Kali ini aku berusaha secara
bertahap mengurangi dosis puitis dalam menulis. Bukan-bukan apa-apa, hanya
ingin tidak terkesan meliuk-meliuk seperti ular kobra. Saat
dihadapkan dengan alunan musik India. Kawatirnya nanti, kehilangan kosa kata
puitis, hingga tulisan tidak kelar-kelar, dan tabungan kata menulis puisi
gosong...eh kosong.
Ketika belajar, apapun yang dipelajari “Bersikaplah seperti gelas kosong." Ketahuan dalam ketidaktahuan. Seperti motto Pertaminul "Di mulai dari nol.” Kalimat ini sarat makna dan sangat filosofis dalam tolilbul ‘ilmi. Mengapa? Karena ini salah satu uslub mengosongkan gelas, agar pelajaran baru mudah dituangkan ke dalam pikiran. Jika pelajaran dimasukkan ke dalam pikiran yang berisi, apalagi berisi penuh, maka gelas akan melimpah, mengalir ke mana-mana, dan hilang tak berbekas. Di samping itu, uslub ini membantu murid-murid agar ilmu mudah ‘nancep’ bermanfaat, berkesan, bermakna, dan berkah.
Ketika menulis kenalilah "Mental Block" yakni semua kondisi, di mana menulis menemui kebuntuan. Menurut bahasa harian kendala-kendala yang muncul ketika akan dan sedang menulis. Misalnya tidak mood, bingung tidak ada ide, gonta-ganti ide/tema, macet di tengah jalan, bingung merangkai kata, manajemen waktu, membuat judul, rasa tidak pede dengan tulisan, dan tidak menguasai ejaan bahasa Indonesia (EBI).
Semua mental blok akan hilang secara berangsur-angsur. Asalkan rajin berlatih, mengamati, dan menulis. Jam duduk mempengaruhi kelancaran menulis. Semakin sering duduk menulis, akan mudah dan lancar dalam menulis. Tapi itu saja tidak cukup. Niat dalam menulis sangat menentukan keberhasilan. Meraih amal saleh melalui tulisan. Jika kematian sudah meminang sang penulis, masih bisa meninggalkan amal jariyah yang terus mengalir. Menulis ibarat bisnis dunia-akhirat dengan Allah sebagai harta kekal bonus laba berlipat ganda. insyaa Allah sampai jannah.
Setiap penulis pemula. Pasti memiliki kendala. Kendala menulis itu ibarat penyakit. Dibiarkan makin parah, dimanja tidak sembuh-sembuh. Pertolongan pertama bisa lakukan melalui diagnosis sendiri. Tidak bertemu kendala jalankan saja. Bertemu kendala pakai obat sapu jagat. “Apapun kendala menulis obatnya eksekusi, ya tulis saja”. Tulis saja apa yang terasa, atau yang terpikir, yang dialami, dan yang dihayati. Jika kendala berlanjut japri mentor! Ha..ha...ha...kalau ada mentor, kalau tidak jalan-jalan saja di dunia maya, insyaa Allah banyak ketemu ide.
Masuk ke inti pembicaraan tentang Seni Menggali Ide. Inila Writing Energi dalam menulis, yaitu segala hal yang menjadi kekuatan dalam menulis. Salah satunya diawali dengan ide. Berbicara tentang ide, ide itu liar ibarat nyamuk. Dekat dan menggigit dikibas langsung minggat. Untuk mengawetkan ide, tiada cara lain selain menuliskannya.
Menggali ide adalah semua aktivitas untuk mendapat gagasan, ide yang brilian untuk dituliskan. Hidup kita kompleks. Menyediakan banyak hal. Maka galilah sumur ide, niscaya akan bertemu berbagai macam berlian. Bagi saya sumur ide itu pasti dalam, kelam, jernih airnya, menyimpan sumber daya alam, atau harta Qorun yang tidak akan habis lima belas turunan...he..he (dasar emak matre).
Sepanjang bacaan yang dibaca tentang kiat menggali ide, menemukan ide, atau
apalah namanya. Saya menyimpulkan beberapa cara menggali ide:
1. Rajin membaca
Membaca memperkaya informasi dalam memori. Semakian banyak
membaca, semakin bagus. Sedikit membaca semakin haus...eh aus atau
habis. Baca semuanya. Al-Qur’an, kitab hadits, kitab fiqh, buku, novel,
majalah, tabloid, koran, komik, kartun, film. Baik online atau offline.
Bagi saya, membaca adalah seni menggali ide, hingga bertemu mutiara. _“Sebenarnya ideku bukan mutiaraku. Tetapi mutiara yang aku dapat dari Al-Quran, Aku ambil dari Hadits. Aku pinjam dari orang shalih. Aku kutip dari buku-buku. Aku gali dari ilmu. Aku dapat dari sahabat, dan aku dengar dari hatiku. Lalu aku menuliskannya. Tatkala orang lain membiarkannya berlalu.”
Membaca merupakan kegiatan melipatkan iqra dengan nama Rabb yang Menciptakan. Baik membaca yang tersurat, tersirat, atau yang tersuruk (bhs. Minang, artinya tersembunyi).
Membaca adalah amunisi pertama dan utama bagi penulis. Ibarat
berperang membaca adalah kegiatan mengumpulkan peluru, sedangkan menulis ibarat
menggunakan senjata. Bagaimana menggunakan senjata jika tidak ada pelurunya (bukan
senjata biologis ya). Bisa jadi tangan pegal, badan letih, hasilnya nihil.
Diserang lawan. Akhirnya bertekuk lutut. Jadi tawanan. Dipenjara. Kemudian mati
atau dimatikan (analoginya ekstrem abis).
2. Bergaul dengan banyak orang
Berteman dengan semua perempuan. Bersahabat dengan dengan muslimah
shalihah. Perkuat silaturrahmi dengan kerabat. Jaga silah ukhuwah dengan sesama
muslim. Setiap interaksi, ngobrol, diskusi, musyawarah, dialog, pertemuan,
seminar, lokakarya, workshop, dan lain-lain. Baik langsung maupun melalui media
elektronik, merupakan sumber mata air ide yang tidak akan habis.
Tulislah!
3. Melatih sensitivitas dan sikap kritis
Terlalu banyak fenomena, fakta, realitas, kejadian disekitar
kita. Baik peristiwa biasa maupun peristiwa luar biasa. Kejadian
aneh, langka, dan unik. Masalah yang tidak terpecahkan dari setiap orang yang
kita jumpai.
Hanya saja, selama ini kita kurang peka. Kurang peduli. Kurang
optimal menggunakan semua panca indera kita memahami semua kejadian, fenomena,
fakta, atau masalah di sekitar. Kita mungkin terlalu fokus menikmati kehidupan
pribadi kita. Hingga lupa bahwa semua itu adalah sumber inspirasi. Ide besar
cikal bakal tulisan kita.
4. Berlatih berkontemplasi dan berimajinasi
Ada orang yang suka berpikir, berkontemplasi, berimajinasi,
berfantasi, dan merumuskan solusi. Minimal salah satunya. Para pelukis,
seniman, sastrawan kartunis, novelis biasanya sangat bagus pada aspek ini.
Mereka serius mencari ide melalui perenungan yang mendalam. Untuk menemukan keunikan
ide, khas, dan sangat berbeda dari orang lain. Setelah bertemu ditulis.
5. Jadilah pakar di bidang ilmu yang dikuasai
Berilmu jangan tanggung. Punya skill alang-kepalang. Akhirnya
sulit menjadi ahli. Sebuah pantun “Berburu ke padang datar, dapat rusa belang
kaki. Berguru kepalang ajar, bagaikan bunga kembang tak jadi.
Usahakan jadi ahli pada pada disiplin ilmu yang dikuasai. Jika menguasai bidang ekonomi jadilah pakar ekonomi. Jika menguasai fisika, jadikah ahli dalam fisika. Begitu juga jika dosen jadilah dosen profesional. Dosen yang peka, hingga mampu menangkap berbagai ide terkkait dengan ilmu kedosenannya. Kemudian ditulis jadi karya narasi, hingga bermanfaat bagi dirinya, mahasiswa, civitas akademika, masyarakat luas, dan agamanya.
Penutup. Saya mengutip pesan Cikgu mentor saya “Apapun idenya, tuliskan.
Walaupun merasa pengalaman sepele, kadang justru yang sepele itu menginspirasi.
Hampir lupa. Seni menggali ide, adalah upaya terus-menerus menggunakan modalitas yang diberikan Pencipta. Mengeksporasi berbagai gagasan agar menjadi karya literasi. Siap dinikmati, memuaskan akal, menggugah hati menuju kebangkitan hakiki. Allahu A’lam Bisshawab.
semoga bermanfaat
Salam Ukhuwah
Saudarimu
Darimis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar