit menjadi ahli. Sebuah pantun “Berburu ke padang datar, dapat rusa belang kaki. Berguru kepalang ajar, bagaikan bunga kembang tak jadi.

Usahakan jadi ahli pada pada disiplin ilmu yang dikuasai. Jika menguasai bidang ekonomi jadilah pakar ekonomi. Jika menguasai fisika, jadikah ahli dalam fisika.  Begitu juga jika dosen jadilah dosen profesional. Dosen yang peka, hingga mampu menangkap berbagai ide terkkait dengan ilmu kedosenannya. Kemudian ditulis jadi karya narasi, hingga bermanfaat bagi dirinya, mahasiswa, civitas akademika, masyarakat luas, dan agamanya.

Penutup. Saya mengutip pesan Cikgu mentor saya “Apapun idenya, tuliskan. Walaupun merasa pengalaman sepele, kadang justru yang sepele itu menginspirasi.

Hampir lupa. Seni menggali ide, adalah upaya terus-menerus menggunakan  modalitas yang diberikan Pencipta. Mengeksporasi berbagai gagasan agar menjadi karya literasi. Siap dinikmati, memuaskan akal, menggugah hati menuju kebangkitan hakiki. Allahu A’lam Bisshawab.

semoga bermanfaat

Salam Ukhuwah

Saudarimu

Darimis




Kamis, 27 Januari 2022

IT'S MY DREAM, NOT HER

Kamis, Januari 27, 2022 0 Comments

Lagi viral di jagad medsos, ungkapan Kinan di serial Layangan Putus, yang lagi tayang di WeTv. Terutama satu dialognya:  "It's my dream mas, not her!" Saking viralnya, sampai-sampai di beberapa instansi dibuat meme yang diunggah melalui beberapa kanal medsos.

 Sahabat, saya bukan ikut-ikut memparodikan ungkapan ini, tetapi lebih ke opini saya pribadi. Terlepas serial ini diadaptasi dari novel berbasis kisah nyata kehidupan penulis, tapi yang jelas banyak ibrah yang dapat dipetik dari serial ini:

1. Seorang hamba harus punya impian (dream) dalam hidup


Sebagai seorang hamba insyaa Allah kita punya impian masuk surga Firdaus, lalu melihat wajah Allah dalam jarak paling dekat. It's my dream, just not your dream, and not her." 
Cara tercepat meraih impian besar ini adalah melalui pernikahan. Pernikahan adalah separuh dari agama. Betapa banyak ibadah-ibadah yang luar biasa pahalanya diperoleh di rumah tangga. Pahala ini tidak diberikan Allah kepada para jomblo. Seorang suami memandang wajah istrinya dinilai sama pahalanya dengan dua rakaat shalat Sunnah. 

Demikian juga seorang istri, masuk surganya sangat mudah, hanya dengan shalat lima waktu tanpa shalat sunnah, puasa wajib bulan ramadhan, taat pada suami, dan menjaga kehormatan diri, harta dan anak. Maka Allah mempersilahkan istri memilih salah satu dari delapan pintu surga untuk dimasuki. Idealnya ini dream teragung seorang istri. 

Suami punya dream, istri pun punya dream, dan menikah pasutri menghormati, bersinergi dan berkolaborasi meraih dream masing-masing. Receh sekali jika impian berumah tangga hanya sekadar menghalalkan hubungan seksual, punya rumah mewah, jalan-jalan setiap pekan,  dan mengoleksi benda-benda yang akan ditinggalkan. Duniawi dan manusiawi sekali memang, It's not wrong. 
Manusia lainpun punya impian yang sama. Lalu dimana letak spesialnya. Saya mencoba me-list impian baru dalam hidup, agar hidup bukan sekadar hidup, tetapi hidup untuk mendedikasikan diri pada Allah Subhanahu Wata'ala. 

Impian saya dan suami, seperti mengunjungi dan beribadah di Makkah dan medinah sebelum mengunjungi kota-kota lain di dunia. Impian berikutnya pergi ke Cappadocia.  Menikmati indahnya Selat Bosporus yang memisahkan Turki bagian Eropa dan Turki bagian Asia, sambil mengulang hadits arbain yang belum hafal-hafal, atau menapaktilasi perjuangan Muhammad Al-Fatih Sang Penakluk Konstantinopel. 

Kami juga punya impian berkunjung ke Palestina, belajar tentang kuatnya ghirah dan 'Aqidah penduduk Syam, sampai Nabi menyebut kehebatan negeri Syam dalam suatu  haditsnya dan dalam Al-Qur'an surah al-Isra ayat 1 sebagai negeri yang diberkahi.
Di negeri Syam itu Nabi dan Rasul lahir. Bahkan, tanda-anda kenabian Nabi Muhammad juga ditemukan di salah satu kota di Syam, yakni Bashar. Sementara, Imam Hasan Basri dan Qotadah menakwilkan kata bumi dalam surah al-A'raf ayat 137 dengan bagian timur dan bagian barat bumi adalah Syam.

Nabi Muhamamd pernah berdoa meminta berkah untuk negeri ini dan berharap agar penduduk Syam dihindarkan dari keburukan dan musibah. Hadits
Riwayat Bukhari menyatakan penduduk Syam senantiasa berada di atas al-haqq yang dominan hingga datang kiamat. "Sebagian umatku ada yang selalu melaksanakan perintah Allah, tak terpengaruh orang yang menggembosi dan tidak pula orang yang berseberangan hingga datang keputusan Allah dan mereka senantiasa dalam keadaan demikian. Mu'adz berkata: Dan mereka adalah penduduk Syam." 
Keistimewaan Negeri Syam lainnya, karena negeri tersebut dinaungi sayap malaikat rahmat dan merupakan pusat negeri Islam pada akhir zaman. Ini seperti riwayat dari Imam an-Nasai. 
Masih banyak riwayat lain tentang Syam, seperti Syam adalah benteng terakhir perang dahysat akhir zaman (HR Ahmad), dikaruniai pasukan terbaik, dan menjadi lokasi turunnya Nabi Isa AS (HR Muslim), dan di negeri inilah kelak Dajjal akan menemui ajalnya (HR Ahmad).
Ini impian bersama sebagai suami istri setelah dikompromikan melalui proses pertimbangan ukhrawi. Sebenarnya banyak lagi impian-impian lain, namun memilih untuk dirahasiakan. 

2. Impian harusnya dirahasiakan


Impian besar harus dirahasiakan, ada beberapa alasan mengapa mesti dirahasiakan:  (a) ketika orang mengetahui impian kita, orang akan berdecak kagum dan memuji impian itu. Pujian di awal berpotensi membuat orang merasa puas, sehingga menurunkan motivasi mewujudkan impian itu; (b) tidak selamanya orang memuji impian kita, kadang ada yang berkomentar negatif, hingga kita lemah semangat dan enggan meraih impian tersebut; (c) ketika orang mengetahui impian kita, kadang ada kecenderungan membandingkan dengan impian dirinya. Muncul kompetisi, dan membuat kita kawatir impian kita ditiru dan dilakukan orang lain lebih dahulu; (d) tidak semua impian kita dapat diterima orang lain. Kadang kita dianggap aneh memiliki suatu impian, atau boleh jadi dihalang-halangi meraih impian tersebut; dan (e) jika kita tidak dapat meraih suatu impian, kadang kita tidak siap dengan komentar negatif dan cemoohan orang lain. 
It's oke, itu kira-kira penyebab utama mengapa kita memilih merahasiakan impian kita terhadap siapapun. 

3. Cara meraih impian harus sesuai aturan Allah


Kita berusaha dan berjuang mewujudkan impian-impian kita, dengan cara-cara yang dibenarkan oleh Allah, sesuai aturan yang dicantumkan dalam al-Qur'an dan dicontohkan oleh Rasulullah. Kita adalah hamba-Nya dan tujuan penciptaan kita hanya untuk beribadah, suatu saat akan kembali pada-Nya mempertanggungjawabkan semua perbuatan. 

Idealnya, kita meraih berbagai impian dunia dalam rangka mencapai impian akhirat. Sukses di duniawi untuk sukses ukhrawi. Hal ini dapat diraih secara bersamaan, asalkan kita paham ihsanul amal, benar niat, benar cara, dan benar tujuan suatu perbuatan. Artinya semua amal perbuatan kita harus sesuai dengan syariat.

Kesuksesan hidup tidak hanya diukur oleh capaian impian duniawi semata, seperti berderetnya gelar akademik, menterengnya karier, atau melimpahnya penghasilan. Kesuksesan sejati diraih jika seluruh capaian itu dalam karidor syariat dan diridhai oleh Allah, serta memberi kebermanfaatan besar pada umat, hingga mengalirkan pahala jariyah, dan kelak, saat menutup usia dalam keadaan husnul khatimah. Hal ini penting dipahami agar umur yang Allah berikan kepada kita tidak sia-sia, tetapi justru memberikan banyak kebermanfaatan bagi diri sendiri dan sesama.

4. Jangan kecewa pada siapa pun ketika impian belum tercapai


Kita lihat dalam serial Layangan Putus, ketika Kinan belum bisa mewujudkan impiannya, dia kecewa pada suaminya. Hal ini tidak perlu terjadi sebenarnya, ketika pasutri itu paham Islam, dan kuat imannya kepada semua rukun iman, terutama iman pada qadha dan qadar Allah Subhanahu Wata'ala. Sikap kita menerima qadha Allah adalah Ridha, ikhlas, tetap husnusdzon pada Allah, sabar, dan selalu optimis. 

Dampak Layangan Putus bagi perempuan atau muslimah begitu besar.  Ada yang geram terhadap perilaku Aris. Sebagai  seorang istri bawaannya curiga, pada suaminya, terjadi trust issue pada pasangan. Istri seolah mendapat tuntunan cara mendeteksi tanda-tanda jika suami berpotensi selingkuh. Seperti pulang kantor jam segini kenapa pulang jam segitu, biasanya penampilan suami begini tiba-tiba trendy. Jarang pakai parfum sekarang pakai parfum dan perilaku lainya dari keseharian suami.

Tentu saja bagi laki-laki yang sudah menikah alias suami menjadi tersudutkan oleh istrinya.  Ada suami curhat di medsos gegara serial Layangan Putus, kebebasannya mulai terenggut. Ada yang sulit keluar rumah, istri selalu mengecek mutasi rekening,  hingga diam-diam memeriksa handphone suami.
Dampak serial ini bagi muslimah yang belum menikah juga tidak tanggung-tanggung, muncul ketakutan untuk menikah, negatif thinking akut pada laki-laki, lebih memilih hidup jomblo, dan berpotensi menyukai sesama jenis. 

Idealnya siapa pun kita ketika menonton atau mengetahui dampak serial ini, dapat memilih sikap dan tindakan bijak. Serial ini semata tontonan, ambil positifnya, buang negatifnya. Minimal membuat kita cerdas dalam membangun hubungan yang harmonis dengan pasangan halal sesuai ajaran Islam. Kita harus bisa membedakan perselingkuhan dengan poligami, perselingkuhan itu dilarang karena perilaku menyimpang, dan poligami dibolehkan syariat. Jangan samakan keduanya. Jika kita samakan, akhirnya kita membenci syariat Islam. Padahal semua aturan Allah adalah solusi dan Rahmat bagi kehidupan manusia dan alam semesta. 

Tidak lantas karena kurang pemahaman tentang Islam, kita membenci syariat Allah. Ketika membaca firman  Allah dan Sabda Rasulullah, sebagai muslim kita wajib samikna wa'athokna (kami dengar dan kami patuh). Persoalan kita belum mampu dan tidak siap,  itu urusan lain. 

6. Syukuri setiap keberhasilan


Selama kita hidup sudah ada bahkan beberapa impian kita tercapai. Apakah kita mensyukuri pencapaian-pencapaian impian itu baik dengan hati, ucapan dan perbuatan? Jika sudah Alhamdulillah, jika belum mulailah bersyukur. Syukur kita terhadap keberhasilan kecil membuat kita sangat bersyukur dengan keberhasilan besar. Nikmat Sedikit saja kita syukuri apalagi nikmat yang banyak.  Bersyukur membuat nikmat Allah bertambah dan kita akan lebih bahagia. 

Jika kita paham bagaimana Allah mengatur semua urusan kita, niscaya kita semakin cinta kepada-Nya. Semua takdir Allah itu baik, jika impian kita tercapai berarti itu impian dan ijabah doa-doa kita, tetapi jika impian kita belum tercapai berarti rencana Allah sangat indah untuk kita. Semua doa kita insyaa Allah diijabah, hanya saja waktu dan cara pengabulan doa yang berbeda. Ada yang dikabulkan segera setelah kita berdoa, ada yang ditunda bebepa waktu, ada yang disimpan jadi pahala dan dikabulkan suatu saat ketika kita siap menurut Allah atau disimpan jadi pahala luar biasa di akhirat.  Makanya ada ungkapan "sesuatu akan indah pada waktunya."

Lalu alasan apa sebenarnya yang membuat kita mengeluh? seakan-seakan kita menafikan  banyak nikmat Allah pada diri kita. Jangan pikirkan nikmat Allah yang belum kita peroleh, tapi pikirkanlah nikmat Allah yang mana saja yang belum sempat kita syukuri. Dengan demikian, milikilah banyak dream, eksekusi, nikmati dan syukuri insyaa Allah kita akan  tersenyum dengan semua tarikan nafas yang masih diberikan kepada kita, hingga masih kita berpeluang untuk mohon hidayah dan mentaubati semua dosa-dosa. Allahu A'lam bisshawab. 

Semoga bermanfaat
Salam ukhuwah dari Saudarimu alfakir ilmu

Darimis

Minggu, 23 Januari 2022

MEMBUJUK EGO

Minggu, Januari 23, 2022 0 Comments


Sekelumit sesal meratap, akibat salah berulang, meski berkilah tapi relung hati berbisik lirih pada nurani "Aku rindu baikmu"

Seluruh tubuh terasa ngilu bagai diiris sembilu dosa, namun ego tetap meraja, sambil berkacak pinggang di tepi pongah, dan menyiarkan pada dunia "Akulah segalanya."

Sambil menatap langit-langit kamar sebelum lelap. Terangkut sadar yang sudah lama tergeletak di sudut sajadah. "Mengapa engkau hadir saat aku ingin eksis di sini.? Tunggulah aku sampai renta.!

Bisik lembut hati tak berhenti membujuk. Kau coba mencekik letih dalam hidup berpura-pura. Namun tak kuasa hilangkan sesal yang hampir sekarat, ego masih sempat berkata "Ingat...! aku harus mampu kalahkan mereka, aku tidak boleh terlihat lemah, lemah berarti kalah, dan kalah berarti kiamat."

Bisikkan qalbu tak pernah hilang dari fitrahmu. Sejuta penghalang hanya pelecut tuk kesadaran datang lebih cepat. Menatap wajah lugu egomu dan berkata:

"Hidup terlalu singkat jika kau habiskan dalam hedonis sesaat. Saudara seimanmu,  dialah yang bersyahadat. Sama-sama menghadap kiblat dalam shalat. Sama menyembah Allah Yang Maha Melihat. Lalu alasan apa yang membuatmu merasa hebat. Hingga sahabatmu harus kamu kalahkan dalam nikmat sesaat,  selain ego yang ditunggangi nafsu, hingga engkau lupa nikmat akhirat. Saudara seimanmu adalah sahabat dalam taat. Bukan teman sesaat, seminat, sealamat, sepangkat, sekonglomerat, atau sesama merasa hebat. Bukan...itu sist...

Sahabat akhirat adalah sahabat yang memberi syafaat di akhirat. 

"Perbanyaklah berteman dengan orang-orang yang beriman. Karena mereka memiliki syafaat pada hari klamat.” (Hasan AlBashri dalam Ma’alimut Tanzil 4/268)

Wahai ego...mungkin engkau lupa sejatinya ukhuwah. Kita buka kembali permintaan menggugah sahabat setia kepada Allah Subhanahu Wata'ala yang digambarkan Rasulullullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam:

"Setelah orang-orang mukmin itu dibebaskan dari neraka, demi Allah, Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh kalian begitu gigih dalam memohon kepada Allah untuk memperjuangkan hak untuk saudara-saudaranya yang berada di dalam neraka pada hari kiamat. Mereka memohon: Wahai Rabb kami, mereka itu (yang tinggal di neraka) pernah berpuasa bersama kami, shalat, dan juga haji. Dijawab (Allah): ”Keluarkanlah (dari neraka) orang-orang yang kalian kenal.” Hingga wajah mereka diharamkan untuk dibakar oleh api neraka."

Di Tepi Kesadaran, 19 Feb 2021

Darimis