Follow Us @soratemplates

Jumat, 05 Februari 2021

KETIKA TAWAKKAL LEBIH INDAH DARI PELANGI


Manusia hanya mampu berencana dan berikhtiar sekuat tenaga untuk meraih keberhasilan, namun manusia tidak mampu menjamin keberhasilan. Manusia wajib berusaha tapi tidak wajib berhasil, sebab hasil semata-mata urusan Sang Pencipta, yang mengatur semua urusan. Sangat patalogis ketika kita mengharuskan keberhasilan. Sebab kata ‘harus”, “mesti” “pokoknya” adalah pemaksaan kehendak atas diri, orang lain dan keadaan agar senantiasa berpihak pada keinginan dan harapan kita. Kata itu sangat membebani fisik dan psikis, seolah kita dapat menentukan dan mengendalikan takdir kita.


Setelah berusaha seoptimal mungkin, selebihnya kita serahkan  urusan tersebut kepada Allah Subhanahu Wata’ala, Rabb Yang Maha Menentukan. Kita hanya wajib berikhtiar dan tawakkal, selebihnya biarlah Allah yang menentukan. Jika kita berhasil meraih suatu impian itulah yang terbaik, namun jika belum berhasil meraih impian itu juga baik. Semua urusan mukmin itu kebaikan. Ketika belum berhasil dia ridha, ikhlas, dan bersaba, itu baik baginya. Jika berhasil meraih impian, dia bersyukur, bersyukur  juga maslahat baginya.

 

Tawakkal itu lebih indah dari pelangi setelah rintik hujan turun ke bumi. Tawakkal menjadi amunisi kelelahan jiwa setelah bekerja keras melewati  setiap jengkal proses. Tawakkal membuat kita semakin yakin pada Pencipta, bahwa kita insan lemah, tak berdaya, memiliki kemampuan terbatas, dan sangat membutuhkan pertolongan dan kemudahan dari Allah Subhanahu Wata’ala. Lalu alasan apa sebenarnya yang membuat kita membangkang terhadap perintah-Nya, menolak kebenaran yang Dia dan Rasul sampaikan, dan meremehkan setiap manusia atas keberhasilan yang kita peroleh.

 

 Kembali ke tawakkal.  Tawakkal itu indah, seindah harapan kita akan pertolongan Allah Subhanahu Wata'ala. Tawakkal lahir dari hati yang haqqul yaqin kepada Rabb Yang Maha Pengatur. Semua hal di bumi dan langit termasuk dalam diri setiap insan bekerja dengan izin-Nya. Tidak satupun kejadian di luar pengawasani-Nya. Hanya saja diri kita yang merasa tidak diawasi. Sehingga kita kehilangan kendali.


Keindahan tawakkal dapat kita pelajari dan kita renungkan betapa Allah Maha Pengatur semua kejadian. Dia membuat segala sampai. Dia juga yang mengatur jalan taqdir yang kadang menurut manusia tidak masuk akal. Untuk lebih memahami tawakkal, yuk kita simak kisah berikut.


Abu Hurairah Raḍiyallahu 'Anhu, dari Rasulullah Sallallahu 'Alaihi wa sallam bahwa beliau pernah mengisahkan ada seorang dari Bani Israil  meminjam uang seribu dinar kepada Bani Israil lainnya. Orang yang meminjamkan berkata:


“Datangkanlah saksi-saksi! Aku ingin mempersaksikan peminjaman ini kepada mereka.”


Peminjam berkata, “Cukuplah Allah sebagai saksinya.” Orang yang meminjamkan berkata lagi, “Datangkanlah seorang penjamin.” Peminjam berkata, “Cukuplah Allah sebagai penjamin.” Orang yang meminjamkan berkata, “Kamu benar.” Kemudian dia memberikan uang itu hingga tempo waktu tertentu. Kemudian orang yang meminjam uang itu pergi ke laut untuk memenuhi hajatnya. Dia pun mencari perahu untuk dianikinya guna mengantarkan uang pinjamannya yang sudah jatuh tempo pembayarannya. Namun dia tidak menemukannya. Kemudian dia mengambil kayu dan melubanginya. Lalu dia memasukkan ke dalamnya uang seribu dinar beserta secarik tulisan yang ditujukan kepada pemilik uang. Kemudian ia melapisinya agar tidak terkena air. Lalu dia membawa kayu ke laut. Dia berkata, “Ya Allah, sesungguhnya Engkau mengetahui bahwa aku telah meminjam uang seribu dinar kepada si fulan. Dia meminta penjamin dariku, kemudian kukatakan bahwa cukuplah Allah sebagai penjamin, dan dia pun rela. Dia memintaku mendatangkan saksi, lalu kukatakan bahwa cukuplah Allah sebagai saksi, dan dia pun rela.


Sesungguhnya aku telah berusaha untuk mendapatkan perahu yang akan kugunakan untuk mengantarkan uangku kepadanya, namun aku tidak mendapatkannya. Kini, kutitipkan uang itu kepada-Mu.” Kemudian dia melemparkan kayu itu hingga tenggelam. Dia pun pergi. Walau demikian, dia tetap berusaha mencari perahu yang menuju ke negerinya. Orang yang meminjamkan uang pergi untuk menanti, barangkali ada perahu datang membawa piutangnya. Tiba-tiba dia menemukan kayu yang berisi uang itu. Dia membawanya pulang sebagai kayu bakar untuk istrinya. Tatkala dia membelahnya, dia menemukan uang dan secarik pesan.


Sementara itu, si peminjam pun datang membawa seribu dinar. Dia berkata, “Demi Allah, sebelum aku datang sekarang, aku senantiasa berusaha untuk mencari perahu guna mengantarkan uangmu kepadamu, namun aku tidak mendapatkan satu perahupun sebelum aku tiba dengan menaiki perahu yang aku tumpangi ini.” Orang yang meminjamkan berkata, “Apakah kamu mengirimkan sesuatu kepadaku?” Peminjam berkata, “Aku telah sampaikan kepadamu bahwa aku tidak menemukan perahu, sebelum aku mendapatkannya sekarang ini?” Orang yang meminjamkan berkata, “Sesungguhnya Allah telah mengantarkan pinjamanmu yang kau taruh dalam kayu. Maka gunakanlah uangmu yang seribu dinar itu dengan baik, maka bawalah kembali seribut dinarmu itu." (Diriwayatkan oleh Imam Bukhari).


Saat hati kita mau menerima dan merenungkan sepenggal kisah ini. Saat itu hati kecil kita semakin yakin dan percaya bahwa Allah Maha Pengatur, Allah Maha Adil dengan keadilan yang sempurna. Maka “Cukuplah Allah sebagai penolong dan pembuka jalan.” Cukuplah Allah sebagai penyanggah utama atas semua kegiatan.  Cukuplah Allah sebagai penjamin hasil dari usaha yang kita lakukan dengan sungguh-sungguh.


Sungguh, bagi orang-orang yang bertawakkal (mutawakkilun), mereka tidak bergantung kepada orang besar, orang penting, orang dalam, kedekatan emosional, persaudaraan, keadaan, situasi, kondidi, dan kehebatan makhluk. Mereka hanya bergantung kepada Allah Subhanahu Wata’ala sebagai Sang Pencipta dan Pengatur semua keadaan.


Semoga bermanfaat

Sobatmu

Darimis


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar