Follow Us @soratemplates

Jumat, 31 Januari 2020

DIAM EMAS BICARA BERFAEDAH

Jumat, Januari 31, 2020 0 Comments
Tidak selamanya diam itu emas, dan tidak selamanya juga berbicara itu berfaedah. Diam menjadi emas jika diam itu lebih baik dan menyelamatkan diri dan orang lain dari kerusakan dunia dan akhirat. Berbicara menjadi berfaedah atau bermanfaat jika berbicara itu mendatangkan kebaikan diri dan orang lain baik di dunia dan akhirat.

Hari ini, ketika orang mengagungkan harta benda, kebebasan berbicara, dan hak azasi. Diam dan berbicara tidak pada tempatnya. Ketika situasi menghendaki harus diam malah dia berbicara. Ketika kondisi mengharuskannya berbicara malah memilih diam. Hidup dijaman kebablasan, harus lebih hati-hati, karena sulit membedakan orang baik dan tidak baik. Susah mencari teman shalih dan kadang pura-pura shalih padahal salah.

Memilih untuk diam di rumah, tidak keluar kecuali ada keperluan, tidak suka ngumpul atau kongkoi-kongkoi malah dibilang aneh-aneh. Padahal hidup itu pilihan. Bukan seberapa bagus kita memilih, tetapi seberapa tepat pilihan itu berdasarkan standar syariat. Ukuran baik dan buruk, terpuji dan tercela berdasarkan hukum syarak, bukan akal apalagi nafsu. Suatu perbuatan dikategorikan baik disebabkan dua hal, hal yang mendorong perbuatan itu, dan apa tujuan suatu perbuatan. Suatu perbuatan itu didorong oleh niat ikhlas karena Allah, dan tujuan perbuatan itu untuk mendapatkan ridha Allah maka perbuatan itu adalah baik. Jika perbuatan itu didasarkan niat bukan karena Allah dan tujuannya untuk menyenangkan manusia lain, itulah perbuatan buruk, meskipun di mata manusia baik dan bermanfaat.

Kadang aneh. Melihat orang suka ngumpul dan bicara macam-macam. Pagi hari, setelah sarapan ngumpul sama tetangga, ngomongin orang lain? Siang menunggu anak pulang sekolah ngumpul lagi, ngomongin orang lain. Sore habis mandi ngumpul lagi ngerumpikan orang lain. Malam bersemangat bercerita dengan suami gunjingkan orang lagi. Membicarakan orang lain sangat enak, dibumbui dengan cerita tambahan sebagai penyedap. Nampak orang lewat dibilang macam-macam. Habis bahan obrolan, kucing lewat jadi pembicaraan. Pokoknya masalah-masalah sepele yang tidak pantas dibicarakan jadi omongan hangat. Kira-kira apa manfaatnya ya? apakah senang? bahagia? bangga? puas? mengetahui permasalahan orang lain, meskipun tidak jelas kebenarannya. Kadang suka mengorek-ngorek aib orang hanya yang harus ditutupi karena tidak layak jadi konsumsi umum. Kemudian aib itu menjadi konsumsi renyah untuk disebarkan ke banyak orang. ketika aib orang viral, ia bertepuk tangan di belakang kegelisahan dan kegalauan orang lain. Padahal yang disebarkan itu hanya hasil melihat secuil, mendengar sepotong, membaca sebaris, menganalisis sedikit, sudah berani menyimpulkan seutuhnya. Semua perbuatan di atas adalah sekilas contoh berbicara yang tidak berfaedah, malah menambah dosa.

Ketika yang diomongkan nyata dan benar keadaanya pada orang yang dibicarakan maka itu disebut perbuatan menggunjing, mengghibah, dan menggossip. Orang menggunjing itu sama dengan memakan bangkai saudaranya (QS.Al-Hujurat [49]:12). "


Ketika yang diomongkan itu hanya berdasarkan prasangka dan dugaan saja, tidak benar beritanya, maka itu adalah fitnah. Sementara fitnah lebih kejam dari pembunuhan. Firman Allah "


Boleh berkumpul dengan tetangga, boleh membicarakan sesuatu, asalkan sesuatu yang dibuacarakan itu tidak berkaitan dengan orang lain, atau aib orang lain, singkatnya bicara sesuai standar syariat. Misalnya membicarakan tentang tentang cara mendidik anak, meningkatkan nafsu makan anak, kuliner terenak di dunia, permasalahan umat, naiknya gas melon, pencabutan subsidi, kontraversi BPJS, dll, dianalisis secara mendalam untuk mencari penyebab, hingga ditemukan solusi cerdas bagi kesejahteraan umat. Sesekali diganti dengan membicarakan ilmu, wajibnya menuntut ilmu, akibat tidak berilmu, manfaat ilmu, atau bicara hikmah, motivasi kehidupan, cara meningkatkan ketaatan dan ketaqwaan, karakter muslimah shalihah, wajibnya hijab (jilbab dan khimar), dan peran muslimah di tengah kancah peradaban dunia. Inilah contoh bicara yang berfaedah. Ketika semua orang yang berkumpul mengeluarkan pendapatnya maka sikap yang lebih baik juga berbicara, ikut menimpali, memberikan pendapat, menawarkan solusi, membandingkan dengan teori-teori yang sedang berkembang, bagaimana solusi Islam atas masalah itu. Jangan memilih diam, justru diam dalam konteks ini adalah diam yang tidak emas, tetapi diam seolah-olah tidak tahu, dan terkesan tidak intelek.

Jadi, tidak setiap diam itu emas, dan tidak pula setiap bicara itu berfaedah. Namun emas dan berfaedah diukur dari hukum syarak. Seorang muslim semua perbuatannya terikat dengan hukum syarak. Perbuatan manusia tidak terlepas dari perintah dan larangan Allah. Jika perintah itu pasti dan jelas hukumnya wajib, jika perintah itu tidak pasti hukumnya sunnah, jika larangan itu pasti hukumnya haram, jika larangan itu tidak pasti hukumnya makruh,  jika hukumnya pilihan boleh melakukan atau tidak melakukan hukumnya mubah. Contoh perbuatannya silahkan cari sendiri. Di situlah kewajiban setiap muslim dan muslimah untuk menuntut ilmu, terutama ilmu Islam, sehingga paham perbuatan mana yang tergolong wajib, sunnah, mubah, haram dan makruh. Hindari menjalankan perintah agama tanpa ilmu. akibatnya bisa terbalik-balik yang wajib dikatakan tidak wajib, yang sunnah dikatakan haram. Ketidaktahuan terhadap hukum syarak, bukan hanya salah dalam beramal, tetapi menyebabkan amalan tersebut tidak bernilai pahala. Sudah capek, habis waktu melakukan suatu amal, ee ujung-ujungnya kosong melompong.

Keep hamasah untuk terus belajar.

Kamis, 30 Januari 2020

BERDANDAN KONTEKSTUAL

Kamis, Januari 30, 2020 0 Comments

Fenomena muslimah hari ini, di rumah berpenampilan biasa. Biasa pakai daster, bau minyak goreng, bau bawang, plus bau keringat. Namun jika keluar rumah, penampilannya luar biasa. Pakai pemerah pipi atau blos on, lipstik, eye liner, celak, eye shadow, buku mata anti badai, sampai memakai minyak wangi yang wanginya semerbak dan tercium dalam radius sekian meter. Ketika ditanya pada salah seorang muslimah, apa alasannya memakai seperti itu?, jawabanya "Tidak percaya diri jika keluar rumah tanpa berdandan." Kurang tepat barangkali, jika meletakkan rasa percaya diri pada dandanan, yang sifatnya berada di luar diri muslimah. Rasa percaya diri yang sesungguhnya adalah keyakinan akan kemampuan diri dengan segala kelebihan dan kekurangan yang dimiliki sebagai anugerah terbesar dari Maha Pencipta.  Setiap orang punya kelebihan sekaligus kekurangan. Kelebihan untuk disyukuri dan dipergunakan seoptimalkan mungkin untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia di hadapan Pencipta, membantu orang lain untuk mencapai kemuliaan hidup, dan senantiasa dikembangkan untuk meninggikan dienul Islam. Sementara kekurangan yang dimiliki disadari, diterima dengan penuh keikhlasan, kesabaran, dan senantiasa belajar dan berikhtiar untuk meminimalisirnya.

Ada lagi muslimah yang lain, mengapa berdandan keluar rumah? Jawabanya: "Kalau tidak berdandan terkesan tidak cantik, tidak gaul, tidak modern, dan terkesan sederhana dan kampungan." Subhanallah serendah itukah muslimah yang tidak berdandan keluar rumah? Paling ironis adanya muslimah berhijab syar'i namun dandananya luar biasa menor, seperti ibu-ibu mau pergi kondangan, tambah sepetu atau sandal tinggi. Barangkali itulah muslimah hebat dan bermartabat menurut persepsi mereka. Bahkan ada sebagian muslimah yang meremehkan muslimah lain yang memilih tidak berdandan seperti dirinya, dengan anggapan "Wanita seperti itu terlalu bodoh, tidak pandai berdandan, jika hari ini tidak pandai berdandan apa kata dunia."Subhanallah... Kadang hanya mengurut dada mendengar ungkapan dan melihat fenomena dandanan muslimah hari ini.
Ukuran gaul, maju dan modern muslimah hari ini telah bergeser, dari berdandan sesuai syariat dengan berdandan sesuai manfaat dan segala ukuran kemodernan dengan standar hawa nafsu.

Muslimah modern sebenarnya adalah wanita taat syariat, muslimah perindu syurga, berilmu tinggi, shalihah, sehingga senantiaasa mengasah dirinya dengan berbagai wawasan dan pengetahuan yang diperlukan diri dan ummat sebagai istri, ibu, mengelola rumah tangga, dan mempersiapkan generasi unggul di masa datang (termasuk akhirat). Kita perhatikan shirah nabawiyah, kisah para sahabiyah,  ummahtul mukminin, atau perempuan shalihah dalam sejarah. Kemajuan mereka jauh melampau zamannya, bahkan sampai hari ini nama mereka tetap dikenang, hidup mereka menjadi teladan para muslimah perindu syurga. Kisah mereka menyejarah. Mereka dikenang bukan karena dandanannya yang aduhai, tetapi kapasitas dan kapabilitas sebagai muslimah tangguh menyiapkan generasi shalih dan shalihah, dan berjuang sekuat tenaga untuk meninggikan Islam, keistiqamahan mereka pada kebenaran sejati, walau mereka kehilangan jiwa raga.

Jadi, ukuran maju dan mundurnya muslimah bukan dari aspek dandanan, tetapi aspek yang jauh lebih tinggi dan agung di atas dandanan. Ketika ukuran maju, gaul, dan modern  adalah para selebritis, bintang iklan, model women, atau wanita dari kalangan Borjuis atau kalangan sosialita, maka seorang muslimah sudah kehilangan figur, idola, panutan, atau tokoh identifikasi diri yang sesungguhnya. Seharusnya setiap muslimah menggunakan standar kemajuan adalah agamanya, ketentuan syarak, contoh dari nabinya, ketentuan kitab sucinya, dan wanita shalihah yang telah dijamin syurga oleh Allah. Bukan mengukur sesuatu sesuai dengan apa yang dipandang maju dan baik  oleh akal dan nafsu.  Hal yang dipandang baik oleh akal belum tentu baik menurut syarak. Akal hanya menguatkan sesuatu yang dipandang baik dan terpuji menurut akal.

Jika demikian, berarti muslimah tidak boleh berdandan. Siapa bilang muslimah tidak boleh berdandan. Sangat boleh berdandan. Namun berdandanlah secara kontekstual. Berdandan secara kontekstual dimaknai silahkan setiap muslimah berdandan sesuai konteks, baik tempat, waktu, dan untuk apa, dan dihadapan siapa dia berdandan. Jika muslimah berdandan di dalam rumah, pada waktu tidak ada lelalki bukan mahram, untuk mencari pahala sebanyak-banyak, di depan kekasih halal (suami tercinta) malah sangat dianjurkan oleh syarak. Namun jika muslimah berdandan tidak kontekstual, ia berdandan ketika keluar rumah, di pada waktu banyak interaksi dan dilihat oleh lelaki asing bukan mahram, niat berdandan untuk dipuji dan mempesona orang lain. Itulah berdandan yang tidak dianjurkan syariat. hal itu tergolong

Apa itu

Sebenarnya tanpa berhiaspun muslimah itu sudah menarik. Allah menciptakan setiap wanita itu mempesona, menarik bagi setiap lelaki. Setiap wanita dapat membuat kagum laki-laki, bahkan menyita ruang angan dan imajinasi lelaki untuk mengkayalkan yang aneh-aneh tentang wanita. apalagi jika wanita tersebut berdandan, ia bisa disulap seperti bidadari. Bahkan sejelek-jeleknya wanita menurut penilaian wanita lain, tetap mempesona bagi seorang laki-laki. Apatah lagi wanita itu memang sudah cantik dari sononya, berdandan dan tidak berdandan pun tetap mempesona. Dengan kecantikan, syaitan menjebak kaum lelaki, sehingga memandang wanita disertai syahwat. akhirnya muncul imajinasi terlarang, dan itu awal dari awal dari berbagai pelecehan seksual. Dalam hal ini yang salah siapa? lelaki yang berpikiran kotor, atau wanita yang berhias tidak sesuai konteks? kedua-duanya salah, wanita salah dengan dandananya di luar konteks, dan lelaki juga salah mengikuti pandangan pertama dengan pandangan mempesona sehingga dijebak setan hingga berkayal sesuai keinginan setan.

Kesimpulannya, jika ingin berdandan, berdandanlah secara kontekstual. Perhatikan konteks berdandan (waktu, tempat, tujuan, dan untuk siapa berdandan). Jika sesuai konteks silahkan berdandan semaksimal mungkin. Eksplorlah kecantian seluas mungkin. Konteks berhias yang berpahala adalah dihadapan kekasih halal. Dihadapan suami tercinta. Di ruang privat. untuk menyenangkan mata fisiknya. Jadi berhias secara kontekstual.

Selasa, 28 Januari 2020

URGENSI RASA MALU

Selasa, Januari 28, 2020 0 Comments
Fakta kehidupan menyampaikan bahwa rasa malu kian tergerus dalam kehidupan orang. Contohnya di media sosial. Ditemukan banyak foto, baik foto biasa maupun foto selfi berbagai gaya, dari gaya klimis, narsis, romantis, sampai agamis. Begitu juga video, komentar, celotehan, ungkapan rasa hati, kecewa, bahkan rahasia pribadi diumbar tanpa rasa malu. Bahkan ada yang mempublikasikan keromantisan yang seharusnya dirahasiakan di belakang pintu kamar pribadi. Ada juga membuat status tentang aktivitas dan kemajuan pekerjaan setiap hari, sehingga orang lain sampai hafal karakternya di media sosial. Jika tidak sempat posting status satu kali saja, kita akan bertanya:"Ada apa gerangan, kok tidak buat status hari ini?"

Tidak masalah kita buat status di media sosial, asalkan isinya kebaikan, nasehat, dakwah, hikmah, motivasi, atau informasi terkini. Tidak masalah juga posting video, jika dengan video itu diri kita dan orang lain mendapat pelajaran berharga tentang dien kita dan kehidupan. Namun jika semua sisi kehidupan kita posting, akan menguras tabungan privasi diri dan kehormatan kita di hadapan orang lain. Kita perlu menyisakan privasi dan rahasia pribadi dan rahasia kehidupan kita sebagai indikator bahwa kita masih memiliki rasa malu. Tidak semuanya harus diumbar. Tidak semuanya harus diketahui orang. Paling ironisnya, mengumbar amal shalih lewat foto dan video dengan caption "Alhamdulillah sudah selesai tilawah 1 juz", "Alhamdulillah sedang transit di Dubai menuju Mekkan dan Madinah", "Alhamdulillah lagi di Muzdalifah". Kira-kira dari foto dan video ibadah itu pesan apa yang mau disampaikan? dakwah?, motivasi?, entahlah. Seolah-olah dua Malaikat Allah tidak mampu mencatat secara rinci semua amal shalih seorang hamba.

Rasa malu juga berfungsi sebagai filter kewarasan. Orang waras masih memiliki rasa malu ketika berbuat sesuatu di luar kewarasan. Berbeda dengan orang gila, tidak ada lagi rasa malu melakukan perbuatan tidak waras. Ya iya lah, orang gila memang tidak waras. Lebih gila lagi ketika orang waras, melakukan perbuatan tidak waras. Orang gila melakukan sesuatu yang tidak waras masih dimaklumi orang. Namun orang waras melakukan hal yang tidak waras, berarti ada gangguan kewarasan.

Ketiadaan rasa malu pada orang waras adalah awal kehancuran suatu kaum atau suatu bangsa. Sebagaimana Sabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam "Jika Allah hendak menghancurkan suatu kaum, maka terlebih dahulu Allah melepas rasa malu pada kaum itu."(HR. Bukhari dan Muslim).

Pepatah Minangkabau juga mengatakan "

Rasa malu mendatangkan kebaikan. Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam Bersabda: "

Jadi rasa malu adalah seluruhnya mengandung kebaikan. Rasa malu yang tepat adalah rasa malu karena syariat, bukan rasa malu karena manfaat, apalagi rasa malu yang tidak tepat. Adakah rasa malu yang tidak tepat?. Ada. Ketika rasa malu tidak pada tempatnya. Mengatasnamanakan rasa malu padahal sebenanrnya gengsi. Misalnya malu pakai jilbab dan kerudung, malu pakai kaos kaki, malu melaksanakan shalat, malu puasa, malu membaca al-Qur'an, malu memutar murathal al-Qur'an, malu bicara Islam, malu nanti dibilang sok alim, sok suci, sudah hijrah, dan malu berbuat amal shalih lainnya. Inilah malu yang tidak tepat. Menenmpatkan rasa malu terhadap manusia di atas rasa malu terhadap pencipta. Padahal Rasulullah menegaskan: "

Kedudukan rasa malu dalam syariat Islam sangat tinggi. Sebagaimana sabda Rasulullah:"

Senin, 27 Januari 2020

PERBEDAAN ZONA WAKTU

Senin, Januari 27, 2020 0 Comments

Setiap tempat di muka bumi memiliki waktu  shalat berbeda. Waktu shalat Subuh di Malang jam 04.00 WIB. Di Padang masuk waktu Subuh jam 05.00 WIB. Tidak berarti waktu Subuh di Padang lambat, dan waktu Subuh di Malang cepat. Bukan pula bermakna Malang lebih hebat dibanding Padang. Pada kedua kota ini waktu bekerja sesuai zona atau waktu masing-masing.

Demikian juga orang. Ada orang  yang wisuda lebih dahulu, lebih cepat, dan pas waktu yang ditargetkan. Ada pula yang wisuda kemudian, agak lambat, dan molor dari waktu yang ditargetkan. Ada yang cepat naik pangkat, dua tahun sekali, dan biasa-biasa saja, tidak menonjol dan seheboh orang-orang. Namun ada juga orang yang tidak naik-naik pangkat, padahal produktif, orator ulung, dan dikenal hebat. Apakah yang dahulu naik pangkat lebih hebat dari yang tidak naik-naik pangkat. Kenyataanya tidak.

Setiap orang memiliki zona waktu. Intinya setiap orang memiliki qadha dan qadar, episode hidup, dan momentum masing-masing. Setiap orang mendapatkan sesuatu sejalan dengan kecepatannya sendiri-sendiri. Cara kerja masing-masing, itulah kekhassan dan kesejatian diri setiap orang. Setiap orang juga memiliki ukuran baju masing-masing yang hanya sesuai dan pas dengan badannya. Akan longgar atau kekecilan jika dipakaikan pada orang lain. 

Hal terpenting adalah  menyelaraslan cara mencapai keberhasilan tersebut dengan standar dan ketentuan Pencipta. Maka itulah momentum terbaiknya, sebab keberhasilan bukan sekedar hasil di dunia, tetapi harus bermakna di sisi Rabb dan kebahagiaan akhirat.  Setiap pencapaian  adalah  momentum terbaik seseorang  menurut Pencipta untuknya. Tidak masalah kapan kita mencapai, namun bermasalah ketika mencapai sesuatu dengan merendahkan orang lain.

Setiap orang berjalan dan berlari dalam garis perlombaan, jalur, pintasan atau garis waktunya sendiri. Kapan sampai di garis finish tergantung kecepatannya sendiri. Kecepatan itu tidak dapat disamakan dengan orang lain, apalagi dipaksa sama dengan orang yang lebih dahulu sampai. Itu artinya setiap orang hanya boleh membandingkan dirinya yang dulu dengan dirinya yang sekarang. Dirinya yang kemarin dengan dirinya hari ini. Apakah aku yang hari ini sama dengan aku yang kemarin, atau aku yang sekarang berbeda dengan aku yang dulu dalam hal positif.

Jika membandingkan diri dengan orang lain. Menurut perspektif zona waktu tidak relevan, karena alat pembandingnya berbeda, jika dipaksa menggunakan pembanding orang lain, menimbulkan stress, sakit hati, kecewa, putus asa, dan tidak bersyukur atas semua pencapaian. Orang lain bisa saja mungkin "kelihatan" lebih maju, lebih unggul, lebih hebat dari diri sendiri, karena ukuran, standard, episode hidup, rencana, qadha dan qadar Allah berbeda atasnya. Dengan alasan apapun tidak akan pernah bisa membandingkan diri dengan orang lain. Anda pun punya zona waktu tersendiri. Kita tidak cepat, dan tidak pula lambat atas waktu kita sendiri. Bahkan kita sangat tepat waktu dengan waktu kita sendiri. Setiap orang ada waktunya, setiap momentum pas pada waktunya.

Untuk itu, tidak pada tempatnya seseorang iri, dengki, hasat, dan sakit hati dengan pencapaian orang lain. Apalagi pencapaian itu berkaitan dengan aspek dunia yang fana, akan hancur, dan tidak dibawa mati. Iri yang dibolehkan syariat hanya iri melihat pencapaian ukhrawi seseorang. Kita boleh iri dengan ketaqwaan, keshalihan, kedermawanan, kejujuran, keistiqamahan dalam prinsip kebenaran dan idealisme diri, daya juang untuk meninggikan diennya, dan seabrek amalan akhirat lainnya. Iri terhadap aspek akhirat seseorang di samping dibolehkan syariat, juga dapat memotivasi diri untuk lebih baik, dan lebih baik lagi di sisi Pencipta. Maka perjuangan untuk meraih keberkahan Ilahi adalah upaya sungguh-sungguh tak pernah kenal lelah dan kata berhenti. Wallahu A'lam Bisshawab.





MEDIA SOSIAL HANYA ALAT

Senin, Januari 27, 2020 0 Comments
Media sosial hanya alat, sarana, atau piranti teknologi, sama  dengan sarana kehidupan lainnya. Kemaslahatan  dan kemudaratan suatu alat tergantung pengguna dan penggunaannya. Apakah alat itu digunakan untuk mengumpul pahala sebanyak-banyaknya atau menumpuk dosa  tergantung niat, tujuan, cara, konten, penggunaannya.

Di era revolusi industri 4.0 ini. Peluang dan tantangan hampir sebanding dalam penggunaan teknologi. Kita hidup di dunia nyata dan kadang juga beraktivitas di dunia maya, medsos misalnya. Pertanyaanya apakah ada singkronisasi keberadaan kita di dunia nyata sama dengan di dunia maya. Tampil tawadhu' di dunia nyata juga tampil rawadhu di dunia maya. Jangan-jangan selama ini kita terlihat tawadhu' di dunia nyata, namun terlihat riya' di dunia nyata. Semua sisi hidup dan prestasi kita unjuk di dunia maya. 

Faktanya memang demikian. Ketika berselancar di dunia maya. Terutama media sosial, yang dominan terlihat adalah deretan keberhasilan, aktivitas harian, kegiatan, kesenangan, bahkan kegiatan ibadah. Posting depan Ka'bah,  Jabal Nur, di depan masjib, menyerahkan santunan pada anak yatim misalnya. Terlepas dari niat atau gunakan alasan syiar dakwah, yang dilihat orang hanya itu. Orang lain tidak bisa niat atau tujuan syiar lewat gambar, sebab niat dan tujuan urusan hati. 

Sesekali ajak hati dan nurani paling bening merenungkan eksistensi diri di dunia ini. Bagaimana keberadaan  kita di dunia nyata dan di dunia  maya. Evaluasi dengan jujur, sudah berapa banyak postingan kita yanga bernilai pahala dan seberapa banyak postingan kita berpotensi dosa. Bagaimana cara kita menyeimbangkan dua dunia itu untuk memperbanyak dan mempermudah jalan kita menuju ridha-Nya.

Kadang kita merasa. Jangankan di dunia maya, di kehidupan dunia nyata saja, kita sudah berpotensi dosa. Kemudian, begitu on di media sosial dosanya bertambah, bahkan berlipat ganda. Kok bisa? Tak perlu heran jika di dunia nyata dan dunia maya kontennya sama, seperti

Sebaliknya, ada juga di dunia nyata berhasil mengumpulkan pahala, begitu juga di dunia maya mampu meraup pahala berlipat ganda. Mengapa?, karena dia di dunia nyata dan dunia maya bicara atau menulis kebaikan, hikmah, nasehat pada

Berpikir, berperasaan, bersikap dan berperilaku di dunia nyata dan dunia maya (media sosial) adalah pilihan. Setiap pilihan mengandung konsekuensi pahala atau dosa, memilih jalan taqwa atau fujur, diridhai atau dimurkai Allah. Pada akhirnya setiap pilihan memiliki konsekuensi abadi syurga atau neraka.

Sejatinya, setiap sikap dan perilaku kita di dunia nyata atau dunia maya tidak pernah terlepas dari pengawasan Allah Yang Maha Teliti. Tidak sedetikpun luput dari catatan dua malaikat. Semua yang kita tulis dan kita katakan akan ditimbang di hari perhitungan, di depan Hakim Yang Maha Adil. Alangkah malunya diri kita jika catatan kebaikan kita banyak yang kosong.

Hidup di dunia hanya permainan dan senda gurau, penuh kebohongan dan ilusi, namun bukan tanpa arti, semua kita akan kembali membawa amal menghadap Ilahi. Terus berfastabiqul khairat, jangan pernah berhenti, atau terhenti oleh caci-maki, walau semua orang tak peduli, sebab pahala tidak ditentukan oleh manusia, tetapi tergantung oleh keikhlasan, ittiba' 'alar Rasul dan penerimaan Allah Subhanahu Wata'ala. Wallahu A'lam Bissawab.

KETIKA ALLAH RINDU

Senin, Januari 27, 2020 0 Comments
Kerinduan adalah rasa terdalam untuk mendengar cerita indah dan  kisah resah sang kekasih.

Kerinduan menjadi perekat kuat relasi cinta manusia dengan manusia, dan manusia dengan Pencipta. 

Kerinduan antara dua insan sejuta makna terlebih lagi kerinduan Pencipta pada hamba-Nya tentu Maha Luar Biasa. Ketika dulu di alam ruh berikrar setia untuk tetap mengesakan-Nya dalam suka dan duka. Hingga ruh  ditiupkan ke dalam raga, dibentuk-Nya sampai menjadi manusia sempurna.

Bersama waktu, kadang insan lalai dan terlupa untuk mendatangi Sang Maha Cinta, hingga Allah merindukan keluh kesah dan cerita bahagianya yang dikehendaki-Nya. Tatkala Allah merindukan hamba-Nya, Dia tidak anugerahkan kesenangan, tetapi sedikit memberi ujian, rasa sakit, kesulitan, kemarahan, kekecewaan, dan kekurangan agar insan tersebut bersimpuh dan bersujud di sajadah cinta.

Tatkala Allah rindu pada hamba-Nya, Dia tak datangkan intan permata, tetapi mencurahkan setetes hidayah pada qalbu insan agar tetap istiqamah menjalani taat dan ikhlaskan amal dalam mujahadah cinta.

Tatkala Allah rindu pada hamba-Nya. Dia tidak memberikan dunia dan segala keindahannya, tetapi memberi musibah agar insan bermuhasabah atas semua khilaf dan dosa sengaja atau tidak disengaja. Agar ia selalu ingat hidup di dunia hanya pengembara yang sedang mengumpulkan bekal untuk  pulang ke kampung halaman sebenarnya, yaitu Syurga. Wallahu A'lam Bissawab

DUNIA SELAKSA AIR

Senin, Januari 27, 2020 0 Comments
Siklus air adalah simbol kesabaran atas konsensus alam. Air tidak pernah mengeluh ketika dipanaskan, atau didinginkan. Bahkan dengan dua kondisi itu ia dapat memberikan manfaat bagi orang yang membutuhkan. 

Air siap menjadi asin, manis, keruh dan jernih atau bentuk apapun yang alam inginkan. Namun, ketika saatnya ia harus menguap dan naik ke angkasa ia akan menunjukkan wujudnya yang asli yang BENING dan MENSUCIKAN.

Air memiliki fleksibilitas sifat, ia bisa positif bisa juga negatif. Imam Al-Qurtubi menyatakan dunia selaksa air. Air tidak pernah setia pada suatu tempat, ia mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah. 

Sama dengan dunia dunia tak pernah setia dengan pencintanya. Seseorang mencintai dunia, maka orang lain diberi cinta lebih banyak oleh dunia.

Air itu menguap dalam kondisi-kondisi tertentu. Dunia juga menguap, semua keindahan dunia menguap, hilang, dan tak berarti. Orang-orang yang membanggakan dunia, dunia akan menguap dari kehidupannya ketika ia menghadap Ilahi.

Air bersifat membasahi, jika bermain dengan air maka akan basah. Jika bermain dengan dunia, dunia akan membasahi bahkan menenggelamkan kita.

Air bermanfaat jika jumlahnya sedikit, sekadar untuk minum melepaskan dahaga, jika jumlahnya banyak, air akan berbahaya. Begitu dunia, dunia akan bermanfaat jika dimanfaatkan secukupnya untuk bekal perjalanan ke akhirat. Jika dunia digunakan terlalu banyak maka dunia melalaikan beribadah, dunia akan masuk ke hati, enggan keluar, menyebabkan para pecintanya mengkultuskan dunia, dan takut pada kematian. 

Air adalah pasukan Allah, yang senantiasa berdzikir dan patuh pada setiap perintah-Nya. Sama-sama air namun fungsi bisa berbda ketika digunakan pada kaum beriman atau orang-orang shaleh.

Air yang mengantarkan Musa As., ke istana Fir'aun. Padahal Musa mungil sedang dalam kondisi terlemah. Seorang bayi yang dimasukkan ibunya ke dalam keranjang yang belum lulus uji anti bocor. Air juga yang menghancurkan pasukan Fir'aun padahal ia sedang dalam masa jaya dengan imperium terkuatnya.

Kita sebagai manusia semua kejadian adalah hikmah, sarat berkah. Jadikan kisah air dan selaksa air sebagai ibrah. Hidup bukan sekadar hidup, seperti air mengalir. Tetapi hiduplah semata-semata meniru ketundukkan air pada semua aturan Pencipta-Nya. Wallahu A'lam Bisshawab.



MENYIKAPI UJIAN DAN MUSIBAH

Senin, Januari 27, 2020 0 Comments
Ujian, musibah, dan azab merupakan tiga istilah yang sering didengar dan dikatakan banyak orang. Ketiganya memiliki persamaan dan perbedaan. Kesamaanya, menjadi titik balik kepada  Allah bagi orang-rang yang diselamatkan. Perbedaan  ujian, musibah, dan azab adalah ujian dan musibah hampir sama, sama-sama diberikan kepada orang yang beriman, taat kepada Allah, paling banyak diberikan kepada Nabi dan Rasul, dan orang-orang yang mengikuti jalan para Nabi dan Rasul.

Ujian dan musibah memiliki sedikit perbedaan, yaitu ujian diberikan Allah dalam bentuk menyenangkan (berupa nikmat, kelebihan harta, kecantikan, pangkat, dan kesuksesan) dan tidak menyenangkan. QS.Muhammad:31 "

Musibah adalah kesusahan, kesulitan, dan kesedihan yang tidak diinginkan, dan dibenci oleh jiwa, bertujuan mengampuni dosa hamba-hamba-Nya. QS. As-Shuro:30 "

Hadis Riwayat Muslim

Azab adalah siksaan yang diterima  manusia akibat kesalahan, dosa, dn maksiat. Termasuk siksaan yang diberikan kepada orang yang tidak beriman. QS. As-Sajdah:21 "

Menyikapi ujian dan musibah, atau pun azab sebaiknya disikapi dengan penuh keimanan (hati), bukan disikapi logika (otak) semata, apalagi perasaan (su'ur) negatif. Keimanan seseorang akan membimbing persepsi dan sikapnya bahwa ujian, musibah, atau azab (kejadian/peristiwa) apapun di muka bumi merupakan

Keimanan akan mengarahkan penilaian seseorang  bahwa setiap ujian, musibah, atau azab yang memilukan dan menyayat hati tidak pernah keluar dari Rahmat, Kasih sayang, dan Maha Adilnya Allah. 

Jika suatu kejadian pilu dipahami sebatas akibat dosa dan maksiat, maka orang akan memandang negatif (

Keimanan menentukan pemahaman seseorang bahwa tidak semua dosa dan maksiat yang dilakukan manusia diazab Allah di dunia. Hal ini penting untuk mematahkan argumentasi kaum sekuler liberalis  "Jika dosa dan maksiat mengundang azab, mengapa negara yang melegalkan dosa dan maksiat makin berkembang, maju, modern dan canggih,  atau mengapa orang yang banyak maksiat dan dosa makin kaya, makin sukses, atau makin senang? Keraguan ini dijawab Allah dalam QS. Al-An'am ayat 44 dan hadis nabi tentang istidraj.

Orang beriman akan menjadikan ujian dan musibah sebagai titik balik atau kembali kepada Allah, lebih dekat, lebih taat kepada Allah. Analogi kisah:

 

Sang mandor terus berusaha agar si pekerja mau menoleh ke atas, dilemparnya uang seribu, jatuh tepat di sebelah si pekerja. Si pekerja hanya memungut uang tersebut dan melanjutkan pekerjaannya. 

Sang mandor melemparkan uang seratus ribu  berharap si pekerja mau menengadah "sebentar saja" ke atas, tetapi si pekerja hanya lompat kegirangan dan kembali asyik bekerja. 

Pada akhirnya sang mandor melemparkan batu kecil tepat mengenai kepala si pekerja. Merasa kesakitan akhirnya si pekerja baru mau menoleh ke atas dan dapat berkomunikasi dengan sang mandor. 

Cerita tersebut sama dengan kehidupan kita, Allah selalu menyapa, merindukan, mencintai, ingin mendengar cerita dan keluh kesah, Allah sangat peduli pada hamba-Nya, tetapi kita selalu sibuk mengurusi "dunia" kita. Kita diberi rejeki sedikit atau banyak, sering lupa menengadah, bersyukur kepada-Nya. Kadang lupa rezki itu dari Allah. Kadang juga takabur dan ujub dengan semua pinjaman Allah.

Orang beriman menyikapi ujian dan musibah dengan totalitas aqidahnya. Muhasabah dan bertaubat adalah dua perbuatan yang mesti dilakukan dengan segera. Muhasabah digunakan untuk mengevaluasi secara menyeluruh terhadap kondisi keimanan, ibadah, dan akhlaknya selama ini. Jika belum optimal, masih ada aturan Allah yang masih dilanggar, baik dengan sengaja atau tidak. Hasil evaluasi digunakan  untuk bertaubat, dan berbenah, berubah ke arah lebih baik,  lebih shalih, lebih taat, dan lebih dekat kepada  Allah. Allahu A'lam Bissawab


URGENSI SAHABAT TAAT

Senin, Januari 27, 2020 0 Comments
Berinteraksi, berkomunikasi, bersosialisasi, dan berteman boleh dengan siapa saja. Namun memilih sahabat suatu kemestian. Sahabat berkontribusi terhadap kemajuan, perkembangan, keselamatan, dan kebahagiaan dunia dan akhirat  seseorang.

Memilih sahabat yang mampu merasakan kesedihan, saat kita tak menangis. Mengerti pikiran saat kita terdiam. Mampu meyayangi saat kita marah. Memaklumi perasaan saat kita saat kecewa. Memaafkan perilaku kita, saat kita bersalah. Dialah orang-orang yang mengerti dan menerima diri kita apa adanya.

Terkadang kita mesti pergi jauh agar memahami siapa yang akan mendatangi, menanyakan kabar, dan mengungkapkan kekhawatirannya tentang kondisi kita.

Terkadang kita mesti berbicara pelan agar mengetahui siapa yang masih bersedia mendengarkan kita.

Terkadang  kita mesti melibatkan diri dalam suatu perbedaan agar mengetahui siapa yang masih mau membela kita.

Terkadang kita mesti mencoba mengambil keputusan yang kurang tepat, agar kita mengetahui siapa yang akan menunjukkan kita keputusan yang benar.

Terkadang kita mesti meninggalkan orang yang dicintai, agar kita mengetahui tingkat kesetiaan dan menjaga kepercayaan yang kita berikan.

Sesungguhnya ketika kita memilih bersembunyi hanyalah untuk ditemukan.

Ketika kita memilih pergi jauh hanyalah untuk melihat siapa yang masih setia mengikuti.

Ketika kita memilih menangis agar kita tahu siapa yang dengan ikhlas menghapus air mata kita.

Itulah orang-orang yang masih memperhatikan, mempedulikan, menyayangi, mencintai, dan menganggap kita sebagai teman, sahabat lebih tinggi sebagai saudara seiman.

Itulah orang-orang yang menawarkan kebahagiaan, mengulurkan kecintaan,  mensedekahkan kasih sayang dan senyuman, memberikan jalan kemajuan, dan menyediakan diri demi keselamatan dunia dan akhirat kita. 

Itulah sahabat pilihan, mencintai kita karena Allah, bertemu karena Allah, dan menasehati karena Allah. Itulah sahabat yang menjadikan iman, ketaqwaan, dan ikatan ukhuwah sebagai perekat persahabatan.

Dengan demikian, sahabat bukan sekadar teman. Tetapi sahabat adalah seseorang yang mengerti, memahami, memaafkan, dan tidak pernah bosan mengingatkan kita untuk taat kepada Allah.

Ada tujuh macam teman

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

Dari tujuah macam teman di atas, dari nomor 1 sampai nomor 6 akan sirna. Meskipun bertahan namun bertahan sementara. Tatkala sudah berpisah, atau disibukkan dengan kepentingan masing-masing. Maka pertemanan menjadi terlupakan atau dilupakan.

Hanya berteman nomor 7 yang langgeng sepanjang masa, sampai ke akhirat kelak. Namun persahabatan ini selalu dipandang sebelah mata. Di samping dinilai sok alim, sok suci, agak bawel, nyinyir, merepotkan, terlebih lagi tidak mendatangkan manfaat duniawi (materi).

Padahal perteman karena hubungan iman ini yang akan mendatangkan syafaat di akhirat. Membantu kita masuk ke dalam syurga Allah. Suatu persahabatan yang dibangun karena Allah. Sebagaimana Firman Allah dalam Al-Hujurat ayat 10:
"

Sahabat karena iman, akan mendatangkan syafaat di akhirat didasarkan pada Hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Ibnu Mubarrak.

""Yaa Rabb...kami tidak melihat sahabat kami yang sewaktu di dunia, shalat bersama kami, puasa bersama kami dan berjuang bersama kami." Maka  Allah berseru: "Pergilah ke neraka, lalu keluarkan sahabatmu yang di hatinya ada iman walaupun hanya sebesar dzarrah.HR Ibnu Mubarokh).

Kedua dalil ini cukup bagi kita sebagai landasan kuat untuk memilih sahabat karena iman. Agar kita bisa bersinergi untuk taat kepada Allah. Saling mengingatkan untuk menghindari semua larangan Allah.

Sahabat taat sulit didapat. Tidak seperti mendapatkan coklat di pinggir jalan. Dari seribu orang yang kita temui di sepanjang hidup kita, hanya beberapa orang saja yang dapat dikategorikan bersabahat dengan kita karena iman. Paling banyak bersahabat karena kepentingan. Kadang bersahabat karena saling memanfaatkan. 

Hanya sepenggal do'a semoga kita semua dimudahkan Allah menemukan sahabat taat. Berjuang bersama untuk menegakkan Islam. Hingga di akhirat kelak saling mencari karena pernah belajar bersama, berjuang bersama, dan bermunajat bersama. Hingga saling memberi syafaat di akhirat kelak. Itulah sahabat taat. 

Semoga juga kita dijauhkan dari orang yang mengaku teman untuk memanfaatkan kita. Menjauhkan kita dari orang penjilat, munafik, dan pendusta.

*آمين يارب العالمين*

SEDERHANA ITU RINGAN

Senin, Januari 27, 2020 0 Comments
Keindahan dalam pilihan kemuliaan

Sederhana menjadikan pemimpin mulia,
Menjadikan rakyat jelata bermartabat, 
orang kaya dicintai, dan orang miskin terhormat.

Sederhana bukan kemegahan, 
apalagi kemewahan dan gemerlapan. 
Tetapi ..
Perasaan qonaah penuh kesyukuran, 
Mengundang do'a dan ketulusan dalam kerahasiaan.

Sederhana itu pilihan,
Terkadang terlihat rendah di mata insan 
yang mengukur kemuliaan dengan keduniawian, 
namun...terlihat tinggi di mata para perindu jalan kenabian.

Sederhana itu meringankan dan memudahkan.
Sederhana dalam makanan meringankan badan,
Sederhana dalam berpakaian meringankan perjalanan,
Sederhana penampilan meringankan perjuangan,
Sederhana dalam pikiran meringankan tindakan,
Sederhana dalam tutur meringankan hubungan,
Sederhana gaya hidup memudahkan pendapatan.

Sederhana itu menyelamatkan.
Sederhana dalam takut menjauhkan maksiat,
Sederhana dalam harapan menguatkan taat,
Sederhana dalam cinta melezatkan ibadat,
Sederhana dalam keluarga menguatkan ikatan dalam akad.
Sederhana dalam pertemanan menghilangkan hasad.

Sederhana adalah pilihan hidup para Nabi, Rasul, 
Orang shaleh, dan Orang beriman yang belajar taat. 
Menapaki jalan perindu Syurga bukan jalan mulus
 bertabur bunga, tetapi jalan berliku penuh tanjakan,
Tikungan, dan turunan tajam.

Allahu a'lam bissawab.


KEBERHASILAN ITU RELATIF

Senin, Januari 27, 2020 0 Comments
Keberhasilan merupakan kata besar yang terdapat dalam angan. Satu kata berbanding lurus dengan kesulitan dan pengorbanan.

Semua orang sepakat "setiap insan mendambakan keberhasilan, namun tidak sepakat pada aspek makna, ukuran/standar, bentuk, strategi memperoleh, dan  ekspresi emosi merayakan euforia keberhasilan. Perbedaan ini berimplikasi terhadap relativitas batasan keberhasilan. 

Keberhasilan bagi satu individu bisa jadi belum berhasil bagi individu lain. Menurut satu individu menjadi sarjana mungkin keberhasilan, namun menurut individu lain menjadi sarjana hanya satu langkah menuju keberhasilan selanjutnya. 

Menjadi juara olimpiade Kimia mungkin keberhasilan luar biasa bagi satu keluarga, namun belum berhasil bagi keluarga lain yang menggunakan standar keberhasilan pada banyaknya hafalan al-Qur'an. Oleh sebab itu, apapun bentuk dan ukuran keberhasilan, jangan sampai melupakan Yang Memberi Keberhasilan, apalagi menilai orang lain gagal dan rendahan, disertai sikap arogansi atas karunia Ilahi.

Keberhasilan itu relatif, tergantung standardisasi dan ekpektasi jangka panjang  (

Berbeda dengan orang yang memilih standar dan ekspektasi keberhasilan ukhrawi maka dia akan merahasiakan dan mensyukur keberhasilanya. Mengucapkan masyaa Allah tabarakallah, atau mashaa Allah la quwwata illa billah ketika dipuji orang. Dia senantiasa mendekatkan diri dalam ketaatan kepada Sang Pemberi keberhasilan, sebab dia tidak tahu, apakah keberhasilan itu wujud dari sayang atau kebencian Allah. Terlalu sulit membedakan keberhasilan sebagai wujud ujian, musibah, atau istidraj.

Keberhasilan adalah sebagian rezki Allah, ukuran rezki hanya keberkahan.  Keberkahan tidak  ditentukan oleh jumlah, tetapi ditentukan oleh akibat dari keberkahan. Apakah rezeki itu membawa ketenteraman dalam kataatan kepada Allah. Atau sebailknya rezeki itu memabawa kegelisahan dan pembangkangan kepada Allah.

Strategi memperoleh keberhasilan berbeda pada setiap orang. Jika keberhasilan diawali dengan niat mendapatkan keridhaan Allah semata, maka langkahnya dimulai dengan do'a,  ikhtiar optimal, kerja keras, kesungguhan, kegigihan, penuh semangat, memanfaatkan setiap moment dan waktu, dan diakhiri dengan tawakkal. Ketika berhasil dinikmati dengan penuh rasa syukur dan tawadhu'. 

Jika belum berhasil dia ikhlas dan sabar, sembari terus belajar dan memuhasabah diri atas dosa dan kesalahan di sepanjang proses ikhtiar, tetap dalam ketaatan bahwa semua proses bernilai ibadah, dan tetap husnusdzon bahwa itu yang terbaik dan terindah di sisi Allah.

Namun jika keberhasilan diniatkan bukan untuk selain Allah, maka do'a bisa jadi nomor enam puluh delapan, menghalalkan segala cara,  mendzalimi manusia lain, dan memanipulasi segala bahan, sehingga ketika berhasil bersyukur hanya polesan, dan tawadhu' hanya hiasan lisan. Jika belum berhasil ia menyalahkan banyak insan bahkan Tuhan.

Apapun makna yang diberikan terhadap keberhasilan, keberhasilan tetap suatu tingkat pencapaian. Maka jangan paksakan ukuran keberhasilan kita pada siapa pun, jangan banggakan keberhasilan kita pada siapapun, sebab orang punya ukuran dan makna keberhasilan yang berbeda. Walahu A'lam Bissawab.

SAMI'NA WA'THO'NA

Senin, Januari 27, 2020 0 Comments
Kecerdasan adalah potensi atau fitrah penciptaan oleh Ar-Rahman

Kecerdasan manjadi modalitas kehidupan untuk tetap bertahan melakukan amalan.
Kecerdasan membuat insan mudah menemukan solusi setiap persoalan.
Kecerdasan memudahkan manusia berdaptasi dan menganalisis teori keilmuan.
Kecerdasan membantu insan menyusun strategi menggapai berbagai kesuksesan.

Idealitas suatu  kecerdasan membantu manusia meraih kemuliaan.
Melalui ma'rifatullah, ma'rifaturrasul dan ma'rifatul insan.
Menguatkan pemahaman tentang tujuan, eksistensi, dan orientasi penciptaan.
Kecerdasan bukan untuk dipertuhankan atau diidolakan,
Apalagi untuk berdalih menentang
Semua dalil qath'i dalam al-Qur'an.
Atau menolak sebagian Sunnah atau menafikan teladan Sang Qudwah dan Uswatun Hasanah berbagai aspek kehidupan.

Gunakan kecerdasan dengan serius
Memahami Islam, iman, dan ihsan terus-menerus.
Hingga pemahaman menjadi lurus
Tanpa putus oleh kultus, baik situs, tokoh, selebritis atau segepok pulus.
Tidak tergoda kemilau dunia penyebab iman tergerus.

Kecerdasaan piranti kehidupan paling kualitatif.
Untuk membantu berislam secara komprehensif.
Bukan tentatif apalagi relatif
Kecerdasan membantu kondisi iman yang sedang berfluktuasi.
Melalui kajian rutin terhadap ayat-ayat Allah dan Sunnah Rasul secara intensif.

Tundukkan kecerdasan berhadapan dengan Firman Allah dan Sabda Rasulullah (sami'na wa'ath'na=kami dengar dan kami taaati) tanpa berkilah.

Atau menolak dengan analisis logika yang salah.
Tidak mungkin kemampuan otak, kinerja akal melebihi kekuatan Firman Allah.
Lalu alasan apa yang  membuat kita pongah, 
meninggalkan kewajiban dan melanggar perintah Allah.
Kelebihan apa yang membuat kita merendahkan manusia laksana sampah?

Berjalan di muka bumi dengan  menengadah penuh pongah
Padahal tidak ada satupun garansi kita mulia di mata Pencipta kecuali  taqwa dilakukan secara istiqamah.
Tidak ada jaminan kita mati Husnul khatimah, siksa kubur mudah, Yaumil hisab menegangkan sanggupkah, dan masuk syurga tanpa hisab penuh berkah.

Teruslah melangkah dengan gagah.
Penuh tawadhu' dan menjaga muru'ah.
Muliakan setiap diri yang pernah bersyahadah.
Dialah saudara sesungguhnya
Memberi syafaat atas izin Allah
Menyelamatkan kita dari neraka
karena beribadah bersama dalam ukhuwah Islamiyyah.
Wallahu A'lam Bisshawab

TETAP LAKUKAN KEBAIKAN

Senin, Januari 27, 2020 0 Comments
Kebaikan merupakan semua bentuk perkataan dan perbuatan yang  mendatangkan kemaslahatan dan keselamatan bagi diri dan orang lain,  baik di dunia maupun di akhirat.

Kebaikan diukur dengan  syariat bukan ditakar dengan nafsu sesaat.

Kebaikan diinginkan semua insan, menumbuhkan potensi menggapai peradapan, mudah diorasikan namun sulit diaplikasikan, meskipun bisa dilakukan tetapi banyak pengorbanan menahan godaan kiri kanan.

Kebaikan diperjuangkan bukan duduk manis dalam penantian tanpa kegiatan.

Kebaikan demi kebaikan yang direncanakan mesti diaplikasikan dengan target kegiatan, diorientasikan untuk kesejahteraan dan kebahagiaan akhirat paling diutamakan. Lakukan kebaikan dengan penuh keikhlasan, sebab keterpaksaan dalam kebaikan hanya kesia-siaan.

Kebaikan dilakukan penuh keikhlasan sesuai tuntunan Allah dan Rasulullah mengantarkan insan membanggakan tidak saja bagi manusia tetapi juga para nabi dan Pencipta.

Belajar sepanjang jalan,  sepanjang nafas masih di badan, atau sampai perpisahan dengan dunia dan kehidupan. Cita-citakan terus menerus melakukan kebaikan, dan  berlomba dalam kebaikan, mati dalam kebaikan dan dimasukkan ke syurga Allah karena berbagai kebaikan. Jangan hentikan langkah kebaikan, jangan harapkan pujian insan, jangan lelah dengan kebaikan sebab kebaikan bukan urusan sesama insan tetapi kualitas insan di mata Pencipta (Allah Subhanahu Wata'ala).
Allahu A'lam Bissawab.

MEMAKNAI KEGAGALAN

Senin, Januari 27, 2020 0 Comments
Kegagalan merupakan garis kontinum keberhasilan,
Jika di satu ujung dinamakan kegagalan,
namun diujung yang lain adalah keberhasilan.

Kegagalan adalah cara Allah menguji ketahanan insan
untuk tetap istiqamah dengan amalan demi menggapai keridhaan-Nya, sekaligus pembelajaran sejati mengenai urgensi rasa syukur atas nikmat yang disuguhkan.

Kegagalan bukan indikasi penderitaan dan kesengsaraan, tetapi strategi Allah memperkenalkan makna ikhtiar dan perjuangan, indahnya cara Allah dalam menghadirkan momentum keberhasilan. Allah Dzat Maha Pengatur semua jiwa insan dalam genggaman, menghadirkan apa yang dibutuhkan bukan apa yang diinginkan insan. Yakinlah rencana Allah pada diri setiap insan lebih agung dan penuh kejutan.

Kegagalan diterima dengan segenap kesabaran dan ketabahan, sambil terus membenahi perencanaan dan amalan, mana tahu kesalahan dan kemaksiatan menjadi penghalang keberhasilan. Introspeksi diri lebih diutamakan daripada menyalahkan orang lain atas kegagalan. Refleksi hati atas kegagalan lebih menentramkan, barangkali ada terselip angkuh dan kesombongan yang direncanakan jika keberhasilan di tangan.

Kegagalan adalah pembelajaran sejati untuk kedewasaan dan kematangan dalam ketaqwaan. Jika kegagalan dimaknai dengan keimanan, maka insan mengembalikan urusan kepada Allah yang Maha Penentu keadaaan. Allah Maha Penyayang senantiasa memberikan kemudahan bersama kesulitan.

Tatkala kegagalan dimaknai kesengsaraan. Ada pemahaman terhadap qadha dan qadar yang belum mapan. Bagusnya belajar agama ditingkatkan. Bukan sibuk mencari kambing hitam atas kenyataan. Toh, kambing hitam tak pernah terkait dengan kenyataan. Semua kejadian tak pernah lepas dari kendali Sang Pengatur kehidupan. Cara terbaik menerima kegagalan adalah tetap ridho atas setiap ketentuan. Pada Allah tetap husnusdzon. Tingkatkan kesabaran, sembari belajar berbagai kelemahan kegiatan yang pernah dilakukan. Susun ulang perencaan. Kalkulasikan setiap hambatan, perkirakan solusi mengatasi berbagai hambatan. Kemudian lakukan setiap rencana dengan penuh keikhlasan, kesungguhan, dan ketekunan. Kemudian kuatkan tawakal, sebab Allah adalah semua sandaran.

Allahu A'lam Bissawab.